Friday, October 17, 2014

Cerita Inspirasi - Kebahagiaan adalah Sesuatu yang Kita Buat

Alkisah ada seorang tua dan sangat bijaksana. Setiap hari ia akan duduk di kursi goyang di sebuah pompa bensin. Ia menunggu untuk menyambut pengendara saat mereka melewati kota kecil itu. Pada hari itu, cucunya berlutut di kaki kursinya dan melewati waktu bersamanya.

Ketika mereka duduk dan menyaksikan orang-orang datang dan pergi, seorang pria jangkung, yang pasti turis, melihat sekeliling kota itu seolah-olah ia memeriksa daerah itu untuk tempat tinggal.

Orang asing itu berjalan ke arah mereka dan bertanya, "Jenis apakah kota yang berada di sini?"

Pria tua itu perlahan-lahan beralih ke pria itu dan menjawab, "Yeah, bagaimana dengan kota asalmu?"

Turis itu mengatakn, "Di kota saya semua orang sangat kritis terhadap satu sama lain. Tetangga menggosipkan satu sama lain, dan itu adalah tempat yang negatif untuk hidup. Saya yakin senang meninggalkannya. Itu bukanlah tempat yang damai."

Pria tua di kursi itu memandang orang asing itu dan berkata, "Kau tahu, seperti itulah kota ini."

Satu jam kemudian sebuah keluarga juga melewati untuku mengisi bahan bakar. Mobil itu perlahan berbalik dan meluncur hingga berhenti tepat di mana pria tua dan cucunya duduk. Sang ibu melompat keluar dengan dua anak kecil dan bertanya di mana toilet berada. Pria tua di kursi itu menunjuk, sebuah tanda kecil yang hampir tidak tergantung pada satu paku di sisi pintu.

Sang ayah melangkah keluar dari mobil dan bertanya kepada pria tua itu, "Apakah kota ini tempat yang cukup baik untuk hidup?"

Pria tua di kursi itu menjawab, "Bagaimana dengan kota asalmu?"

Sang ayah memandangnya dan berkata, "Yah, di kota saya semua orang sangat dekat dan selalu memberikan uluran tangan kepada tetangga mereka. Selalu ada kata 'Halo' dan 'Terima kasih' di manapun. Aku benar-benar benci meninggalkannya. Aku merasa hampir seperti meninggalkan keluarga."

Pria tua itu beralih ke sang ayah dan memberinya senyum hangat, "Kau tahu, itu sangat mirip dengan kota kecil ini."

Kemudian keluarga itu kembali ke mobil, mereka mengucapkan terima kasih, melambaikan tangan, dan pergi.

Setelah keluarga itu menjauh, sang cucu menatap kakeknya dan bertanya, "Kakek, kenapa ketika orang pertama kali datang ke kota kita, kakek mengatakan bahwa itu adalah tempat yang mengerikan untuk hidup. Sementara ketika keluarga itu datang mengatakan kepada mereka, kota ini adalah tempat yang indah untuk hidup?"

Kakek yang penuh cinta itu menatap mata  biru sang cucu, lalu berkata, "Tidak peduli di manapun engkau bergerak, bagaimana sikapmu sendiri dan itulah yang membuatnya buruk atau indah."

Sikap kita, dan bukan kecerdasan kita yang menentukan kehormatan kita. Kebahagiaan bukanlah sesuatu yang kita temukan, tetapi sesuatu yang kita buat.

Kisah Inspirasi - Kita Semua Membutuhkan Bantuan

Seorang pria baru saja ingin pulang dari sebuah pusat perbelanjaan ketika ia menemukan ada seorang wanita tua yang berdiri di samping mobilnya. Dari penampilannya, pria tersebut mengira, wanita tua itu seorang pengemis. Terlihat, wanita tua itu tidak punya pekerjaan, rumah, apalagi mobil. Tak lama, si pria merogoh kantongnya, dan bersiap memberikan wanita tua itu uang. 

"Mobil Anda sangat bagus," namun, alih-alih meminta uang seperti dugaan si pria, wanita tua itu ternyata hanya memuji mobilnya sambil tersenyum.

"Terima kasih. Adakah yang bisa saya bantu," setelah hening dan kebingungan selama beberapa saat, ragu-ragu, pria itu bertanya dan memastikan kalau-kalau wanita tua itu butuh bantuan. 
 
Wanita tua itu hanya tersenyum. "Bukankah kita semua butuh bantuan? Adakah yang bisa saya bantu untuk Anda?" Bukannya menjawab, wanita tua itu malah balik bertanya.

Pria itu diam sejenak. Tak lama kemudian, ia bercerita. Sambil bersandar lesu di pintu mobil, ia menceritakan tentang kegagalan pekerjaannya serta soal keadaan rumah tangganya yang berada di ambang kehancuran. Wanita tua itu mendengarkan, sesekali ia memberikan saran. Pembicaraan berlangsung lama. Dua orang asing yang baru bertemu beberapa jam lalu, saling bertukar cerita.

Tiga jam berlalu, pembicaraan harus usai. Si pria yang merasa lebih lega menawarkan untuk mengantarkan wanita tua itu pulang. Tetapi wanita tua itu menolak. "Tidak perlu, saya bisa pulang ke mana saja. Saya punya banyak 'rumah'," katanya sambil tertawa.

Pria itu tersenyum. Ia mengambil dompet dari saku celananya, mengambil beberapa lembar uang, lalu mencoba menyisipkan uangnya di tangan wanita tua itu. "Kalau begitu, ambillah ini untuk membeli bahan makanan selama beberapa hari ke depan," pria itu menawarkan.

Namun, wanita itu tetap menolak. Ia mengembalikan lagi uang yang diberikan si pria. "Terima kasih. Saya masih punya uang yang cukup untuk membeli makanan. Saya hanya perlu teman mengobrol. Terima kasih untuk bantuannya," tutur wanita tua itu ramah, sembari berlalu meninggalkan pria yang justru kebingungan.

Manusia terlahir sebagai makhluk sosial. Sekuat apa pun itu, kita selalu butuh dan tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Tak peduli seberapa banyak uang, ataupun materi yang kita punya, kita selalu membutuhkan orang lain. Di sisi lain, tidak peduli seberapa buruknya kita atau seberapa miskin dan "tidak punya"-nya kita, kita juga selalu bisa menawarkan dan memberikan bantuan bagi orang lain.

Bantuan sendiri, tidak melulu harus dengan uang ataupun materi. Sebuah hal sederhana dan bahkan bisa diberikan cuma-cuma, seperti kata-kata menyejukkan atau telinga yang mau mendengarkan, bisa berarti banyak dan tak ternilai bagi orang lain. Ingat, kita semua selalu butuh bantuan, dan meminta bantuan tak selalu berarti kita lemah. Terkadang, ini menunjukkan sisi kemanusiaan kita-yang tak bisa hidup tanpa orang lain.

Kisah Inspirasi - Berbuat Baik juga Tidak Selalu Baik

Tayangan CNN membuat sedikit tercengang perihal seorang pria di Amerika Serikat didenda hampir Rp 3,5 juta hanya gara-gara memberi 1 dolar kepada gelandangan di tepi jalan. Namun setelah menyimak lebih lanjut rasanya kita bisa menerima dan mengerti permasalahannya.

Di pengadilan John Davis yang kena denda itu pertama dituduh membuang sampah sembarangan. Davis membela diri bahwa uang bukanlah sampah. Benar juga dan tuduhan itu dibatalkan. Akhirnya ia didakwa bersalah karena memberi uang di pinggir jalan yang hal itu dilarang keras oleh undang-undang. Alasannya bisa berbahaya untuk dirinya sendiri, gelandangan itu dan pengendara lain. Davis menerima hal ini dan bersedia membayar denda. Di penutup sidang dia masih sempat berseloroh dengan mengatakan, "Saya senang karena didenda bukan lantaran membuang sampah tetapi karena berbuat baik."

Memang benar bahwa berbuat baik itu tidak selalu baik. Bila kita menilik fakta sehari-hari yang kerap terjadi, khususnya dalam keluarga-keluarga. Banyak orangtua gagal mendidik anak karena mereka sering menyenangkan dan bukan mendidik. Orangtua kerap memanjakan anak-anak dengan memberi semua permintaan anak-anak mereka. Kebaikan yang kurang bijaksana itu justru menjadi racun untuk mereka. Kebutuhan dasar anak-anak sebenarnya terutama bukan materi segala tetapi kasih sayang, perhatian dan kehadiran.

Banyak orangtua berprinsip bahwa dengan memberi sebanyak-banyaknya mereka telah sempurna dalam perhatian dan tanggung jawab namun mereka lupa memberi "sesuatu" untuk mengisi hati dan pikiran mereka yakni kasih sayang. Anak-anak lapar akan kasih sayang dan haus akan kehadiran. Tetapi "kelaparan dan kehausan" ini kerap terabaikan karena kesibukan para orang tua atau salah memberi pendidikan yang bijaksana dan benar.

Maka ketika orangtua melihat bahwa anak-anaknya tidak seperti yang mereka harapkan, dalam kekecewaan mereka sering mengatakan, "Kebaikan apalagi yang harus saya berikan untukmu. Apa permintaanmu selalu aku penuhi dan banyak biaya telah habis hanya untukmu, namun semua sia-sia."

Orang bijak mengatakan kalau kita mau membantu orang lain janganlah bantu dengan memberi makanan tetapi bantulah dia bagaimana dia bisa bertahan hidup. Bisa kita aplikasikan secara sederhana. Kalau kita mau menunjukkan kebaikan kepada anak janganlah racuni mereka dengan memberi kelimpahan materi tetapi berilah dia ajaran dan pendidikan yang mencerahkan pikiran, mental dan kepribadiannya sehingga di mana pun dan ke mana pun mereka melangkah akan tetapi eksis dan bertahan untuk hidup. Intinya berilah pendidikan untuk hidup dan bukan kebaikan untuk menyenangkan dan memanjakan.

Karena itu janganlah melulu memberi tetapi kadang kita perlu "menantang dan mencambuk" anak-anak  supaya mereka menjadi pribadi yang tahu berpikir dan bertanggugjawab. Kadang marah pun perlu karena itu adalah salah satu wujud kasih sayang dan juga dengan kemarahan itu anak-anak ditempa bahwa hidup bukanlah selalu enak. Hidup bukanlah selalu sesuai dengan keinginan mereka

Tanyakan pada Diri Sendiri 'Mengapa?'

Seorang pekerja wanita berangkat dari rumahnya ke kantor dengan menggunakan bus antar-jemput yang mengantarkan terlebih dahulu pekerja lain di beberapa kantor di sekitarnya. Bus itu mengantarkan wanita tadi satu jam lebih awal dari jam kerjanya. Saat pulang kerja, bus itu menjemputnya ke kantor sekitar 50 menit setelah ia menyelesaikan pekerjaannya. Secara keseluruhan dua jam telah terbuang percuma sehingga ia menjadi lelah. Apalagi ia harus bangun pagi agar tidak tertinggal bus jemputannya itu, yang akhirnya ia mengorbankan waktu tidurnya juga.

"Mengapa engkau tidak menggunakan kereta saja? Layanan seperti itu lebih mewah, tepat waktu, murah, dan nyaman," kata seseorang kepada wanita itu.

"Saya tidak pernah menggunakan kereta dalam hidup saya."

"Tapi kereta lebih murah beberapa puluh ribu setiap  bulannya dibandingkan membayar bus."

"Tidak, aku tidak menggunakan taksi dan kereta karena ini adalah aturan hidup saya."

"Mengubah aturan dan mulailah menggunakanya, banyak kok para profesional termasuk senior eksekutif yang menggunakan layanan kereta," kata orang itu kembali.

"Tidak, aku tidak pernah menggunakan kereta."

"Hidup Anda akan lebih mudah, apa gunanya tidak menggunakannya?"

"Tidak, aku bla…bla…bla.., aku tidak akan menggunakannya."

"Ayo, coba besok. Satu hari saja. Aku tidak akan meminta Anda setelah itu," kata orang itu lagi.

"Baiklah, jika Anda bersikeras, aku akan mencobanya," kata wanita itu akhirnya.

Setelah beberapa hari kemudian.

"Pak, saran terindah yang Anda berikan pada saya.  Hidup saya kini jauh lebih santai. Saya sangat berterima kasih  kepada Anda atas sarannya. Dengan ini saya menghemat waktu, upaya, dan uang," kata wanita itu.

"Sama-sama," kata pria itu.

Apakah kita memiliki semacam paradigma dan prinsip-prinsip dalam hidup kita? Apakah kita memiliki pendekatan yang keras kepala ketika ada usaha mengubah kebiasaan kita? Apakah kita takut mencoba hal baru?  Apakah kita menyukai status quo? Jika ya, sayangnya kita tidak layak memiliki gaya hidup yang lebih baik. Namun, jika kita percaya akan sesuatu yang terjadi dan percaya pada perbaikan terus-menerus, maka kita harus berpikir sebaliknya.

Apa pun yang kita lakukan dalam hidup, tanyakan pada diri sendiri mengapa kita lakukan itu? Apa manfaat saya keluar dari itu? Alternatif apa yang bisa saya pertimbangkan dalam rangka meningkatkan apa yang saya lakukan? Siapa yang bisa kita cari untuk mendukung kita? Apakah ada lagi cara terbaik untuk melakukan ini? Haruskah saya benar-benar berhenti melakukan ini sama sekali?

Inspirasi - Jangan Biarkan Pikiran Dibatasi

Berikut ini adalah kisah tentang George Dantzig, seorang matematikawan terkenal, yang sumbangannya terhadap operasi riset dan sistem rekayasa, telah membuat namanya abadi.

Sebagai seorang mahasiswa, George belajar sangat keras hingga sering larut malam. Hingga ia pun terlambat ke kampus, bahan pernah tertidur baru pagi hari, dan terlambat 20 menit untuk kelas Prof. Neyman.

Ia segera menyalin dua soal matematika di papan tulis, dengan asumsi bahwa itu adalah tugas pekerjaan rumah. Butuh waktu beberapa jam untuk menyelesaikan dua soal itu, tapi akhirnya ia mengerjakan itu sebagai pekerjaan rumah untuk keesokan harinya.

Sejak George datang terlambat ke kelasnya, ia tidak lagi mendengar profesor mengumumkan bahwa dua persamaan terpecahkan di papan soal matematika. Pikirannya selalu tergoda, bahkan Einstein saja tidak bisa menjawab. Tapi George Dantzig, bekerja tanpa keterbatasan pikiran, telah memecahkan tidak hanya satu, tapi dua soal yang membingungkan matematikawan selama ribuan tahun.

Sederhananya, George memecahkan masalah karena ia tidak tahu bahwa ia tidak bisa.

Demikianlah, kita tidak terbatas pada kehidupan kita sekarang. Kita telah menerima apa yang terbaik yang dapat kita lakukan pada saat ini. Setiap kali kita siap untuk melampaui batasan saat ini dalam hidup, kita mampu melakukan hal itu dengan memilih pikiran yang berbeda. Yang harus kita lakukan adalah mencari tahu bagaimana kita dapat melakukannya, bukan apakah kita bisa atau tidak. Dan sekali kita telah membuat pikiran kita untuk melakukannya, sungguh menakjubkan betapa pikiran kita mulai mencari tahu bagaimana.

Seseorang hanya dibatasi oleh pikiran bahwa ia memilih.

Kisah ini pun mulai menyebar dan digunakan sebagai pelajaran motivasi untuk menunjukkan kekuatan berpikir positif. Namun seiring waktu nama Dantzig telah dihapus dan fakta yang diubah, tapi kisah  dasar ini telah menjadi sebuah legenda.