Saturday, February 11, 2017

G Mail

Tahun 2004, ketika bisnis pencarian Google kian meledak, Sergey Brin dan Larry Page mulai memikirkan langkah apa lagi yang harus dilakukan untuk kembali membuat dunia berteriak, "Wow, Google!" Tampaknya, e-mail (surel) menjadi langkah lanjutan yang paling masuk akal. Brin dan Page ingin membuat guncangan besar dengan meluncurkan Gmail, layanan surel cerdas, mudah, murah, dan unggul.

Mereka bahkan menawarkan 1 GB (1.000 MB) media penyimpanan gratis per surel, 500 kali lebih banyak (saat itu) dari Hotmail-nya Microsoft dan 250 kali lebih banyak dari fasilitas yang diberikan Yahoo! Untuk meneruskan tradisi promosi dari mulut ke mulut, keduanya menghadiahkan 1.000 surel kepada 1.000 tokoh untuk diuji.

Namun, rencana Google Inc. memasukkan iklan dalam surel pribadi menempatkan perusahaan yang sebelumnya bercitra "saudara tua" pengguna komputer dunia ini sebagai pesakitan yang dicurigai. Tiba-tiba saja, para aktivis hak asasi manusia bergabung menantang Brin dan Page.

"Google sedang mempertaruhkan reputasinya lewat Gmail," tulis Walt Mossberg, kolumnis terkenal The Wall Street Journal. Sebetulnya, bukan masuknya iklan yang jadi masalah. "Orang merasa keberatan karena Google memindai surel pribadi untuk menemukan kata kunci guna membangkitkan iklan. Ini seperti pelanggaran terhadap kerahasiaan pribadi. Saya mengimbau Google memulihkan kembali reputasinya sebagai perusahaan yang jujur," sambung Mossberg, yang juga penggemar berat Google.

Tulisan Mossberg membuat Brin dan Page terkejut. "Sepintas lalu masalah ini mengerikan, padahal tidak. Iklan yang muncul berkolerasi dengan pesan yang sedang Anda baca. Kami tidak menyimpan surat Anda, menggali isinya atau berbuat apa pun semacam itu. Dan tak ada informasi yang kami bocorkan ke luar. Yang kami lakukan hanya menyisipkan iklan. Prosesnya otomatis. Tak ada orang yang melihat. Maka menurut saya, kami tidak melanggar hak kerahasiaan pribadi," balas Brin.

Belakangan, ketika para pengritik Brin dan Page mulai mencoba Gmail, suara-suara sumbang mulai reda. Para jurnalis bahkan memuji Gmail, karena untuk pertama kalinya mereka dapat menemukan surel lama dengan mudah, semudah melakukan pencarian di Google.com.

Sekali lagi, Brin dan Page membuktikan, mereka memang jenius.

Thursday, February 9, 2017

Apakah Kampanye “Yuk Nabung Saham” sukses?

Mungkin sebagian dari kita belum tahu adanya kampanye dari BEI (Bursa Efek Indonesia) untuk mengajak masyarakat sebagai calon investor untuk berinvestasi di pasar modal dengan membeli Saham secara rutin dan berkala. Pada tanggal 12 November 2015 lalu, Bursa Efek Indonesia bersama Otoritas Jasa Keuangan meresmikan kampanye “Yuk! Nabung Saham”. Peresmian kampanye tersebut dilakukan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia Bapak Jusuf Kalla.
Kenapa sih pemerintah dalam hal ini BEI membuat kampanye ini?
Pertumbuhan investor di BEI saat ini masih lebih rendah di bandingkan negara lain. Berdasarkan data Badan Pengawas Pasar Modal dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah investor domestik di BEI hanya 0.2%, sekitar 480 ribu dari jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 230 juta warga. Rasio investor pasar modal domestik masih sangat kecil dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya. Misalnya, Singapura memiliki investor domestik sebanyak 30% dari jumlah penduduk sedangkan Malaysia memiliki rasio 12.8%. Kapitalisasi di pasar modal dalam negeri juga terus tumbuh, akan tetapi masyarakat Indonesia sebagai investor aktif di pasar saham hanya 30% dari total investor di pasar saham, dalam artian 70% itu di kuasai oleh investor asing, dengan penguasaan asing yang dominan ini jika dana investasi yang ada di pasar modal di tarik keluar maka akan terjadi kolaps pada sistem perekonomian seperti krisis pada tahun 1998.
Hal inilah yang menjadi dasar BEI berkampanye untuk meningkatkan partisipasi masyarakat kita dalam menabung saham, berdasarkan laporan Program Pengampunan Pajak deklarasi harta yang dilaporkan hampir tembus Rp 4.000 triliyun, jika 25% dari dana tersebut dapat masuk kepasar modal maka kapitalisasi pasar saham akan meningkat dan pasar saham kita tidak mudah goyah dengan isu dari luar seperti terpilihnya Donal Trump sebagai presiden AS yang baru dan isu “brexit”.
Apakah menabung saham menguntungkan?
            Berbeda dengan menabung di bank dimana sepertinya tidak ada pengembangan yang anda raih, karena uang anda secara tidak sadar setiap tahunnya akan berkuran 120-200 ribu pertahun, yang berasal dari potongan biaya administrasi, pajak dan lainnya sehingga jika anda memiliki uang dengan nominal katakanlah 1 juta rupiah dalam 5-6 tahun bisa saja habis tak berbekas tanpa anda sadari.
            Akan tetapi berbeda halnya dengan saham, dengan memilih saham dari perusahaan yang memiliki prospek masa depan yang baik dalam artian perusahaan yang bertumbuh dan berkembang dengan baik maka uang 1 juta yang anda miliki dalam 5-6 tahun mendatang nilainya akan berlipat-lipat tanpa anda sadari.
Kampanye “Yuk Nabung Saham”
Usaha yang telah di lakukan BEI dengan membuat situs http://yuknabungsaham.idx.co.id/ yang dapat di akses dan melakukan sosialisasi maupun mengadakan expo di kota besar maupun di daerah. 
Selain itu usaha yang signifikan sudah dilakukan BEI untuk kampanye “Yuk Nabung Saham” dan patut di apresiasi adalah dengan menurunkan jumlah saham per lot, dari yang 1 lot = 500 lembar menjadi 1 lot = 100 lembar, efeknya adalah modal yang dibutuhkan untuk membeli saham per lotnya semakin kecil. Misalnya kita ingin membeli saham ITMG (Indo Tambangraya Megah Tbk). Harga saham ITMG saat artikel ini ditulis adalah Rp 31.200. Dengan aturan 1 lot = 500 lembar, kita perlu modal Rp 31.200 x 500 = Rp 15,6 juta hanya untuk membeli 1 lot saham ITMG. Dengan aturan baru 1 lot=100 lembar saham, kita hanya perlu Rp 31.200 x 100 = Rp 3,12 juta untuk membeli 1 lot ITMG. Seperlimanya saja. Hal ini akan sangat berdampak bagi investor kecil, saham menjadi lebih terjangkau. Investor dengan modal kecil seperti karyawan, ibu rumah tangga, dan mahasiswa boleh bersenang hati.
Akan tetapi dari beberapa usaha BEI tersebut bisa di katakan belum dengan kekuatan 100% contohnya adalah pada situs yang menjadi rujukan http://yuknabungsaham.idx.co.id/ halamannya terlalu ringkas dan tidak mendetail menjelaskan jika seorang awam yang tidak pernah berkecimpung dalam dunia pasar modal pastilah akan bingung langkah-langkah yang harus dilakukan dan akhirnya akan menyerah dengan sendirinya tanpa pernah menjadi investor, saya yakin semua masyarakat pastilah ingin berkecimpung ke dalam dunia pasar modal jika langkahnya telah di permudah layaknya media sosial facebook, twitter, Instagram dan sebagainya yang termasuk teknologi canggih akan tetapi saat ini kakek-kakek, nenek-nenek ataupun orang tua yang dalam menggunakan handphone hanya mengenal telpon dan sms bisa menguasai media sosial dengan mudah dan malah paling mengikuti tren. Selain itu yang membuat sulitnya program “yuk nabung saham” adalah dari internal dalam hal ini perusahaan sekuritas dimana secara sederhana perusahaan ini mendapatkan keuntungan dari fee setiap transaksi yang dilakukan saat pembelian maupun penjualan saham istilahnya fee broker, dengan nominal yang kecil katakanlah 1 juta rupiah dengan fee setiap transaksi sekitar 0.2-0.3% maka senilai 3 ribu rupiah, uang ini mungkin bisa di sebut uang receh bagi broker, sehingga setiap broker akan lebih senang mendekati pemodal besar yang bisa memberikan fee di atas rata-rata.

Untuk itu menurut pandangan saya masih banyak PR dari BEI agar program “yuk nabung saham” ini dapat sukses, dengan semakin gencar melakukan penetrasi dengan mengadakan roadshow ke seluruh Indonesia saya yakin program ini sukses kedepannya.