Thursday, December 26, 2013

Orang Percaya Masa Kini Bukan Masa Depan

Cerita motivasi hari ini

Ada seorang pria yang sangat kaya dan sangat kikir. Penduduk desa tidak menyukainya. Suatu hari pria itu berkata kepada penduduk desa, "Entah kalian iri padaku atau kalian tidak mengerti seberapa cintaku pada kekayaanku, hanya Tuhan yang tahu. Meski kalian tidak menyukaiku, asal kalian tahu saja, ketika aku mati, aku tidak akan membawa apapun hartaku. Aku akan meninggalkan semua itu untuk orang lain. Aku akan membuat surat wasiat, dan aku akan memberikan segalanya untuk amal. Maka semua orang akan senang."

Namun kemudian semua orang mencemooh dan menertawakannya. Orang kaya itu berkata kepada mereka, "Apa yang terjadi dengan kalian? Apa kalian tidak bisa menunggu beberapa tahun untuk melihat uangku digunakan untuk amal?"

Penduduk desa tidak percaya padanya. Pria itu berkata, "Apakah kau pikir aku abadi? Aku akan mati seperti orang lain, dan kemudian uangku akan digunakan untuk amal." Ia tidak bisa mengerti mengapa penduduk desa tidak percaya padanya.

Hingga, suatu hari saat ia pergi berjalan-jalan, tiba-tiba hujan mulai turun dengan lebatnya. Ia berlindung di bawah pohon. Di bawah pohon ini ia melihat seekor babi dan sapi. Mereka terlibat dalam sebuah percakapan, dan pria itu mendengar apa yang mereka katakan.

Babi berkata kepada sapi, "Bagaimana mungkin orang lebih menghargaimu dan tak seorang pun menghargaiku? Ketika aku mati, aku memberikan orang dengan bacon, ham, dan sosis. Orang juga dapat menggunakan buluku. Aku memberikan tiga sampai empat hal, sedangkan Kau hanya memberikan satu hal, yaitu susu. Mengapa orang lebih menghargaimu sepanjang waktu dan bukan aku?"

Sapi itu berkata kepada babi, "Dengar, aku memberi mereka susu sementara aku masih hidup. Mereka melihat bahwa saya murah hati dengan apa yang saya miliki. Tapi Kau tidak memberi mereka apa-apa saat kau masih hidup. Hanya setelah kau mati kau berikan ham, bacon, dan sebagainya. Orang-orang tidak percaya di masa depan, mereka percaya pada saat ini. Jika kau memberikan sementara kau masih hidup, orang akan menghargaimu. Sederhana, bukan?"

Sejak saat itu, orang kaya itu memberikan semua yang dimilikinya kepada orang miskin.
Sent from BlackBerry® on 3

Thursday, December 19, 2013

Cahaya Makin Terang Saat Kita Berbagi

Di sebuah kota, tinggal satu keluarga dengan dua orang anak laki-laki. Si sulung berusia 15 tahun, sedangkan si bungsu berusia 10 tahun.

Karena keluarga itu tidak terlalu kaya, kedua anak mereka tidur dalam satu kamar. Mereka selalu akrab, si sulung adalah anak yang cerdas, nilai-nilainya selalu baik dan si bungsu selalu ingin tahu akan segala hal, nilai-nilai sekolahnya juga sama baiknya dengan sang kakak.

Pada suatu malam, si bungsu bertanya pada si sulung, "Kakak, kenapa kita harus berbagi dengan orang lain. Kalau kita sering memberi dan berbagi pada orang lain, apa yang kita miliki akan habis diberikan pada orang lain, iya kan?" ujarnya dengan polos.

Sang kakak tersenyum mendengar pertanyaan dari adiknya, dia selalu senang jika mendapat sebuah pertanyaan, berarti dia akan belajar satu hal baru dari pertanyaan tersebut.

"Sebelum kakak menjawab, kita akan melakukan sebuah percobaan kecil," ujar si sulung. Dia langsung mengambil lima batang lilin kecil dan korek api yang tersimpan di dalam meja belajar. Orang tua mereka sengaja menyimpan benda tersebut agar pada saat pemadaman listrik, mereka berdua tidak bingung mencari lilin di dapur.

Si sulung membuat empat lilin tersebut berdiri di sudut kamar dan memegang satu lilin. "Sekarang, matikan lampu kamar!" perintah si sulung pada adiknya dengan nada lembut.

Pada saat lampu telah mati, si sulung bertanya pada adiknya, "Apa yang bisa kamu lihat sekarang?"

"Aku tidak melihat apa-apa, kak, kamar kita jadi gelap," jawab si bungsu.

"Baiklah..." si sulung lalu menyalakan lilin yang dia pegang dengan sebatang korek. Ruangan sudah sedikit terang, tetapi belum sepenuhnya terang. "Sekarang, lilin yang aku pegang akan membagikan sinarnya pada lilin yang lain," Si sulung menyalakan satu lilin dengan lilin yang dia pegang. Ruangan lebih terang. Lalu lilin kedua, ruangan lebih terang lagi. Begitu seterusnya hingga lilin kelima menyala.

"Lihat, sekarang ruangan kita sudah terang," ujar si sulung sambil tersenyum. "Kamu bisa menyimpulkan apa yang sudah kakak lakukan?"

Si bungsu mengangguk, "Aku mengerti, jika kakak tidak membagi sinar lilin pada lilin yang lain, kamar kita tidak akan terang. Tetapi karena kakak membagi sinar lilin pada lilin yang masih mati, kakak secara tidak langsung mendapat sinar yang lebih terang. Lilin bisa menyala, dan ruangan semakin terang,"

Sang kakak tersenyum, "Ya, itulah kekuatan dari memberi. Percayalah, kita tidak akan kekurangan karena memberikan sesuatu baik dari segi materi, pikiran atau tenaga pada orang lain. Karena apa yang kita berikan akan menjadi umpan balik yang jauh lebih besar. Tetapi ingat, saat memberi, jangan menghitung apa yang telah kita berikan, karena Tuhan selalu punya perhitungan dengan cara-Nya sendiri."

Keduanya tersenyum. Malam itu, sang adik mendapat pelajaran baru yang sekiranya bisa menjadi sebuah pelajaran agar kita semua tidak pelit untuk saling berbagi pada orang lain dan lingkungan yang ada di sekitar kita.
Sent from BlackBerry® on 3

Hanya Melayani, Bukan Menilai atau Menghakimi

Pada suatu hari seorang pengemis wanita, yang dikenal dengan sebutan "Bag Lady" (karena segala harta-bendanya termuat dalam sebuah tas yang ia jinjing kemana-mana sambil mengemis), memasuki sebuah toko serba ada yang mewah sekali.

Hari-hari itu menjelang Natal. Toko itu dihiasi indah sekali. Semua lantainya dilapisi karpet yang baru dan indah. Meskipun bajunya kotor dan penuh lubang, pengemis itu tanpa ragu-ragu memasuki toko ini. Badannya mungkin sudah tidak mandi berminggu-minggu. Bau badan menyengat hidung.

Ketika itu, ada seorang pria yang mengikutinya dari belakang. Ia berjaga-jaga, kalau petugas sekuriti toko itu mengusir pengemis ini, pria itu mungkin akan membela atau membantunya. Wah, tentunya pemilik atau pengurus toko mewah ini tidak ingin ada pengemis kotor dan berbau yang mengganggu pelanggan terhormat toko itu. Begitu pikir pria itu.

Tetapi pengemis itu terus masuk ke bagian-bagian dalam toko itu. Tak ada petugas keamanan yang bisa mencegah dan mengusirnya. Aneh juga ya, padahal para pelanggan yang berlalu lalang memakai pakaian mewah dan mahal. Di tengah toko itu ada sebuah piano besar  yang dimainkan seorang pianis dengan jas tuksedo mengiringi para penyanyi bergaun indah.

Pengemis itu terlihat tidak cocok dengan suasana di toko itu. Ia nampak seperti makhluk aneh di lingkungan yang gemerlapan itu, tetapi sang "Bag Lady" berjalan terus. Pria itu pun mengikuti terus dari jarak tertentu.

Rupanya pengemis itu  mencari sesuatu di bagian gaun wanita. Ia mendatangi counter paling eksklusif yang memajang gaun-gaun mahal bermerek. Kalau dikonversi dengan kurs akhir-akhir ini, harganya dalam rupiah pasti lebih dari Rp20 juta untuk satu gaun.

Baju-baju yang mahal dan mewah! Apa yang dilakukan pengemis ini? Seorang pelayan bertanya, "Apa yang dapat saya bantu?"

"Saya ingin mencoba gaun merah muda itu!" jawab si pengemis.

Bila kita ada di posisi si pelayan itu, bagaimana respon kita? Wah, kalau pengemis ini mencobanya tentu gaun-gaun mahal itu akan jadi kotor dan bau, dan pelanggan lain yang melihat mungkin akan jijik membelinya setelah ia coba pakai. Tetapi, apa jawaban sang pelayan toko mewah itu?

"Berapa ukuran yang Anda perlukan?"

"Tidak tahu!"

"Baiklah, mari saya ukur dulu."

Pelayan itu mengambil pita meteran, lalu mengukur bahu, pinggang, dan panjang badan pengemis itu. Bau menusuk terhirup ketika ia berdekatan dengan pengemis itu. Pelayan itu tak menghiraukan. Ia layani pengemis itu seperti halnya pelanggan terhormat lainnya.

"Baik, saya sudah mendapatkan nomor yang pas untuk Nyonya! Cobalah yang ini." Pelayan itu memberikan sebuah gaun untuk dicoba di kamar pas.

"Ah, yang ini kurang cocok untuk saya. Bolehkah saya mencoba yang lain?"

"Oh, tentu saja." Pelayan itu menghabiskan waktu kurang lebih dua jam lamanya untuk melayani sang "Bag Lady".

Apakah pengemis ini akhirnya membeli salah satu gaun yang dicobanya? Tentu saja tidak! Gaun seharga puluhan juta rupiah itu jauh dari jangkauan kemampuan keuangannya.

Pengemis itu kemudian berlalu begitu saja, tetapi dengan kepala tegak karena ia telah diperlakukan sebagai layaknya seorang manusia. Biasanya ia hanya dipandang sebelah mata. Tapi hari itu, ada seorang pelayan toko yang melayaninya, menganggapnya seperti orang penting, dan mau mendengarkan permintaannya.

Mengapa pelayan toko itu mau repot-repot melayaninya? Bukankah kedatangan pengemis itu sudah membuang waktunya dan memakan biaya bagi toko itu karena harus mengirim gaun yang sudah dicoba pengemis itu ke Laundry untuk dicuci supaya tampak indah kembali dan tidak bau? Pertanyaan ini ternyata mengganggu pria yang sudah mencoba mengikuti pengemis itu.

Akhirnya, pria itu bertanya kepada pelayan toko setelah ia selesai melayani tamu "istimewa"-nya itu.

"Mengapa Anda membiarkan pengemis itu mencoba gaun-gaun indah ini?"

"Oh, sudah menjadi tugas saya untuk melayani dan berlaku ramah."

"Tetapi, Anda 'kan tahu kalau pengemis itu tidak mungkin sanggup membeli gaun-gaun mahal ini?"

"Maaf, soal itu bukan urusan saya. Saya tidak dalam posisi untuk menilai atau menghakimi para pelanggan saya. Tugas saya adalah untuk melayani dan berbuat baik."

Pria itu tersentak, kaget. Di zaman seperti ini ternyata masih ada orang-orang yang tugasnya adalah melayani dan berbuat baik, tanpa perlu menghakimi orang lain.

Pria itu pun akhirnya bercerita kepada banyak orang, bahkan kemudian kisah pengemis itu diberitakan di halaman-halaman surat kabar di kota itu. Berita itu menggugah banyak orang yang ingin dilayani di toko eksklusif itu.

Pengemis wanita itu tidak membeli apa-apa, tidak memberi keuntungan apa pun. Namun, akibat perlakukan istimewa toko itu kepadanya, hasil penjualan toko itu meningkat drastis, sehingga pada bulan itu keuntungan naik hingga 48%.
Sent from BlackBerry® on 3

Monday, December 2, 2013

Hiduplah Dengan Sederahna

Cerita motivasi hari ini...
Ada seseorang saat melamar kerja, memungut sampah kertas di lantai ke dalam tong sampah, dan hal itu terlihat oleh yang mewawancarai, akhirnya dia mendapatkan pekerjaan tersebut.

Ternyata untuk memperoleh penghargaan sangat mudah, cukup memelihara kebiasaan yang baik.

Ada seorang murid bekerja di toko sepeda. Suatu saat ada seseorang yang mengantarkan sepeda rusak untuk diperbaiki di toko tersebut. Selain memperbaiki sepeda, anak ini juga membersihkan sepeda hingga bersih mengkilap. Teman-temannya menertawakan perbuatannya. Keesokan hari setelah sang empunya sepeda mengambil sepedanya, anak ini diajak bekerja di tempat si empunya sepeda.

Ternyata untuk menjadi orang yang berhasil sangat mudah, cukup punya inisiatif sedikit saja.

Seorang anak berkata kepada ibunya, "Ibu hari ini sangat cantik." Sang Ibu bertanya, "Mengapa?" Anak menjawab, "Karena hari ini ibu sama sekali tidak marah-marah."

Ternyata untuk memiliki kecantikan sangatlah mudah, hanya perlu tidak marah-marah.

Seorang petani menyuruh anaknya setiap hari bekerja dengan giat di sawah. Temannya berkata, "Tidak perlu menyuruh anakmu bekerja keras, tanamanmu tetap akan tumbuh dengan subur." Petani menjawab, "Aku bukan sedang memupuk tanamanku, tapi aku sedang membina anakku."

Ternyata membina seorang anak sangat mudah, cukup membiarkan dia rajin bekerja.

Seorang pelatih bola berkata kepada anak didiknya, "Jika sebuah bola jatuh ke dalam rerumputan, bagaimana cara mencarinya?" Ada yang menjawab, "Cari mulai dari bagian tengah." Ada pula yang menjawab, "Cari di rerumputan yang cekung ke dalam." Dan ada yang menjawab, "Cari di rumput yang paling tinggi." Pelatih memberikan jawaban yang paling tepat, "Setapak demi setapak cari dari ujung rumput yang sebelah sini hingga ke rumput sebelah sana."

Ternyata jalan menuju keberhasilan sangat gampang, cukup melakukan segala sesuatunya setahap demi setahap secara berurutan, jangan meloncat - loncat.

Katak yang tinggal di sawah berkata kepada katak yang tinggal di pinggir jalan , "Tempatmu terlalu berbahaya, tinggallah denganku." Katak di pinggir jalan menjawab, "Aku sudah terbiasa, malas untuk pindah." Beberapa hari kemudian katak "sawah" menjenguk katak "pinggir jalan" dan menemukan bahwa katak itu sudah mati dilindas mobil yang lewat.

Ternyata sangat mudah menggenggam nasib kita sendiri, cukup hindari kemalasan saja.

Ada segerombolan orang yang berjalan di padang pasir, semua berjalan dengan berat, sangat menderita, hanya satu orang yang berjalan dengan gembira. Ada yang bertanya, "Mengapa engkau begitu santai?" Dia menjawab sambil tertawa, "Karena barang bawaan saya sedikit."

Ternyata sangat mudah untuk memperoleh kegembiraan, cukup tidak serakah dan memiliki secukupnya saja.
Sent from BlackBerry® on 3

Kualita Pensil

Cerita yang memberi inspirasi hari ini.
Seorang anak bertanya kepada neneknya yang sedang menulis sebuah surat, "Nenek sedang menulis tentang pengalaman kita ya? Atau tentang aku?"

Mendengar pertanyaan si cucu, sang nenek berhenti menulis dan berkata kepada cucunya, "Sebenarnya Nenek sedang menulis tentang kamu, tapi ada yang lebih penting dari isi tulisan ini yaitu pensil yang Nenek pakai".

"Nenek harap kamu bakal seperti pensil ini ketika kamu besar nanti" ujar si nenek lagi.

Mendengar jawaban ini, si cucu kemudian melihat pensilnya dan bertanya kembali kepada si Nenek ketika dia melihat tidak ada yang istimewa dari pensil yang Nenek pakai.

"Tapi Nek sepertinya pensil itu sama saja dengan pensil yang lainnya," ujar si cucu.

Nenek kemudian menjawab, "Itu semua tergantung bagaimana kamu melihat pensil ini."
"Pensil ini mempunyai 5 kualitas yang bisa membuatmu selalu tenang dalam menjalani hidup, kalau kamu selalu memegang prinsip-prinsip itu di dalam hidup ini."

Si nenek kemudian menjelaskan 5 kualitas dari sebuah pensil.

"Kualitas pertama, pensil mengingatkan kamu kalo kamu bisa berbuat hal yang hebat dalam hidup ini. Layaknya sebuah pensil ketika menulis, kamu jangan pernah lupa kalau ada tangan yang selalu membimbing langkah kamu dalam hidup ini. Kita menyebutnya tangan Tuhan, Dia akan selalu membimbing kita menurut kehendakNya" .

"Kualitas kedua, dalam proses menulis, nenek kadang beberapa kali harus berhenti dan menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil nenek. Rautan ini pasti akan membuat si pensil menderita. Tapi setelah proses meraut selesai, si pensil akan mendapatkan ketajamannya kembali. Begitu juga dengan kamu, dalam hidup ini kamu harus berani menerima penderitaan dan kesusahan, karena merekalah yang akan membuatmu menjadi orang yang lebih baik".

"Kualitas ketiga, pensil selalu memberikan kita kesempatan untuk mempergunakan penghapus, untuk memperbaiki kata-kata yang salah. Oleh karena itu memperbaiki kesalahan kita dalam hidup ini, bukanlah hal yang jelek. Itu bisa membantu kita untuk tetap berada pada jalan yang benar".

"Kualitas keempat, bagian yang paling penting dari sebuah pensil bukanlah bagian luarnya, melainkan arang yang ada di dalam sebuah pensil. Oleh sebab itu, selalulah hati-hati dan menyadari hal-hal di dalam dirimu".

"Kualitas kelima, adalah sebuah pensil selalu meninggalkan tanda/goresan. Seperti juga kamu, kamu harus sadar kalau apapun yang kamu perbuat dalam hidup ini akan meninggalkan kesan. Oleh karena itu selalulah hati-hati dan sadar terhadap semua tindakan"
Sent from BlackBerry® on 3