Sunday, March 29, 2015

Inspirasi - Kisah Dokter yang Korupsi

Dr. Don ingin sukses lebih dari apa pun. Itulah sebabnya ia menjadi dokter. Ia akan melakukan apa saja agar lebih makmur. Bukan hanya kekayaan yang ia inginkan, tapi ia pun ingin dihormati.

Saat ia tumbuh dewasa, ayahnya lebih sering meremehkan dan mencaci makinya. Menghancurkan harga dirinya, menyebabkan ia merasa canggung dan gagap, yang semakin membuat malu ayahnya. Sepanjang kuliah, Don belajar keras untuk mendapatkan nilai yang baik sehingga ia bisa menunjukkan kepada ayahnya bahwa ia telah berhasil. Sayangnya, ayahnya tidak terkesan. "Siapa saja bisa mendapatkan gelar. Hanya dengan uang receh pun lusinan orang bisa mendapatkannya," kata ayahnya sambil tersenyum.

Menjadi pencarian seumur hidup Don untuk mendapatkan penghargaan dari ayahnya. Akibatnya, ia tidak menghargai dirinya sendiri. Namun, ia percaya, jika ia mendapatkan dukungan dari ayahnya, maka ia berhenti berusaha untuk itu.

Setelah lulus dari sekolah kedokteran, ia magang di sebuah rumah sakit setempat. Kemudian mendirikan klinik di sebuah kota kecil.

Sebenarnya Don menghadap tiga hal ini: ia benci menjadi dokter, pengakuan dari ayahnya yang tidak pernah didapatkannya, dan ia tinggal di kota yang berlebihan jumlah dokternya. Ini benar-benar membuatnya sedih.

Ia tidak memiliki banyak pasien sehingga tagihannya pun menumpuk. Ayahnya dengan senyum di wajahnya mengejek, "Aku bilang juga apa."

Lalu, seorang eksekutif perusahaan obat datang ke kantornya suatu pagi dan memberinya banyak obat bebas untuk dibagikan kepada pasiennya dengan harapan mendapatkan pesanan baru. Ia juga menunjukkan kepada Don, obat yang baru saja dikeluarkan di pasar yang diklaim dapat menyembuhkan penyakit infeksi apa pun. Namun, obat itu belum mendapatkan persetujuan dari BPOM.

Dr. Don sebenarnya khawatir terhadap keamanan obat baru itu, tapi ia tidak mengatakannya kepada eksekutif perusahaan obat itu. Sebagai bagian dari promosi, perusahaan obat akan memberikan bantuan keuangan kepada dokter yang meresepkan obat tersebut dalam jumlah yang banyak. Ia memutuskan tidak tertarik atas penawaran tersebut.

Di rumah sakit setempat, salah seorang dokter mengambil cuti karena serangan alkoholisme. Ini disebabkan karena stres pekerjaan. Don pun senang karena ada kesempatan untuk bekerja secara teratur di rumah sakit tersebut, sehingga ia bisa membayar tagihan yang menumpuk di kantornya. Ia pun bertemu beberapa dokter di rumah sakit, yang sedang dibujuk oleh para eksekutif perusahaan obat.

Suatu hari, ia membutuhkan uang banyak dengan cepat untuk membayar tagihan sewa rumah dan kantornya. Akhirnya ia meresepkan obat untuk setiap pasien yang sebenarnya pun tidak membutuhkan. Dalam beberapa hari, ia menerima cek sebesar 2,5 juta dolar.

Don pun bisa membayar sewa rumah dan kantornya, serta beberapa tagihan, dan sedikit dari sisa uangnya ia mengajak orangtuanya ke restoran yang bagus. Setelah makan ayahnya mengatakan sesuatu yang membuatnya benar-benar terkejut. Ayahnya berkata, "Ah, saya kira kau membuktikan bahwa saya salah. Kau membuat keberhasilanmu sendiri."

Hari-hari berikutnya, ia pun mulai meresepkan obat baru itu untuk pasien, bahkan yang tidak membutuhkannya.

Kemudian, pada hari itu seorang Ibu, salah satu pasiennya di rumah sakit  mengalami shock dan meninggal tanpa alasan yang jelas. Pasien lain, seorang pria pun meninggal dunia. Don tahu, bahwa mereka berdua meninggal karena obat baru yang diresepkannya. Tetapi ia tidak ingin percaya bahwa obat itulah yang menyebabkan kematian mereka.

Don menelepon perusahaan obat mengenai kematian mendadak pasiennya dan mereka meyakinkan bahwa tidak ada  yang perlu dikhawatirkan. Don pun kembali mendapatkan sejumlah uang yang besar dengan pengiriman obat yang baru.

Ketika ia menulis resep lagi, seolah-olah Don diambil alih oleh nafsu atas uang dan kesuksesan. Ketika hari itu ia pulang ke rumah, tidak ada lagi kejadian pada pasiennya. Ia merasa itu sebagai kabar baik.

Namun, dalam perjalanan pulang, mobilnya ditabrak oleh sebuah truk kontainer. Paramedis segera dipanggil dan bergegas membawanya ke ruang gawat darurat rumah sakit tempatnya bekerja. Ia mengalami gegar otak ringan dan patah tulang rusuk, namun tidak ada luka besar. Paramedis terus mengobservasinya.

Ketika ia terbangun keesokan harinya, ia merasa lebih baik. Dokter yang memeriksanya bertanya bagaimana perasaannya. Don berkata merasa lebih baik dan ia bertanya kapan boleh pulang. Dokternya mengatakan bahwa ia bisa pulang sekarang. Dan dalam beberapa hari harus kontrol lagi.

Don sempat melirik status medis yang ditempel di atas tempat tidurnya. Ia melihat dari catatan itu bahwa ia diberi empat dosis obat baru, yang sering diresepkannya kepada pasien-pasiennya. Ia menepis bayangan jelek dengan mengatakan pada dirinya sendiri, "Ah, mungkin dokternya terkena bujuan keuangan juga."

Ketika ia sampai ke mobilnya  yang rusak dari kecelakaan, namun masih bisa dipakainya, ia merasa keadaannya tidak baik. Ia duduk di dalam mobilnya selama beberapa menit… dan meninggal! Mungkin hal yang baik darinya adalah…. Ia meninggal dengan sukses… itu menurutnya.

Inspirasi - Kisah Mekanik Otomotif Melamar Kerja

Jimmy adalah seorang mekanik otomotif, tapi ia sedang tidak bekerja untuk beberapa waktu. Ia memiliki hati yang baik, sayangnya selalu takut melamar pekerjaan baru. Hingga ia mengumpulkan seluruh kekuatan pada dirinya dan memutuskan untuk mengikuti sebuah wawancara. Setelah berpakain rapi dengan kemeja putih dan celana panjang hitam, ia melanjutkan perjalanannya.

Wawancara dilakukan pada pukul 10.00, dan waktu saat itu menunjukkan pukul 08.30. Saat menunggu bus yang akan membawanya ke tempatnya melamar kerja, ia melihat seorang pria tua yang sedang panik dan menendang ban mobilnya. Pasti ada yang salah dengan mobil itu, pikir Jimmy. Ia pun menawarkan untuk membantu orang tua itu. Sambil memperbaiki mobil itu, Jimmy mengatakan kepada orang tua itu bahwa seharusnya ia pergi ke sebuah wawancara sebagai mekanik di sebuah perusahaan tapi mungkin sudah tidak mungkin karena terlambat.

Ketika Jimmy selesai mengerjakan mobil, orang tua itu bertanya berapa yang harus dibayarnya. Jimmy mengatakan tidak perlu membayar karena ia tidak bekerja untuknya, ia hanya membantu orang yang membutuhkan.

"Baiklah, aku bisa mengantarkan Anda ke kantor untuk wawancara itu. Setidaknya aku bersikeras karena itu yang bisa kulakukan," ajak orang tua itu. Jimmy pun setuju.

Di ruang tunggu perusahaan yang akan dituju oleh Jimmy, antrian panjang para pelamar sudah panjang. Dan ada pemberitahuan bahwa pewawancara datang terlambat. Jimmy bisa bernapas lega, karena ia tidak terlambat. Tetapi para pelamar lain menoleh padanya karena bajunya sudah penuh dengan oli setelah ia memperbaiki mobil tadi. Ia tidak punya banyak waktu untuk membersihkan atau mengganti kemejanya.

Satu demi satu para pelamar meninggalkan kantor dengan wajah suram tanda kekecewaan.

Kemudian nama Jimmy dipanggil. Ia masuk ke ruangan wawancara. Secangkir kopi disajikan untuknya. Pewawancara duduk di kursi eksekutif yang membelakanginya. Dari balik itu terdengar pertanyaan, "Apakah Anda benar-benar perlu untuk diwawancarai?" Hati Jimmy kecut mendengarnya.

Ruang itu tiba-tiba menjadi ruangan yang tertutup baginya. "Dengan keadaan saya seperti sekarang ini, bagaimana mungkin aku bisa lulus wawancara ini?" pikirnya.

Kemudian pewawancara itu berbalik. Dan .. Jimmy terkejut. Ia adalah orang tua yang tadi pagi dibantunya. Ternyata orang tua itu adalah General Manager perusahaan itu.

"Maaf saya harus membuat Anda menunggu. Tapi saya cukup yakin saya membuat keputusan yang tepat memilih Anda sebagai bagian dari tenaga kerja kami bahkan sebelum Anda melangkah ke kantor ini. Saya hanya tahu bahwa Anda akan menjadi pekerja yang dapat dipercaya. Selamat."

Jimmy duduk. Mereka telah menyediakan kopi baginya, dan itu layak diterimanya karena ia sudah mendapatkan pekerjaan barunya.

Inspirasi - Tak Terhingga

Seorang anak SD yang bernama Ken sedang ditanya oleh ibu gurunya perihal pelajaran matematika. Dengan wajah serius Ken siap menjawab pertanyaan dari ibu gurunya tersebut.

"Ken, berapa hasilnya jika 1 di bagi dengan 1?" tanya ibu gurunya.

"Ah, itu mudah bu. Hasilnya adalah 1," jawab Ken dengan tersenyum.

"Kalau 1 di bagi dengan 2?" tanya ibu gurunya kembali.

"Setengah bu!" jawab Ken dengan semangat.

"Nah kalau 1 dibagi dengan 0 hasilnya berapa?" lanjut ibu gurunya kembali.

Ken pun terdiam sambil berpikir keras untuk menjawab pertanyaan itu. Karena dirasanya tidak bisa menjawab Ken pun berkata kepada ibu gurunya, "Maaf bu, Ken tidak tahu."

Dengan tersenyum ibu gurunya pun berkata, "Kalau 1 di bagi dengan 0 maka hasilnya adalah tak terhingga atau bisa dibilang tak ada batasnya."

Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita diajak untuk memberi dengan ikhlas. Jikalau kita memberi satu dan mengharap kembali satu maka sesungguhnya kita hanya akan menerima satu. Terlebih kita mengharap dua maka kita hanya akan menerima setengah. Karena sesungguhnya kita sudah menerima upahnya.

Oleh karena itu memberilah tanpa mengharapkan itu akan kembali kepada kita, maka Tuhan akan mengembalikan berlipat-lipat dalam hidup kita.

Tuesday, March 24, 2015

Inspirasi - Bagaimana Saya Menemukan Harta yang Sesungguhnya

"Apakah Ayah pernah menemukan harta karun?" Saya pernah bertanya demikian kepada ayah saya. Ia tersenyum lebar dan menceritakan kisah ini. Itu terjadi beberapa tahun yang lalu dan saya tidak pernah  melupakannya.

"Suatu saat ketika aku  berusia sekitar sepuluh tahun," jelas Ayah. "Aku pergi berburu harta karun dengan kakak perempuanku. Ia mendengar beberapa orang berbicara tentang peti harta karun yang seharusnya disembunyikan di sebuah gua, jalan di belakang dari tanah kosong sekitar satu mil dari tempat tinggal kami. Suatu hari selama liburan musim panas kami pergi ke sana dan menghabiskan dua atau tiga jam mencari pintu masuk ke gua. Kemudia, aku mencoba untuk menggeser dua batu besar, tiba-tiba jatuh ke dalam lubang. Mulut terowongan itu menuju ke sebuah gua.

Adikku dan aku merangkak melalui terowongan itu ke dalam gua. Sangat gelap tapi kami telah membawa senter dan kami terkejut ketika melihat ada sebuah peti kayu besar sekitar sepuluh meter di depan kami. Tak satu pun dari kami berpikir akan benar-benar menemukan harta karun.

Kami berlari dan membukanya. Penuh dengan koin perak dan emas. Aku mulai menghitungnya, tapi kakakku mengatakan untuk berhenti. Ini hanya uang, katanya. Ini bukan harta yang nyata. Jika engkau ingin uang, yang harus dilakukan adalah bekerja untuk mendapatkannya.

Aku berdebat dengannya ketika tiba-tiba melihat peti logam besar di sisi lain gua. "Itu harus menjadi harta yang sesungguhnya." Aku berteriak dan kami berdua berlari ke peti logam itu. Peti ini lebih sulit untuk dibuka dan kami gembira ketika kami akhirnya bisa membukanya.

Peti penuh dengan patung-patung manusia dan hewan. Beberapa patung terbuat dari gading, ada yang terbuat dari marmer dengan berlian untuk mata dan rubi untuk bibir, dan beberapa terbuat dari emas. Aku mengambil salah satu patung emas dari peti itu dan berdiri. Ketika saya membunyikan patung itu di dekat daguku, adikku berteriak, "Jangan lakukan itu!". "Ini hanyalah keindahan dan seni. Ini bukan harta yang nyata. Harus ada sesuatu yang lebih baik di sini."

Tapi tidak ada yang lain di dalam gua. Kami mencari dan mencari lagi, tapi hanya ada dua peti itu. Sementara, baterai senter mulai habis, dan bohlam lampu senter mulai redup. Kami ketakutan dan merangkak kembali ke terowongan. Tapi adikku terjebak setengah jalan di dalam terowongan. Aku mencoba menariknya keluar, tapi aku tidak bisa. Aku mulai menangis. "Cari seseorang untuk membantuku," kata kakakku.

Aku berlari naik dan turun jalan mengetuk pintu meminta orang-orang untuk datang membantu adikku. Tidak ada yang datang. Beberapa orang menonton TV atau  bermain video. Yang lain sibuk makan, atau menelepon. Beberapa orang tidak percaya padaku dan tidak ingin terlibat.

Satu-satunya yang akan membantuku adalah seorang gadis seusiaku. Ia punya tali dan sekop dan botol air. Kami kembali ke terowongan dan sekitar setengah jam kami bisa mengeluarkan adikku dari terowongan.

Kami tidak pernah memberitahu orangtua kami tentang apa yang telah terjadi. Aku berteman baik dengan gadis yang telah membantu kami. Aku bertanya mengapa ia membantu kami meskipun ia belum pernah bertemu kami sebelumnya.

Aku tumbuh dengan sangat mengaguminya. Ia sangat bertanggung jawab, amal, setia, baik, dan penuh kasih. Aku belajar banyak dari dia dan ketika kami selesai kuliah, aku menyadari bahwa ia lebih dari seorang teman yang sangat baik. Ia adalah wanita yang ingin kunikahi dan hidup bersama selama sisa hidupku. Itulah ibumu, Nak.

Aku juga belajar bahwa adikku benar. Kekayaan dan seni besar yang bagus tapi sebuah buku bagus mengatakan, "Siapa yang bisa menemukan seorang istri yang mampu? Suaminya aman percaya dalam dirinya. Ia membuka mulutnya dengan hikmat, dan kebaikan ada pada lidahnya."

Dalam ibumu, aku menemukan harta karun terbaik di dunia."

Inspirasi - Senjata yang Tidak Berguna

Ada seorang pemuda yang bertekad menjadi prajurit raja. Selama berbulan-bulan ia mulai mengasah pedangnya. Pemuda itu juga mempersiapkan banyak senjata untuk menjadi bekal saat menjadi prajurit nanti. Dan esok hari adalah saatnya untuk mengikuti seleksi menjadi prajurit raja.

Tibalah giliran pemuda itu masuk ke dalam hutan. Tubuhnya telah lengkap dengan senjata. Ketika sudah berada di tengah hutan, pemuda itu mulai mendengar suara harimau dan serigala. Kakinya mulai gemetar dan dia memilih untuk mundur.

Kepala prajurit bertanya, "Mengapa kau memutuskan untuk mundur dan keluar dari hutan itu?"

"Suara harimau dan serigala membuat saya takut," jawab pemuda itu.

"Lalu untuk apa semua senjata yang kau bawa itu jika kau tidak mempunyai keberanian untuk melawah binatang-binatang itu?" kepala prajurit itu keheranan.

Kita merasa hidup dekat dengan Tuhan, tetapi apa gunanya semua itu jika kita masih saja merasa takut dan khawatir ketika kita menghadapi ancaman-ancaman kehidupan di dunia? Di manakah letak keberanian kita saat kita memilih untuk mundur dan menghindari semua pencobaan yang ada?

Jangan sampai "senjata" kita menjadi sia-sia. Kita harus berani melawan segala hal yang jahat dan menjadi pemenang dalam setiap tantangan kehidupan. 

Inspirasi - Kisah Seorang Anak Belajar untuk Berusaha

Melihat ayahnya semakin tua, seorang anak pencuri berkata, "Ayah, ajari aku sebuah usaha, sehingga ketika ayah pensiun, aku dapat membawa pada tradisi keluarga."

Sang ayah tidak menjawab, tapi malam itu ia mengajak anaknya untuk masuk ke sebuah rumah. Setelah masuk, ia membuka lemari, dan meminta anaknya untuk mencari tahu apa yang ada di dalamnya. Tidak lama setelah itu sang ayah membanting pintu hingga menutup dan menyelinap pergi diam-diam.

Di dalam lemari, anak itu ketakutan, marah, dan bingung bagaimana ia akan keluar. Kemudian sebuah ide datang. Ia mulai membuat suara seperti kucing, hingga membuat seorang pembantu rumah itu menyalakan lilin dan membuka lemari untuk membiarkan kucing keluar. Anak itu melompat keluar ketika pintu lemari terbuka. Tentu saja semua orang mengejarnya. Anak itu berjalan di samping sebuah sumur, lalu melemparkan sebuah batu besar ke dalamnya dan bersembunyi. Anak itu pergi, sementara para pengejarnya mengintip ke dalam sumur, berharap melihat anak itu tenggelam.

Ketika kembali ke rumah, anak itu lupa akan kemarahannya, tapi justru ingin menceritakan kisahnya. Tapi ayahnya berkata, "Mengapa kau ceritakan kisah itu? Kau sudah di sini. Itu sudah cukup. Engkau telah belajar sebuah usaha."

Inspirasi - Buah Kejujuran dan Belas Kasih

Alkisah, seorang raja yang memiliki seorang putri yang sedang sakit. Para dokter tidak bisa menemukan sesuatu yang salah dengan dirinya. Putri itu hanya tampak sengsara dan sering menangis.

Pada suatu malam, sang putri bermimpi jika ia makan sepasang pir maka ia akan sembuh. Untuk mengetahui apakah pir itu begitu istimewa baginya, maka ia harus bertemu dengan orang yang membawa pir padanya. Ibunya, sang ratu, memutuskan bahwa siapa pun yang membawa buah pir untuk menyembuhkan sang Putri, akan memiliki kesempatan untuk menikahi sang Putri, jika ingin menikah dengannya.

Setelah itu, ratusan pemuda datang membawa keranjang buah pir untuk Putri. Sang Putri berbicara dengan masing-masing pemuda itu, dan makan buah pir yang mereka bawa. Namun, tidak satupun yang membuat Sang Putri merasa lebih baik.

Di tempat lain, seorang petani memiliki kebun pir yang sangat manis dan berair. Ia memiliki tiga orang putra. Ia mengatakan kepada putra sulungnya, yang paling tampan dari ketiganya, untuk membawa  satu keranjang buah pir untuk Sang Putri. Dalam perjalanan ke istana, putra tampan itu bertemu kurcaci yang terlihat sangat lapar. Kurcaci itu melihat keranjang yang dibawa si putra tampan, dan berkata, "Engkau membawa pir untuk menyembuhkan Sang Putri. Tolong beri saya beberapa pir saja agar saya tidak kelaparan."

Putra tampan itu tidak ingin memberikannya, meski hanya satu buah pir. Ia takut setiap pir yang diberikannya mungkin bisa menyembuhkan Sang Putri. Lalu, ia akan kehilangan kesempatan untuk menikahi sang Putri.

Maka putra sulung itu berkata kepada curcaci yang kelaparan itu, "Di dalam keranjang ini hanya ada sepasang kaki babi." Kurcaci yang lapar itu yang sebenarnya adalah seorang Guru bijak yang sedang menyamar, menjawab, "Amin! Maka jadilah demikian." Lalu ia berjalan pergi.

Ketika putra tampan itu sampai ke istana Sang Putri, ia membuka keranjang untuk menunjukkan pir yang dibawanya, namun ternyata isi keranjang itu adalah sepasang kaki babi. Sang Putri pingsan. Raja memerintahkan untuk mengusir putra sulung petani itu.

Ketika anak sulung ini kembali ke rumah, ia tidak menceritakan apa pun yang terjadi, tetapi hanya mengatakan bahwa buah pirnya ternyata tidak berhasil menyembuhkan Sang Putri. Petani itu kemudian mengirim anak tengahnya, yang bertubuh tinggi, kuat, dan memiliki rambut pirang yang indah, untuk membawa pir terbaik hasil kebun petani itu untuk Sang Putri.

Di jalan menuju istana, pemuda berambut pirang itu bertemu seorang pengemis miskin yang tuli. Pemuda berambut pirang itu pun tidak ingin membantu pengemis itu, meskipun ia terlihat sangat lapar. Ia berkata, "Saya tidak bisa membantu Anda. Yang ada di dalam keranjang ini hanyalah sepasang telinga babi."

"Amin," jawab pengemis itu. "Demikianlah jadinya."

Ketika putra berambut pirang itu dibawa ke hadapan Sang Putri yang membuka keranjang berisi sepasang telinga babi, ia pun menjadi mual dan muntah. Raja mengusir putra berambut pirang itu keluar dari istana. Ketika putra tengah itu kembali ke rumah, ia juga tidak menceritakan kepada siapa pun apa yang telah terjadi.

Tinggallah putra bungsu yang sangat tidak tampan, tidak tinggi atau pirang, tapi sangat baik dan perhatian. Ia memohon kepada ayahnya untuk membiarkannya pergi karena ingin membantu Sang Putri, meskipun ia tidak berpikir akan menikahi Sang Putri. Petani itu pun menyuruh putra bungsunya untuk pergi ke istana Sang Putri.

Di jalan menuju istana, putra bungsu itu bertemu seorang pengemis dengan luka dan koreng di seluruh wajah dan lengannya. Karena merasa kasihan, sebelum pengemis itu bertanya, ia menawarkan setengah dari buah pir dalam keranjang itu, sambil berkata, "Semoga buah pir ini berguna untuk Anda." Pengemis samaran itu berkata, "Amin. Demikianlah juga baik untuk Anda."

Ketika putra bungsu itu membawa keranjang kepada Sang Putri yang bertanya mengapa hanya setengah buah pir saja dalam isi keranjang itu, ia bercerita bahwa ia menawarkan setengah isi keranjang kepada pengemis buruk rupa itu.

Sang Putri mulai menangis. Putra bungsu itu meminta maaf karena telah membuat Sang Putri menangis, tapi ia terkejut karena tiba-tiba Sang Putri memeluknya. Mereka berdua menghabiskan sepanjang hari saling bercerita dan Sang Putri merasa lebih baik dan lebih baik lagi. Pada hari berikutnya, Sang Putri sudah merasa sembuh.

Sebulan kemudian, Sang Putri mengatakan kepada putra bungsu petani itu, bahwa ia ingin menikah dengannya. Dan itulah yang dilakukan oleh Sang Putri.

Inspirasi - Bahagia Itu Pilihan

Ada seorang perampok yang tinggal di kaki bukit Pegunungan Himalaya di India. Dari tebing berbatu dan hutan gelap, dan di lereng pegunungan itulah si perampok mencari mangsanya. Ia mengincar para wisatawan yang lewat, mengambil uang mereka atau membunuh mereka jika mereka menolak memberikannya.

Ketika itu lewat seorang pedagang kaya yang berjalan menaiki jalan di hutan dekat sarang si perampok. Perampok itu melompat dari balik batu sambil mengacungkan pedangnya. "Uang atau hidup Anda," teriaknya dengan suara paling kejam dan menakutkan.

Pedagang kaya itu jatuh tersungkur di tanah dengan gemetar ketakutan. "Jangan bunuh aku. Tolong jangan bunuh aku!" teriaknya.

Perampok itu kembali mengancam.

"Ini, ambil uangku. Ambil semuanya," pinta pedagang itu sambil meraba-rama dompetnya.

"Tasmu juga," kata si perampok.

"Ya, tentu saja. Bawa saja itu," kata pedagang kaya itu. "Biarkan aku hidup."

"Pergilah!" perintah perampok itu sambil menendang bojong si pedagang kaya itu, dan menyuruhnya segera kembali ke jalan.

Ah, terlalu mudah untuk merampok orang seperti pedagang itu rupanya.

Tapi tidak berarti semua orang mudah untuk dirampok.

Suatu kali ketika si perampok sedang menunggu, seorang musafir berjubah turun dari gunung. Seperti biasa, perampot itu melompat menyergapnya. Ia berteriak, "Tiarap di tanah! Uang atau nyawamu!"

Namun, korbannya tidak menjatuhkan diri ke tanah seperti korbannya yang lain. Sebaliknya, ia melemparkan jubahnya untuk memperlihatkan dirinya adalah seorang prajurit. "Aku akan membunuhmu sebelum aku memberikan uangku," kata prajurit itu sambil menghunus pedangnya.

"Kita lihat saja nanti," balas si perampok sambil melompat ke depan.

Pedang mereka berdentang saat mereka saling dorong dan menangkis, benturan pedang mereka memantul dari dinding ngarai menimbulkan suara riuh.

Prajurit itu memang berani, tapi rupanya ia tidak cocok mengenakan senjata, dibandingkan dengan si perampok yang sangat terampil. Segera saja prajurit itu terbunuh.

Perampok itu mengambil uang, pedang, dan jubah prajurit itu. Lalu ia menyembunyikan tubuh prajurit itu karena ia tidak ingin pasukannya mencarinya.

Hari demi hari, tahun demi tahun berlalu. Perampok itu melanjutkan hidupnya dengan merampok atau membunuh korbannya satu demi satu.

Hingga suatu hari seorang yang bijak datang berjalan menyusuri jalan setapak di lereng pegunungan itu. Perampok itu berpikir dua kali bila ingin merampok orang bijak itu karena perampok itu tahu ia adalah orang suci. Tetapi, daerah itu memang sudah terkenal sebagai sarangnya si perampok, maka ia tidak takut lagi untuk menganggap bahwa semua orang bisa menjadi mangsanya.

Ketika orang bijak itu mendekat, si perampok melompat dari tempat persembunyiannya, dan memaksa orang bijak itu tiarap, sambil menghunus pedang di tenggorokannya.

"Berikan semua uangmu," bentak si perampok.

"Saya tidak punya uang," kata orang bijak itu.

"Aku pernah dengar itu sebelumnya," kata perampok, kepada korbannya.

Ketika mengetahui ternyata bahwa orang tua itu tidak punya uang, perampok itu mengatakan, "Karena Anda tidak punya uang, maka aku akan menyanderamu dan teman-teman Anda akan menebusnya."

"Aku tidak akan membiarkan mereka membayar," kata orang bijak itu.

"Ya, lalu aku akan membunuhmu," teriak perampok itu sambil menekan ujung pedang ke tenggorokan orang bijak itu.

Namun, bukannya gemetar ketakutan, orang bijak itu malahan tertawa.

"Kau pikir kematian adalah hal yang lucu?!" teriak perampok itu.

"Tidak," kata orang bijak itu. "Yang lucu adalah karena kamu pikir bisa mendapatkan apa yang kamu inginkan dengan pedang."

"Aku bisa," kata perampok itu. "Aku bisa mengendalikan hidup Anda pada saat ini."

"Ya, kamu lakukan itu," kata orang bijak itu. "Tapi kamu tidak mengontrol pengalamanku."

Perampok itu sempat berpikir. "Apa maksudmu?" tanyanya.

"Kau memang mengendalikan hidupku. Jika kamu menekan pedang ke aku, maka aku akan mati. Tapi kamu tidak mengontrol pilihanku untuk menjadi bahagia. Hanya mengontrol itu. Pada saat ini aku memilih untuk menjadi bahagia. Apakah kamu akan membawa saya hidup atau mati adalah pilihanmu. Pilihanku adalah bagaimana aku merasakan bahagia pada saat ini."

Perampok itu berdiam mendengar kata-kata korbannya yang sangat menusuk hatinya. Dalam tahun-tahun yang dilaluinya tidak pernah terpikir olehnya bahwa keadaan di luar tidak perlu dalam menentukan pilihan hidup.

Untuk beberapa saat kedua pria itu berdiri sambil diam. Tiba-tiba perampok itu menjatuhkan pedangnya. Dengan tangan terbuka, ia membantu orang bijak itu berdiri.

"Tidak ada yang pernah berbicara kepadaku seperti itu sebelumnya," kata perampok itu. Tak pernah terpikir sebelumnya, bahwa ada cara lain untuk menemukan kebahagiaan atau kekuasaan pribadi, daripada dengan mengendalikan orang atau peristiwa.

"Aku ingin menjadi muridmu," katanya.

Saat itulah perampok itu memilih jalan baru. Ia mulai ingin mengendalikan pengalaman hidupnya dari dalam dirinya dan bukan dari luar.

Inspirasi - Kisah Dua Orang Petani

Di sebuah desa kecil jauh dari keramaian dan hiruk pikuk kota, hiduplah seorang petani padi, Pak Jalu. Ia adalah orang yang sederhana dan punya sawah kecil. Ia cenderung rajin dan panenannya cukup untuk menghidupi keluarganya. Ia menyukai pertanian. Karena ia lahir dari keluarga petani.

Ia menyukai mencangkul tanah, membangun saluran irigasi, mempelajari pola cuaca, meneliti pupuk, dan dari semuanya, ia menyukai nasi. Ia tahu semua tentang pertanian padi. Dari ujung ke ujung ia sudah menjadi petani yang ahli.

Pak Jalu juga telah mengembangkan sistem baru untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen. Petani lainnya menyukainya dan sering mengunjungi tempatnya untuk belajar teknik-teknik baru dalam pengupasan, penyimpanan, pengemasan, dll.  Salah satu yang mengunjunginya adalah Pak Damas.

Pak Damas berasal dari desa tetangga dan ia orang yang sangat kuat. Tubuhnya kuat, keinginannya kuat, dan ambisinya pun kuat. Pak Damas ingin sukses dan bekerja keras untuk membuat pertaniannya produktif dan menguntungkan. Ia tahu bahwa Pak Jalu adalah kompetitor utamanya di wilayah itu dan berusaha untuk belajar dari sistemnya.

Pada suatu musim, ada kegembiraan besar di desa sekitar itu. Pak Jalu telah mengembangkan formula benih padi bibrida baru yang akan melipatgandakan hasil panen. Ketika mendengar ini, Pak Damas merasa terganggu. Bagaimana jika Pak Jalu menolak untuk berbagi formula? Bagaimana jika ia memutuskan bila ini terlalu bagus untuk diberikan, dan ingin menggunakan itu untuk membuat dirinya paling kaya dan paling kuat di wilayah ini?

Pak Damas mulai mengalami mimpi buruk. Lalu, pada suatu mala ia menyelinap ke pertanian Pak Jalu dan mencuri formula dan bibit itu. Hingga Pak Jalu tidak dapat memproduksi formula yang dicuri dan akhirnya pindah ke pekerjaan lain.

Pak Damas pun memanfaatkan formula padi itu dan mengalami panen raya. Lalu ia mencari Pak Jalu untuk menertawakan. Pak Jalu mengucapkan selamat kepadanya karena memiliki tahun yang baik dan mulai membahas teknik baru yang sedang dikerjakannya. Pak Damas bertanya-tanya mengapa ia tidak pernah puas terhadap Pak Jalu. Ia berpikir mungkin karena ketenaran Pak Jalu di wilayah tersebut.

Pak Damas tahu Pak Jalu bekerja sangat keras sehingga ia memutuskan untuk mendisiplinkan diri bekerja lebih keras. Ia mulai tidur di gudang hingga ayan berkokok membangunkannya. Ia berlatih untuk makan hanya satu kali sehari, sehingga lebih efisien waktu. Ia belajar untuk berkonsentrasi dan bekerja tanpa rasa sakit, tidak nyaman, dan kelelahan. Semua kerja keras pun membawanya sukses besar dan dalam beberapa tahu ia akan menjadi petani terkaya dan paling terkenal di wilayah ini. Tapi sayangnya, setiap tahun ia bertemu dengan Pak Jalu di pasar, ia merasa tidak bahagia.

Pak Damas mencoba segalanya, perkebunan besar dibangun, membeli tanah pertanian yang besar, tumbuh dalam kekuasaan politik, menyumbangkan beras untuk yang lapar, sepanjang waktu berdisiplin diri untuk mencapai keberhasilan. Tetapi ketika tua dan sudah beruban setiap kali ia bertemu Pak Jalu, ia merasa ada sesuatu yang terlewatkan olehnya.

Akhirnya, mereka berdua semakin tua dan meninggal pada hari yang sama. Di baris luar gerbang surga, Pak Damas dan Pak Jalu bertemu lagi. Seperti biasa, Pak Jalu menyambutnya dengan gembira dan mulai membahas penelitian tentang cara membuat nasi yang diperkaya dengan vitamin. Akhirnya giliran mereka tiba untuk bertemu dengan Tuhan.

Di dalam, Tuhan bertanya kepada Pak Jalu, "Datanglah ke sini, mengambil kursi sisa yang kau butuhkan." Tuhan kemudian beralih ke Pak Damas dan bertanya, "Ada pertanyaan?"

"Ya," jawab Pak Damas. "Kenapa kau memintanya beristirahat dan bukan aku? Aku telah bekerja sama kerasnya, bahkan lebih sulit daripadanya, sepanjang hidupku. Juga, kenapa Pak Jalu selalu lebih bahagia daripada aku, meskipun aku telah mencapai lebih banyak sukses, jauh lebih kaya, penuh kekuasaan, dan ketenaran?"

"Nah, jawabannya benar-benar sangat sederhana," jawab Tuhan. "Kau, Pak Damas,   bermaksud menjadi petarung dan bukan petani padi. Jadi, pekerjaan mu belum kau lakukan. Pergilah." Maka Pak Damas pun dikirimkan kembali.

Inspirasi - Kapal Persahabatan

Sebuah kapal karam karena badai di laut dan hanya dua orang penumpangnya yang bisa selamat dan bisa berenang ke sebuah pulau kecil.

Keduanya pun akhirnya berteman baik. Mereka tidak tahu harus berbuat apa lagi. Tidak ada jalan lain kecuali hanya berpasrah diri dan berdoa kepada Tuhan. Namun, untuk mengetahui bahwa doa mereka terkabul, mereka sepakat untuk membagi wilayah dua pulau kecil itu sebagai tempat tinggal. Mereka masing-masing tinggal di sisi yang berlawanan di pulau kecil itu.

Hal pertama yang mereka lakukan adalah berdoa untuk makanan. Keesokan paginya, orang yang pertama melihat pohon buah di tempatnya tinggal, dan ia dapat memakan buah. Namun, di sisi lain pulau tempat tinggal orang kedua,  tanahnya tetap tidak menghasilkan.

Setelah seminggu berada di pulau itu, orang yang pertama merasa kesepian. Ia pun memutuskan untuk berdoa meminta seorang istri. Keesokan harinya, ada sebuah kapal lain yang rusak, dan satu-satunya orang yang selamat dan dapat berenang ke sisi pulau tempat orang pertama tinggal adalah wanita. Sementara di sisi lain pulau, tidak ada kejadian apapun.

Segera orang pertama itu berdoa meminta sebuah rumah, pakaian, lebih banyak makanan. Keesokan harinya, seperti keajaiban, semua itu diberikan kepadanya. Namun pada orang yang kedua tidak ada sesuatu pun yang terjadi.

Akhirnya, orang pertama itu berdoa meminta sebuah kapal, sehingga ia dan istrinya bisa meninggalkan pulau kecil itu. Keesokan paginya, ia menemukan sebuah kapal merapat di sisi pulaunya. Orang pertama itu pun naik ke kapal dengan istrinya dan memutuskan meninggalkan orang kedua di pulau itu.

Ia menilai orang lain tidak layak untuk menerima berkat Tuhan, karena tidak satupun dari doa-doanya terkabulkan.

Ketika kapal hendak meninggalkan pulau kecil itu, orang pertama mendengar suara bergema dari surga, "Mengapa Engkau meninggalkan temanmu di pulau itu?"

"Berkat saya adalah untuk saya sendiri, karena saya berdoa, maka saya memperoleh semuanya," jawab orang pertama itu. "Doa-doanya tidak semua terjawab, jadi ia tidak layak mendapatkan apapun."


"Engkau salah!" Suara gema itu menegurnya. "Ia hanya punya satu doa, yang saya jawab. Jika bukan karena doa temanmu itu, Engkau tidak akan menerima berkat saya."

"Katakan padaku," tanya orang pertama itu kepada suara yang bergema, "Apa yang dia minta dalam doanya sehingga saya harus merasa berhutang padanya?"

"Ia berdoa agar semua doamu dijawab."

Seperti yang kita tahu, berkat-berkat yang kita dapatkan bukanlah buah dari doa kita sendiri, tetapi juga dari doa orang lain yang berdoa bagi kita. Hargailah teman kita, jangan meninggalkannya hanya karena merasa kita mendapatkan berkat yang melimpah.