Tuesday, April 29, 2014

Tersenyumlah Dengan Hatimu

Berikut ini kisah seorang ibu dari tiga anak yang menceritakan pengalamannya menyelesaikan kuliah di Universitas di Jerman.

Dalam kelas terakhir yang saya ikuti, saya mendapatkan tugas dari Dosen. Tugas terakhir yang diberikan ke para siswanya diberi nama "Smiling." Seluruh siswa diminta untuk pergi ke luar dan memberikan senyumnya kepada tiga orang asing yang ditemuinya dan mendokumentasikan reaksi mereka.

Setelah itu setiap siswa diminta untuk mempresentasikan didepan kelas. Saya adalah seorang yang periang, mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang. Jadi, saya pikir,tugas ini sangatlah mudah. Setelah menerima tugas tersebut, saya bergegas menemui suami saya dan anak bungsu saya yang menunggu di taman di halaman kampus, lalu pergi ke sebuah restoran cepat saji yang berada di sekitar kampus.

Pagi itu udaranya sangat dingin dan kering. Ketika saya sedang dalam antrian, menunggu untuk dilayani, mendadak setiap orang di sekitar kami bergerak menyingkir, dan bahkan orang yang semula antri dibelakang saya ikut menyingkir keluar dari antrian.

Suatu perasaan panik menguasai diri saya, ketika berbalik dan melihat mengapa mereka semua pada menyingkir? Saat berbalik itulah saya membaui suatu "bau badan kotor" yang cukup menyengat, ternyata tepat di belakang saya berdiri dua orang lelaki tunawisma yang sangat dekil! Saya bingung, dan tidak mampu bergerak sama sekali. Ketika saya menunduk, tanpa sengaja mata saya menatap laki-laki yang lebih pendek, yang berdiri lebih dekat dengan saya, dan ia sedang "tersenyum" kearah saya.

Lelaki ini bermata biru, sorot matanya tajam, tapi juga memancarkan kasih sayang. Ia menatap kearah saya, seolah ia meminta agar saya dapat menerima 'kehadirannya' ditempat itu. Ia menyapa "Good day!" sambil tetap tersenyum dan sembari menghitung beberapa koin yang disiapkan untuk membayar makanan yang akan dipesan. Secara spontan saya membalas senyumnya, dan seketika teringat oleh saya 'tugas' yang diberikan oleh dosen saya.

Lelaki kedua sedang memainkan tangannya dengan gerakan aneh berdiri di belakang temannya. Saya segera menyadari bahwa lelaki kedua itu mengalami masalah mental, dan lelaki dengan mata biru itu adalah "penolong"nya. Saya merasa sangat prihatin setelah mengetahui bahwa ternyata dalam antrian itu kini hanya tinggal saya bersama mereka,dan kami bertiga tiba-tiba saja sudah sampai di depan counter.

Ketika wanita muda di counter menanyakan kepada saya apa yang ingin saya pesan, saya persilahkan kedua lelaki ini untuk memesan duluan. Lelaki bermata biru segera memesan "Kopi saja, satu cangkir Nona." Ternyata dari koin yang terkumpul hanya itulah yang mampu dibeli oleh mereka (sudah menjadi aturan, jika ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh, maka orang harus membeli sesuatu).

Tampaknya kedua orang ini hanya ingin menghangatkan badan. Tiba-tiba saja saya diserang oleh rasa iba yang membuat saya sempat terpaku beberapa saat, sambil mata saya mengikuti langkah mereka mencari tempat duduk yang jauh terpisah dari tamu-tamu lainnya, yang hampir semuanya sedang mengamati mereka. Pada saat yang bersamaan, saya baru menyadari bahwa saat itu semua mata di restoran itu juga sedang tertuju ke diri saya, dan pasti juga melihat semua 'tindakan' saya.

Saya baru tersadar setelah petugas di counter itu menyapa saya untuk ketiga kalinya menanyakan apa yang ingin saya pesan. Saya tersenyum dan minta diberikan dua paket makan pagi (di luar pesanan saya) dalam nampan terpisah. Setelah membayar semua pesanan, saya minta bantuan petugas lain yang ada di counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke meja/tempat duduk suami dan anak saya.

Sementara saya membawa nampan lainnya berjalan melingkari sudut kearah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu untuk beristirahat. Saya letakkan nampan berisi makanan itu di atas mejanya, dan meletakkan tangan saya di atas punggung telapak tangan dingin lelaki bemata biru itu, sambil saya berucap "makanan ini telah saya pesan untuk kalian berdua." Kembali mata biru itu menatap dalam ke arah saya, kini mata itu mulai basah berkaca-kaca dan dia hanya mampu berkata "Terima kasih banyak, nyonya."

Saya mencoba tetap menguasai diri saya, sambil menepuk bahunya saya berkata "Sesungguhnya bukan saya yang melakukan ini untuk kalian, Tuhan juga berada di sekitar sini dan telah membisikkan sesuatu ketelinga saya untuk menyampaikan makanan ini kepada kalian." Mendengar ucapan saya, si Mata Biru tidak kuasa menahan haru dan memeluk lelaki kedua sambil terisak-isak.

Saat itu ingin sekali saya merengkuh kedua lelaki itu. Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika saya berjalan meninggalkan mereka dan bergabung dengan suami dan anak saya, yang tidak jauh dari tempat duduk mereka. Ketika saya duduk suami saya mencoba meredakan tangis saya sambil tersenyum dan berkata "Sekarang saya tahu, kenapa Tuhan mengirimkan dirimu menjadi istriku, yang pasti, untuk memberikan 'keteduhan' bagi diriku dan anak-anakku! " Kami saling berpegangan tangan beberapa saat dan saat itu kami benar-benar bersyukur dan menyadari, bahwa hanya karena 'bisikanNya' lah kami telah mampu memanfaatkan 'kesempatan' untuk dapat berbuat sesuatu bagi orang lain yang sedang sangat membutuhkan.

Sebelum beranjak meninggalkan restoran saya sempatkan untuk melihat kearah kedua lelaki itu, dan seolah ada 'magnit' yang menghubungkan bathin kami, mereka langsung menoleh kearah kami sambil tersenyum, lalu melambai-lambaikkan tangannya kearah kami. Dalam perjalanan pulang saya merenungkan kembali apa yang telah saya lakukan terhadap kedua orang tunawisma tadi, itu benar-benar 'tindakan' yang tidak pernah terpikir oleh saya

Monday, April 21, 2014

Resep Jadi Orang Beruntung

Joe Bertie (43) ikut berlomba di lomba maraton tertua dunia, Boston Marathon. Ia selamat tanpa cedera dari pemboman di garis finis yang terjadi Senin lalu, 15 April. Padahal ada tiga orang tewas dan lebih dari 180 orang terluka. Dua hari kemudian, ia berada lagi di dekat TKP ledakan besar di pabrik pupuk di West, Texas. Toh ia selamat lagi. Di YouTube Anda dengan mudah menemukan peristiwa keberuntungan yang aneh-aneh. Parfum legendaris Chanel No. 5 pun sukses sampai hari ini, konon karena Coco Chanel percaya angka 5 itu angka keberuntungannya.

Di sisi lain, tak sedikit orang yang sial melulu, entah dalam soal pekerjaan, jodoh, bisnis, atau apa pun. "Jadi sebenarnya keberuntungan dan kesialan itu ada?"

Untung ada psikolog Prof. Richard Wiseman dari University of Hertfordshire, Inggris. Pada tahun 1993 ia mengawali penelitian terhadap orang-orang "beruntung" dan "sial". Penelitian yang berlangsung selama sepuluh tahun dengan objek penelitian 400 orang tersebut membawanya pada kesimpulan: keberuntungan atau kemalangan ditentukan oleh cara pikir, sikap, dan perilaku. Bukan nasib.

Orang "beruntung" pintar menciptakan dan melihat peluang sebelum mengambil keputusan yang tepat. Mereka menggunakan intuisi, membuat ramalan-ramalan positif tentang diri mereka, yang kemudian menjadi self fulfilling prophesy, dan tangguh di saat kejadian buruk menimpa. Kalau mengalami kejadian buruk, mereka akan bilang, "Untung tidak terjadi lebih buruk."

Orang "sial" umumnya lebih tegang dan penggugup ketimbang yang "beruntung". Padahal menurut penelitian, kegugupan mengganggu kemampuan kita dalam melihat hal-hal tak terduga. Orang "beruntung", lantaran lebih rileks dan terbuka, lebih mampu melihat kesempatan. Tidak melulu terpaku pada yang sedang mereka cari.

Hasil penelitian ini menjelaskan pengakuan Robert Koch (1843 - 1910). Dalam Journal of Outdoor Life (1908) Robert Koch, penemu kuman antraks, kuman TBC, dan kolera dan penerima hadiah Nobel 1906 yang terkenal kegigihannya mengatakan, kesuksesannya karena " ... saya nyasar ke jalur-jalur di mana emas masih berserakan. Memang, membutuhkan keberuntungan untuk membedakan mana emas mana bukan." Berkat Richard Wiseman, tersedia penjelasan bagaimana keberuntungan bekerja bagi Koch dan … bagi kita semua.

Memberi dari Kekurangan

Mahatma Gandhi pergi dari kota ke kota, desa ke desa mengumpulkan dana untuk Charkha Sangh. Dalam salah satu perjalanannya ia berpidato di daerah Orissa. Setelah pidatonya selesai seorang wanita tua bangun. Ia membungkuk karena usianya yang sudah uzur, rambutnya abu-abu dan pakaiannya compang-camping.

Para relawan mencoba menghentikannya, tapi wanita itu berjuang untuk sampai ke tempat Gandhi duduk. "Aku harus menemuinya," ia bersikeras dan ketika sampai ia menyentuh kaki Gandhi. Kemudian dari lipatan sarinya ia mengeluarkan koin tembaga dan meletakkan di depan kaki Gandhi. Gandhi mengambil koin tembaga itu dan menyimpannya dengan hati-hati.

Pemegang dana Charkha Sangh, Jamnalal Bajaj, meminta koin itu dari Gandhi tapi Gandhi menolak. "Aku selalu menjaga banyak cek senilai ribuan rupee untuk Charkha Sangh," kata Jamnalal Bajaj sambil tertawa, "Namun Anda tidak mempercayai saya dengan koin tembaga itu."

"Ini koin tembaga lebih bernilai daripada ribuan rupee itu," kata Gandhi. "Jika seorang pria memiliki beberapa lakhs dan ia memberikan seribu atau dua ribu, itu tidak berarti banyak. Tapi koin ini mungkin dimiliki oleh perempuan miskin. Ia memberi saya semua yang ia punya. Itu sangat murah hati. Pengorbanan besar yang ia buat. Itulah sebabnya saya menghargai koin tembaga ini lebih daripada ribuan rupee." (*)

Raja Dengan Satu Mata dan Satu Kaki

Alkisah, sebuah negeri dipimpin oleh seorang Raja yang terkenal tangguh dan pemberani. Raja ini terkenal karena keberanian dan kegarangannya di medan perang. Sayangnya, Raja tersebut hanya memiliki satu mata dan satu kaki akibat peperangan yang dialaminya.

Suatu ketika Raja itu meminta kepada para seniman di seluruh negeri untuk membuat lukisan dirinya. Satu pesannya, Raja meminta agar lukisan yang  dihasilkan dapat menggambarkan kebesaran dirinya dengan sesungguhnya dan apa adanya.

Tetapi, tak satupun pelukis terkenal yang berani melukis sang raja apa adanya dengan cacat satu mata dan satu kaki. Mereka merasa tidak dapat menggambarkan kebesaran yang dimiliki sang raja. Mereka juga merasa takut raja menjadi murka karena lukisan yang dihasilkan justru akan menunjukkan kelemahan sang raja.

Tanpa dinyana, seorang pelukis muda memberanikan dirinya memohon kepada raja untuk diperbolehkan melukiskan kebesaran dan kehebatan sang raja. Raja pun mengijinkannya dan memberinya waktu satu bulan untuk menyelesaikan lukisan tersebut.

Satu bulan berlalu, pelukis muda itu bermaksud menyampaikan hasil lukisannya kepada sang raja. Banyak pelukis lain yang menanti apa yang dihasilkan oleh pelukis muda itu.

Ternyata dalam lukisan tersebut pelukis muda menggambarkan sang raja sedang berburu dan membidik dengan memejamkan satu matanya serta menekuk salah satu kakinya. Raja pun puas dan berterima kasih atas lukisan itu.

Sering kali kita melihat diri hanya pada kekurangan atau kejelekannya saja. Padahal bila kita memfokuskan pada kelebihan dan kekuatan yang kita miliki, kita bisa lebih optimis.

 

Kekayaan Surgawi

Alkisah seorang pengembara tiba di sebuah negeri di Timur Tengah. Ia mendengar ada seorang bijaksana di negeri itu, ia pun ingin menemuinya. Pria bijaksana itu dikenal saleh, dan baik hati sehingga banyak orang mengasihinya.

Tidak sulit bagi pengembara itu untuk menemukan pria bijaksana itu. Ketika pengembara itu bertanya kepada orang yang ditemuinya di jalan dimana rumah pria bijaksana itu, ia langsung menunjukkan ke arah ujung perkampungan. Sebuah gubuk reyot berdiri di ujung perkampungan itu.

Ketika ia mengetuk pintu gubuk itu, muncul seorang pria tua yang menyilakannya masuk. Pengembara itu sangat terkejut mendapati bahwa pria bijaksana itu tinggal di gubuk reyot yang hanya terdapat sebuah meja, sebuah kursi, sebuah kompor, dan alat memasak sekadarnya.

Karena merasa tidak nyaman, pengembara itu bertanya, "Dimana perabot rumah Anda?"

Orangtua tadi balik bertanya dengan lembut, "Mana milik Anda?"

"Tentu saja di rumah saya. 'Kan saya sedang merantau, tidak mungkin saya membawa perabotan saya," jawab pengembara itu.

"Saya juga," jawab orang bijak itu, "saya 'kan sedang merantau di dunia ini."

Sadarkah kita bahwa kita sebenarnya hanya perantau di dunia ini? Rumah kita adalah surga. Namun banyak orang saat ini melupakan bahwa diri mereka adalah perantau sehingga mereka menyibukkan diri mengumpulkan harta di dunia ini. Pada akhirnya semua harta dunia itu tidak dapat dibawa ketika tiba saatnya kita berpulang ke rumah Tuhan.

Mari gunakan harta duniawi itu untuk menghasilkan kekayaan surgawi.

Tuesday, April 15, 2014

Ketika Tuhan Menciptakan Ayah

Ketika itu Tuhan menciptakan seorang ayah, ia mulai dengan badannya yang tinggi. Seorang malaikat perempuan di dekatnya berkata, "Apa itu tuhan? Jika Engkau membuat anak-anak begitu dekat dengan tanah, mengapa Engkau memasukkan seorang ayah dengan badan yang tinggi? Ia tidak akan mampu menembak kelereng tanpa berlutut, melihat anak yang bersembunyi di bawah tempat tidur tanpa membungkuk, bahkan mencium anaknya tanpa membungkuk."

Tuhan tersenyum dan berkata, "Ya, tetapi jika Aku membuatnya seukuran dengan anak-anak, siapa yang akan dihormati oleh anak-anak?"

Dan ketika Tuhan menciptakan tangan ayah, tangannya lebih besar. Malaikat itu menggeleng dan berkata, "tangan yang besar tidak bisa mengganti popok, menekan tombol kecil, mengikatkan karet gelang pada ekor kuda anak perempuan, atau menghilangkan kotoran serangga pada bola kasti."

Sekali lagi Tuhan tersenyum, dan berkata, "Aku tahu, tapi tangan yang cukup besar itu bisa menampung semua kebutuhan anak-anak yang bermuara dari saku kantungnya, namun masih cukup kecil untuk menampung wajah anak kecil dalam pelukannya."

Kemudian Tuhan membentuk kaki yang panjang dan bahu lebar. "Sadarkah Kau bahwa Engkau baru saja membuat seorang ayah tanpa pangkuan?" Malaikat itu tertawa.

Tuhan berkata, "Seorang Ibu membutuhkan pangkuan. Seorang ayah membutuhkan bahu yang kuat untuk menarik kuda-kudaan, untuk menyeimbangkan anak laki-laki belajar sepeda, atau memegang kepala yang mengantuk dalam perjalanan pulang dari menonton sirkus."

Ketika Tuhan hendak menciptakan kaki yang lebih besar dari biasanya, malaikat itu tidak bisa menahan diri lagi. "Itu tidak adil. Apakah Engkau benar-benar berpikir kaki mereka yang besar bisa berlari dengan cepat di pagi hari saat bayi menangis, atau berjalan di antara tamu saat pesta ulang tahun tanpa menyenggol satu atau dua tamu?"

Tuhan tersenyum lagi dan berkata, "Kaki yang besar itu akan kuat mendukung anak kecil yang ingin naik ke atas tempat permainan atau karena kejatuhan tikus, atau mengambil sepatu dari display toko di tempat yang tinggi." Tuhan bekerja sepanjang malam, memberikan seorang ayah beberapa kata, suara yang berwibawa, mata yang bisa melihat segala sesuatu, tapi tetap tenang, dan toleran."

Akhirnya, ketika hampir selesai, sambil berpikir, Tuhan pun menambahkan air mata. Kemudian Ia berpaling kepada malaikat itu dan berkata, "Sekarang, puaskah kau bila ia pun bisa mencintai sebesar cinta Ibu?"

Malaikat itu tidak berkata apa-apa lagi.

Monday, April 7, 2014

Cobalah Mengerti AKU

Seorang pemuda berdoa. Dia berlutut karena merasa sudah tak berdaya lagi untuk menjalani hari-harinya. Dia berseru-seru, berharap Tuhan mau mengerti tentang penderitaan hidupnya.

"Tuhan, apa yang Kau mau dariku? Mengapa Kau tak pernah bisa mengerti tentang keadaan hidupku? Kemana Engkau saat aku terpuruk Tuhan?" tanya pemuda itu dalam doanya.

Tiba-tiba Tuhan menjawab, "Aku selalu ada di dekatmu. Aku selalu berada di sisimu. Aku selalu melangkah bersamamu. Aku selalu menjagamu."

Pemuda itu berkata lagi, "Lihatlah yang aku alami saat ini. Aku kehilangan pekerjaan. Aku juga ditinggalkan oleh kekasihku. Hidupku sudah hancur Tuhan. Cobalah Kau mengerti aku.

Tuhan pun kembali berkata, "Aku selalu mengerti kamu, tapi apakah kau bisa mengerti Aku?"

Pemuda itu pun kembali  bertanya, "Jika Engkau mengerti, mengapa semua ini terjadi?"

Akhirnya Tuhan menjawab, "Aku ingin menempatkanmu pada pekerjaan yang lebih baik. Aku mengeluarkanmu dari tempat kerjamu yang lama. Jika kamu mau bersabar dan terus mencari, maka kamu akan mendapatkan pekerjaan sesuai dengan yang Aku janjikan padamu. Dan tentang pasangan hidup, Aku membuatmu berpisah dengan kekasihmu karena dia tidak setia. Dia tidak bisa menjadi istri yang baik dalam kehidupanmu. Oleh sebab itu aku telah menyediakan yang terbaik untukmu dan sebentar lagi kamu akan bertemu dengannya. Jadi tolong, cobalah untuk memahami-Ku."

"Maafkan aku Tuhan, aku selalu bersandar pada pengertianku sendiri," jawab Pemuda itu dalam doanya.

Bakso dan Mangkoknya

Pada suatu kali Andi mengikut acara rekreasi sebuah komunitas. Saat acara makan tiba, salah satu makanan favorit peserta adalah bakso. Maka, anak-anak kecil pun mengantri di depan panci bakso.Tiba-tiba terdengar suara pertengkaran. Ternyata, dua orang anak berebut.

Andi pun datang melerai, "Kenapa berebut mangkok? Bukankah masih banyak mangkok kosong yang lain?" Rupanya kedua anak itu sama-sama ingin memakai mangkok yang bergambarkan tokoh kartun favorit mereka.  Aneh ya, kenapa malah mangkok yang diributkan, padahal yang  akan dimakan 'kan baksonya.

Terkadang kita pun sama seperti anak-anak itu. Kita direpotkan oleh banyak hal yang tidak penting dan menomorduakan hal yang penting. Kita meributkan "mangkok", dan justru  mengabaikan "baksonya". Kita sering merasa iri dengan "mangkok" milik tetangga dan tidak bahagia dengan mangkok kita. Akibatnya, kita jadi tertekan dan sulit untuk bersyukur.

Kehidupan itu ibarat bakso, sedangkan karir, kekayaan, jabatan adalah mangkok. Mangkok hanyalah alat untuk menampung bakso. Seberapa pun bagusnya mangkok itu tidak akan mengubah rasa baksonya.

Maka, marilah kita merawat kehidupan kita, dengan memfokuskan hidup kita pada kebenaran.

Jawaban 'Ya' Ketika Datang Permohonan Bantuan

Cerita Motivasi Hari Ini:
Kisah ini terjadi saat Thomas Jefferson menjabat sebagai Presiden AS. Suatu ketika ia  dan sekelompok wisatawan melintasi sungai yang sedang meluap. Setiap orang yang menyeberangi sungai dengan kudanya berjuang agar tidak hanyut. Seorang wisatawan menyaksikan sekelompok orang sedang melintasi sungai yang berbahaya itu, dan ia meminta Presiden Jefferson untuk membawa mereka menyeberang.

Presiden setuju tanpa ragu-ragu, ia naik ke kuda, dan ia berhasil menyelamatkan dua orang ke sisi lain dari sungai itu. Seseorang bertanya kepada wisatawan yang menyuruh Presiden tadi, "Mengapa Anda memilih Presiden untuk membantu mereka?"

Pria itu terkejut, mengakui ia tidak tahu kalau itu adalah Presiden Amerika Serikat yang telah membawa rakyatnya dengan aman di seluruh negeri.

"Yang saya tahu," katanya, "pada wajah beberapa orang tampak tidak bersahabat, sementara pada wajahnya terlihat seperti menjawab 'ya' pada permohonan bantuan saya itu."

"Keputusan paling penting yang saya buat setiap hari adalah pilihan sikap saya. Ketika sikap saya benar tidak ada penghalang terlalu tinggi , tidak ada lembah terlalu dalam , tidak ada mimpi yang terlalu ekstrim dan tidak ada tantangan yang terlalu besar . " - Charles Swindoll

Thursday, April 3, 2014

Kunci Menjual: Mengakui Kelemahan

Pada pertengahan tahun 1980-an para peneliti di Cleveland State University membuat penemuan mengejutkan.

Para peneliti itu melakukan percobaan dengan menciptakan dua calon karyawan fiktif, David dan John. Para kandidat memiliki surat lamaran dan surat referensi yang sama. Satu-satunya perbedaan adalah dalam surat lamaran John tertulis kalimat, "Kadang-kadang, John sulit untuk bergaul dengan orang lain."

Mereka menunjukkan surat lamaran tersebut ke sejumlah direksi sumber daya. Kandidat manakah yang disukai oleh para direktur itu? Ternyata, John, yang mengakui sulit bergaul dengan orang lain.

Para peneliti menyimpulkan bahwa kelemahan dari John justru membuatnya benar-benar dipercaya. Kelemahan John justru benar-benar membantu lamaran John. Mengakui kelemahan memberikan kredibilitas lebih. Itulah kunci menjual.