Sunday, March 30, 2014

Belajar tentang Kasih, Kehilangan dan Belarasa

Ini kisah Henri yang menceritakan tentang pengalamannya.

Sering kali binatang dapat mengajar kita untuk mencintai dan berbelarasa. Sebenarnya saya tidak begitu suka akan hewan peliharaan seperti anjing, kucing, ataupun burung nuri. Saya merasa tidak senang kalau kawan-kawan saya mulai berbicara mengenai hewan piaraan. Tetapi, saya harus mengakui bahwa salah satu kenangan yang masih segar dalam ingatan saya, berhubungan dengan seekor kambing kecil yang diberikan oleh ayah untuk saya pelihara, menjelang akhir Perang Dunia Kedua. Kambing itu diberi nama Walter.

Kami tinggal di wilayah Belanda yang terpisah oleh sungai dari pasukan pembebasan. Orang-orang di wilayah itu banyak yang mati kelaparan.

Saya senang akan kambing kecil saya. Berjam-jam saya mencarikan rumput untuknya, membawanya berjalan-jalan, bermain-main dengannya, menarik tanduknya yang sedang tumbuh. Saya membopongnya, membuatkan rumah baginya di garasi, membuat kereta kecil untuk ditariknya. Kalau saya bangun pagi hari, saya memberinya makan, dan sesudah saya kembali dari sekolah saya memberinya makan lagi, membersihkan kandangnya, dan berbicara dengannya mengenai berbagai macam hal. Saya sungguh-sungguh bersahabat dengan Walter, kambing kecil itu.

Pada suatu pagi, ketika saya masuk ke dalam garasi, ternyata kandangnya kosong. Walter dicuri. Saya tidak ingat apakah saya pernah menangis sejadi-jadinya seperti pada waktu itu. Saya menangis berteriak karena sedih. Ayah dan ibu saya tidak dapat menenangkan hati saya. Itulah pertama kalinya saya belajar mengenai kasih dan kehilangan.

Beberapa tahun kemudian, setelah perang selesai dan kita mempunyai makanan cukup lagi, ayah saya mengatakan kepada saya bahwa tukang kebun kami mengambil Walter untuk disembelih oleh keluarganya yang sudah tidak mempunyai apa-apa lagi. Ayah saya tahu bahwa yang mengambil adalah tukang kebun, tetapi tidak pernah menanyainya – juga ketika ia melihat betapa saya sedih.

Sekarang saya sadar, baik Walter maupun ayah saya mengajarkan sesuatu kepada saya mengenai belarasa. (Buah Pengharapan)

Nikmati Momentnya

Seorang ayah memenuhi janjinya untuk mengajak anaknya pergi memancing. Di antara jadwalnya yang padat, sang ayah berusaha mengambil cuti. Akhirnya, berangkatlah ia bersama anaknya, untuk pergi memancing. Seharian mereka memancing, tetapi tidak seekor ikanpun di dapat. Dengan marah-marah, mereka pun pulang sore harinya.

Puluhan tahun berlalu, ternyata pengalaman tadi mereka catat masing-masing dalam agenda harian mereka. Ketika dibaca ulang, agenda si ayah bunyinya seperti berikut ini, "Kurang ajar. Hari yang sial! Saya sudah cuti seharian untuk memancing, ternyata tidak mendapatkan ikan seekorpun. Sebel banget!"

Sementara, agenda anaknya pun dibuka, ternyata kalimatnya seperti ini, "Terima kasih, Tuhan. Hari yang luar biasa. Saya pergi memancing bersama ayah. Meskipun tidak mendapatkan seekor ikan pun, tetapi saya punya kesempatan ngobrol banyak dengan ayah. Sangat menyenangkan!"

Betapa berbedanya sudut pandang sang ayah dengan anaknya. Bagi ayah, yang terpenting adalah mendapatkan ikan-ikan. Sementara bagi si anak, justru pengalaman memancing bersama itulah yang menyenangkan.

Sunday, March 23, 2014

Kisah John Lenon

Ketika John Lennon ditembak di New York tahun 1980, mantan The Beatles itu mewariskan US$ 550 jt + lagu Imagine, Lagu Love n Peace tersebut, yang diwariskan bagi dunia. Itu sungguh luar biasa.

Namun, majalah Time berhasil mewancarai Julian, putra John Lennon yang berkata jujur tentang ayahnya itu. Satu-satunya yang diajarkan dan diwariskan ayah kepada saya adalah bagaimana caranya Tidak menjadi seorang ayah yang baik menurut saya, Ayah adalah orang yang munafik.

Boleh saja dia mengagungkan Perdamaian dan Cinta ke seluruh dunia, tetapi ia tidak pernah menunjukkannya kepada orang-orang yang seharusnya paling berarti baginya, isteri dan putranya. Bagaimana Anda bisa berbicara tentang perdamaian dan cinta namun memiliki keluarga yang tercerai berai, tidak ada komunikasi dan perceraian?

Membaca kisah hidup John Lennon yang diungkap oleh anaknya sendiri sangatlah menyedihkan. Meski ia terlihat begitu sukses dan kaya, sebenarnya ia sangatlah miskin dan gagal dalam menjalani kehidupan. Sebagai orang tua, jangan sampai kita terjebak dengan materialisme sehingga menganggap bahwa uang, kekayaan, dan pekerjaan adalah segala-galanya.

Ingatlah bahwa keluarga dan anak-anak kita jauh lebih penting dari semuanya itu.

Meski John Lennon mewariskan $ 550 juta, ia gagal mewariskan arti kehidupan yang sebenarnya kepada keluarga. Meski John Lennon berhasil mewariskan lagu Imagine bagi perdamaian dunia, ia gagal mewariskan cinta dan perdamaian di keluarganya. Berbicara tentang warisan, hampir kebanyakan orang selalu mengaitkan hal ini dengan uang, kekayaan atau segala sesuatu yang bersifat materi.

Sebenarnya ada warisan yang jauh lebih berharga dan bernilai dibandingkan semua materi tersebut, yaitu teladan hidup dan nilai-nilai kehidupan. Warisan berupa kekayaan dan materi bisa hilang, namun warisan berupa teladan dan nilai-nilai kehidupan akan dikenang sepanjang masa. Belum terlambat untuk mewariskan nilai-nilai hidup kepada anak-anak kita