Saturday, November 30, 2013

Putus Asa Karena Gagal

Dua orang bersaudara memutuskan untuk menggali lubang di belakang rumah mereka. Saat mereka bekerja, beberapa pria melihat apa yang mereka lakukan.

"Apa yang kalian lakukan?" tanya seorang pria.

"Kami berencana untuk menggali lubang untuk membuat jalan di bawah tanah," jawab salah seorang saudara itu penuh semangat.

Para pria yang menonton mulai menertawakan mereka, mana mungkin menggali jalan di bawah tanah.

Setelah diam beberapa saat, salah satu penggali mengambil botol penuh laba-laba, cacing, dan berbagai macam serangga. Ia membuka tutup dan menunjukkan isinya kepada orang yang mengejek mereka.

Lalu ia berkata pelan dan penuh percaya diri, "Jika kita tidak menggali semua jalan di bawah tanah, lihat apa yang kami temukan di sepanjang  galian."

Tujuan merek memang terlalu ambisius. Tujuan membuat kita bergerak ke arah yang telah kita pilih, kita telah diatur untuk menggali.

Tetapi tidak setiap tujuan akan tercapai. Tidak setiap pekerjaan akan berakhir dengan sukses. Tidak setiap hubungan akan bertahan. Tidak setiap harapan akan terjadi. Tidak setiap cinta akan berlangsung terus. Tidak setiap usaha akan selesai. Tidak semua mimpi akan terwujud.

Tetapi ketika kita tidak mencapai tujuan, mungkin kita bisa mengatakan, "Ya, tapi lihatlah apa yang saya temukan di sepanjang jalan! Lihatlah hal-hal indah yang datang ke dalam hidup saya, karena saya mencoba melakukan sesuatu!"
Sent from BlackBerry® on 3

Thursday, November 28, 2013

Buah Ara dan Baru Penindih

Alkisah, suatu saat di sebuah negeri di Timur Tengah sana. Seorang saudagar yang sangat kaya raya tengah mengadakan perjalanan bersama kafilahnya. Di antara debu dan bebatuan, derik kereta diselingi dengus kuda terdengar bergantian. Sesekali terdengar lecutan cambuk sais di udara.

Tepat di tengah rombongan itu tampaklah pria berjanggut, berkain panjang dan bersorban ditemani seorang anak usia belasan tahun. Keduanya berpakaian indah menawan. Dialah Sang Saudagar bersama anak semata wayangnya. Mereka duduk pada sebuah kereta yang mewah berhiaskan kayu gofir dan permata yaspis. Semerbak harum bau mur tersebar dimana-mana. Sungguh kereta yang mahal.

Iring-iringan barang, orang dan hewan yang panjang itu berjalan perlahan, dalam kawalan ketat para pengawal. Rombongan itu bergerak terus hingga pada suatu saat mereka berada di sebuah tanah lapang berpasir. Bebatuan tampak diletakkan teratur di beberapa tempat. Pemandangan ini menarik bagi sang anak sehingga ia merasa perlu untuk bertanya pada ayahnya.

"Bapa, mengapa tampak olehku bebatuan dengan teratur tersebar di sekitar daerah ini. Apakah gerangan semua itu?"

"Pengamatanmu baik, anakku," jawab Ayahnya. "Bagi orang biasa itu hanyalah batu, tetapi bagi mereka yang memiliki hikmat, semua itu akan tampak berbeda."

Sang Ayah melanjutkan, "Dahulu, ketika aku masih belia, hal ini pun menjadi pertanyaan di hatiku. Dan kakekmu, menerangkan perkara yang sama, seperti saat ini aku menjelaskan kepadamu. Pandanglah batu-batu itu dengan saksama. Di balik batu itu ada sebuah kehidupan. Masing-masing batu yang tampak olehmu sebenarnya sedang menindih sebuah biji pohon ara."

"Tidakkah benih pohon ara itu akan mati karena tertindih batu sebesar itu Bapa?"

"Tidak anakku. Sepintas lalu memang batu itu tampak sebagai beban yang akan mematikan benih pohon ara. Tetapi justru batu yang besar itulah yang membuat pohon ara itu sanggup bertahan hidup dan berkembang sebesar yang kau lihat di tepi jalan kemarin."

"Bilakah hal itu terjadi Bapa?"

"Batu yang besar itu sengaja diletakkan oleh penanamnya menindih benih pohon ara. Mereka melakukan itu sehingga benih itu tersembunyi terhadap hembusan angin dan dari mata segala hewan. Sampai beberapa waktu kemudian benih itu akan berakar, semakin banyak dan semakin kuat.

"Walau tidak tampak kehidupan di atas permukaannya, tetapi di bawah, akarnya terus menjalar. Setelah dirasa cukup barulah tunasnya akan muncul perlahan. Pohon ara itu akan tumbuh semakin besar dan kuat hingga akhirnya sanggup menggulingkan batu yang menindihnya. Demikianlah pohon ara itu hidup. Dan hampir di setiap pohon ara akan kau temui, sebuah batu, seolah menjadi peringatan bahwa batu yang pernah menindih benih pohon ara itu tidak akan membinasakannya. Selanjutnya benih itu menjadi pohon besar yang mampu menaungi segala mahluk yang berlindung dari terik matahari yang membakar."

"Apakah itu semua tentang kehidupan ini Bapa?" tanya anaknya.

Sang Saudagar menatap anaknya lekat-lekat sambil tersenyum, kemudian meneruskan penjelasannya.

"Benar anakku. Jika suatu saat engkau di dalam masa-masa hidupmu, merasakan terhimpit suatu beban yang sangat berat, ingatlah pelajaran tentang batu dan pohon ara itu.

"Segala kesulitan yang menindihmu, sebenarnya merupakan sebuah kesempatan bagimu untuk berakar, semakin kuat, bertumbuh dan akhirnya tampil sebagai pemenang. Camkanlah, belum ada hingga saat ini benih pohon ara yang tertindih mati oleh bebatuan itu.

"Jadi jika benih pohon ara yang demikian kecil saja diberikan kekuatan oleh Sang Pemberi Hidup untuk dapat menyingkirkan batu di atasnya, bagaimana dengan kita ini. Tuhan Maha Perkasa itu bahkan sudah menanamkan keilahian-Nya pada diri-diri kita. Dan menjadikan kita, manusia ini jauh melebihi segala mahluk di muka Bumi ini.

"Perhatikanlah kata-kata ini anakku. Pahatkan pada loh-loh batu hatimu, sehingga engkau menjadi bijak dan tidak dipermainkan oleh hidup ini. Karena memang kita ditakdirkan menjadi tuan atas hidup kita."
Sent from BlackBerry® on 3

Kotak Hitam dan Kota Emas

Di tanganku ada dua buah kotak yang telah Tuhan berikan padaku untuk dijaga.

Tuhan berkata, "Masukkan semua penderitaanmu ke dalam kotak yang berwarna hitam, dan masukkan semua kebahagiaanmu ke dalam kotak yang berwarna emas."

Aku melakukan apa yang Tuhan perintahkan. Setiap kali mengalami kesedihan, maka aku letakkan ia ke dalam kotak hitam. Sebaliknya, ketika bergembira maka aku letakkan kegembiraanku ke dalam kotak berwarna emas.

Tapi anehnya, semakin hari kotak berwarna emas semakin bertambah berat. Sedangkan kotak berwarna hitam tetap saja ringan seperti semula.

Dengan penuh rasa penasaran, aku membuka kotak berwarna hitam. Kini aku tahu jawabannya. Aku melihat ada lubang besar di dasar kotak berwarna hitam itu, sehingga semua penderitaan yang aku masukkan ke sana selalu jatuh keluar.

Aku tunjukkan lubang itu pada Tuhan dan bertanya, "Ke manakah perginya semua penderitaanku?"

Tuhan tersenyum hangat padaku, "Anak-Ku, semua penderitaanmu berada padaKu."

Aku bertanya kembali, "Tuhan, mengapa Engkau memberikan dua buah kotak, kotak emas dan kotak hitam yang berlubang?"

"Kotak emas Kuberikan agar kau senantiasa menghitung berkat yang Aku berikan padamu, sedangkan kotak hitam Kuberikan agar kau melupakan semua penderitaanmu."

Ingatlah semua kebahagiaan kita agar kita senantiasa merasakan kebahagiaan. Dan, buanglah segala penderitaan agar kita melupakannya.

Saat Tuhan belum menjawab doa kita, Ia menambah kesabaran kita. Saat Tuhan menjawab doa kita, Ia menambah iman kita. Dan saat Tuhan menjawab yang bukan doa kita, Ia memilih yang terbaik untuk kita. (YDA)
Sent from BlackBerry® on 3

Wednesday, November 27, 2013

Pelajaran Paling Penting

Dalam bulan kedua pelajaran, guru kami memberi kami kuis. Saya adalah seorang mahasiswa yang teliti dan menjawab beberapa pertanyaan dengan mudah, sampai saya membaca pertanyaan yang terakhir, "Siapa nama depan dari wanita yang membersihkan sekolah?" Wah, ini benar-benar lelucon menurut saya.

Saya memang sering melihat wanita yang membersihkan sekolah beberapa kali. Ia tinggi, berambut hitam, dan berusia sekitar 50an tahun. Tapi bagaimana saya bisa tahu namanya? Saya menyerahkan kertas kuis saya, dan meninggalkan pertanyaan terakhir dengan tanpa jawaban.

Tepat sebelum kelas berakhir, seorang mahasiswa bertanya apakah pertanyaan terakhir akan dihitung sebagai nilai dalam kuis tersebut.

"Tentu saja," jawab sang profesor. "Dalam karir Anda, Anda akan bertemu dengan banyak orang. Semuanya sama saja. Mereka layak mendapatkan perhatian dan rasa hormat, meski yang Anda lakukan hanya tersenyum dan berkata 'halo'."

Sent from BlackBerry® on 3

Tuesday, November 26, 2013

Tanda Tanda Dari Tuhan

Isabelita menceritakan kisah ini kepada saya.

Seorang Arab yang sudah tua dan tak bisa baca-tulis selalu berdoa dengan khusyuk setiap malam, sampai-sampai seorang pemilik karavan besar yang kaya raya memutuskan untuk memanggilnya dan mengajaknya bicara.

"Mengapa kau berdoa begitu khusyuk? Bagaimana kau tahu bahwa Tuhan benar-benar ada, sedangkan membaca pun kau tidak bisa?"

"Saya tahu, Tuan. Saya bisa membaca semua yang dituliskan Tuhan Alam Semesta ini."

"Bagaimana caranya?"

"Kalau Tuan menerima surat dari seseorang di tempat yang jauh, bagaimana Tuan mengenali siapa pengirim surat itu?"

"Lewat tulisan tangannya."

"Kalau Tuan menerima sebentuk permata, bagaimana Tuan tahu siapa pembuatnya?"

"Lewat ciri khas pandai emas itu."

"Kalau Tuan mendengar binatang-binatang berkeliaran di dekat perkemahan, bagaimana Tuhan tahu apakah binatang itu domba, kuda, atau sapi jantan?"

"Lewat jejak-jejak kakinya," sahut pemilik karavan yang terheran-heran dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Orang tua itu mengajaknya ke luar dan menunjukkan langit kepadanya.

"Semua yang tertulis di atas sana, maupun di padang pasir di bawah, tidka mungkin dibuat atau ditulis oleh tangan manusia." (Paulo Coelho dalam "Seperti Sungai yang Mengalir". Penerbit: Gramedia Pustaka Utama.)
Sent from BlackBerry® on 3

Saturday, November 23, 2013

Sang Pewaris Takhta

Cerita inspiratif yang menginspirasi hari ini:
Sebuah legenda mengisahkan, sebuah kerajaan diperintah oleh seorang raja yang tidak memiliki anak. Raja mengirimkan utusannya untuk memberikan sebuah pengumuman di semua kota wilayah kekuasaannya. Ia meminta setiap orang muda yang berkualitas mendaftarkan diri untuk wawancara dengannya sebagai kemungkinan menggantikan dirinya naik tahta. Kandidat yang mendaftar harus memiliki dua kualifikasi, yaitu mereka harus mencintai Tuhan dan mencintai sesama manusia.

Seorang pemuda yang mendengar pengumuman tersebut merasa ia mencintai Tuhan dan juga sesamanya. Hanya saja, ia begitu miskin sehingga ia tidak yakin dapat memenuhi undangan raja karena ia tidak mempunyai pakaian yang pantas. Ia juga tidak mempunyai cukup uang untuk memulai perjalanannya ke istana. Pemuda itu akhirnya meminjam uang ke beberapa temannya untuk membeli pakaian yang pantas dan untuk bekal perjalanannya ke istana.

Dengan mengenakan pakaian yang pantas dan cocok, pemuda itu pun berangkat ke istana. Dan ketika hampir menyelesaikan perjalanannya, ia bertemu dengan seorang pengemis miskin di pinggir jalan. Pengemis itu duduk dengan gemetaran, hanya memakai pakaian compang-camping. Lengan besarnya memohon bantuan. Dari suaranya yang parau terdengar lemah, "Aku lapar dan kedinginan. Tolong bantu aku.."

Pemuda itu begitu tersentuh oleh pengemis itu. Ia segera menanggalkan pakaian barunya dan menukar pakaian pengemis itu. Tanpa pikir panjang ia memberikan kepada pengemis itu seluruh uangnya untuk membeli makan.

Dengan agak ragu-ragu, pemuda itu melanjutkan perjalanannya mengenakan pakaian pengemis tadi. Ada keinginan ia hendak kembali pulang saja. Tapi ia meneruskan perjalanannya. Setibanya di istana, seorang pengawal raja membawanya ke ruang tengah. Setelah membersihkan diri, pengawal membawa pemuda itu ruang tempat raja bertahta.

Pemuda itu menyembah raja. Ketika ia mengangkat wajahnya, ia ternganga, "Bukankah Anda pengemis di pinggir jalan tadi?"

"Ya," jawab raja sambil mengerlingkan mata, "Akulah pengemis itu."

"Tapi… Anda tidak benar-benar pengemis. Anda adalah raja. Kalau begitu, kenapa Anda melakukan ini padaku?" Tanya pemuda itu setelah tenang dari keterkejutannya.

"Karena aku harus mengetahui apakah Kau benar-benar mencintai Tuhan dan sesama manusia," kata Raja. "Aku tahu jika aku mendatangimu sebagai raja, engkau akan terkesan dengan mahkota emas bertatahkan permata dan jubah kerajaanku. Engkau bisa melakukan apapun yang aku minta karena aku raja. Tapi aku tak pernah tahu apa yang benar-benar ada dalam hatimu. Makanya aku gunakan tipu muslihat.

Aku menyamar sebagai pengemis untuk mengetahui apa yang ada di hati para pemuda yang ingin datang ke istana. Benarkah mereka benar-benar mencintai sesama manusia. Dan aku menemukan pada dirimu bahwa kau dengan tulus mencintai Tuhan dan sesama manusia."

"Engkau akan menjadi penggantiku," janji Raja, "Kau akan mewarisi seluruh kerajaanku."
Sent from BlackBerry® on 3

Mendorong Batu

Cerita inspirasi hari ini:

Seorang pria bertemu Tuhan yang memberinya pekerjaan mendorong batu besar di depan pondoknya dengan seluruh kekuatannya.

Pria itu mengerjakannya setiap hari, sejak matahari terbit hingga terbenam. Namun, batu itu tak kunjung bergeser. Hingga pria itu merasa lelah, sedih, dan sia-sia.

Ketika ia mulai putus asa, iblis pun mengacaukan pikirannya dan mulai menggodanya, "Tugas itu sangat tak masuk akal. Engkau tidak akan pernah dapat memindahkannya."

Pikiran tersebut membuat pria itu makin putus asa. "Lebih baik aku berhenti berusaha."

Namun, suara kecil di hatinya mengajaknya berdoa, membawa kesedihannya kepada Tuhan.

"Tuhan," katanya, "Aku telah bekerja keras melayaniMu dengan segenap kekuatanku. Tetapi sampai sekarang aku tidak dapat menggerakkan batu itu setengah milimeterpun. Mengapa aku gagal, Tuhan?"

Tuhan berkata dengan penuh kasih, "Anakku, ketika Aku memintamu melayaniKu, yang Kuminta adalah mendorong batu itu dengan seluruh kekuatanmu. Tak sekalipun Aku memintamu menggesernya. Tugasmu hanya mendorong. Dan kini kau datang padaKu, berpikir kau gagal. Benarkah? Lihatlah dirimu! Lenganmu kuat berotot, punggungmu tegap, dan kakimu menjadi kokoh. Kau bertumbuh dan kemampuanmu melebihi sebelumnya. Meski batu itu belum tergeser, panggilan hatimu adalah menuruti perkataanKu, terus mendorong, belajar setia, dan percaya akan hikmatKu. Anakku, sekarang Aku yang akan memindahkan batu itu."

Kita cenderung memakai pikiran dan logika untuk menganalisa keinginanNya, bukan dengan hati.
Sent from BlackBerry® on 3

Thursday, November 21, 2013

Bahagia Karena Melayani

Seorang lelaki tua berjalan masuk ke sebuah restoran dengan langkahnya yang terseret-seret. Dengan kepala yang dimiringkan dan bahu agak membungkuk, lelaki tua itu bersandar pada tongkat andalannya dengan langkah pelan.

Jaket kainnya yang terlihat sobek di sana-sini, celana panjangnya yang ditambal, sepatunya yang usang, dan kepribadiannya yang hangat, membuat lelaki tua itu tampil berbeda dari pengunjung lainnya di Sabtu pagi itu.

Yang tak terlupakan adalah kedua matanya yang berkilau bagai intan, pipinya yang lebar dan kemerahan, serta bibir tipisnya yang membentuk senyuman hangat. Langkahnya terhenti, dan ia pun membalikkan badan, berkedip pada seorang anak kecil yang duduk di dekat pintu. Anak itu membalasnya dengan cengiran lebar.

Seorang pelayan muda bernama Nina memperhatikannya berjalan terseret-seret menuju sebuah meja di samping jendela. Nina menghampiri lelaki tua itu, dan berkata, "Mari, Pak, saya bantu Anda duduk."

Tanpa berkata apa pun, lelaki tua itu tersenyum dan mengangguk sebagai ucapan terima kasih. Nina menarik kursi dari meja. Dengan satu tangannya, Nina membantu lelaki itu duduk di kursi hingga merasa nyaman. Lalu, si pelayan menarik meja ke dekat lelaki tua itu, dan menyandarkan tongkatnya pada meja agar mudah dijangkaunya.

Dengan suara yang jernih dan lembut, lelaki itu berkata, "Terima kasih, dan semoga kamu mendapat berkah atas kebaikanmu."

"Sama-sama, Pak," jawab si pelayan. "Nama saya Nina. Saya akan kembali sebentar lagi dan kalau perlu sesuatu, panggil saja saya."

Setelah lelaki tua itu menghabiskan makanan dan minumannya, Nina membawakan uang kembalian. Lelaki itu meletakkannya di atas meja. Nina membantu lelaki itu bangkit dari kursi dan keluar dari mejanya. Nina memberikan tongkatnya dan menggandengnya hingga ke pintu depan.

Sembari membukakan pintu, Nina berkata, "Silakan datang kembali, Pak!"

Lelaki tua itu berbalik, berkedip dan tersenyum, lalu mengangguk sebagai ucapan terima kasih. "Tentu saja," katanya lembut.

Ketika Nina membersihkan meja yang tadi dipakai lelaki itu, ia hampir saja pingsan. Di bawah piring, ia menemukan sebuah kartu nama dan pesan di sebuah tisu dengan tulisan tangan yang agak acak-acakan. Di bawah tisu itu terselip lima lembar uang seratus ribu rupiah.

Pesan pada tisu itu berbunyi demikian: "Dear Nina, saya sangat menghormati kamu dan saya bisa lihat bahwa kamu pun menghormati diri sendiri. Itu terlihat dari caramu memperlakukan orang lain. Kamu telah menemukan rahasia kebahagiaan. Sikap hangatmu itu akan terpancar ke semua orang yang kamu jumpai."

Ternyata setelah diselidiki, lelaki tua yang dilayani Nina tadi adalah pemilik restoran tempatnya bekerja. Inilah kali pertama Nina dan juga para karyawan lainnya melihatnya secara langsung.

Temukan kebahagiaan sejati dari cara kita memperlakukan orang lain. (BMSPS)
Sent from BlackBerry® on 3

Friday, November 15, 2013

Kapan Persisnya Malam Berakhir

Pada acara World Economic Forum di Davos, pemenang Hadiah Nobel untuk Perdamaian, Shimon Peres, menceritakan kisah berikut ini:

Seorang Rabi mengumpulkan murid-muridnya dan berkata kepada mereka:

"Bagaimana kita tahu, kapan persisnya malam hari berakhir dan terang hari dimulai?"

"Kalau sudah cukup terang untuk membedakan domba dari anjing," sahut salah seorang murid.

Murid lainnya berkata, "Tidak, kalau sudah cukup terang untuk membedakan pohon zaitun dari pohon kurma."

"Tidak, itu juga bukan definisi yang bagus."

"Nah, kalau begitu, apa jawaban yang benar?" tanya murid-murid tersebut.

Dan Rabi itu berkata,

"Kalau seorang asing menghampirimu dan kau menganggap dia saudaramu, dan semua perselisihan lenyap, saat itulah malam berakhir dan terang hari dimulai." (Paulo Coelho dalam "Seperti Sungai yang Mengalir". Penerbit: Gramedia Pustaka Utama)
Sent from BlackBerry® on 3

Selalu Ada Mentari di Balik Awan

Danu, duduk di kursi roda Ia mengidap penyakit yang mematikan dan tinggal menunggu waktu. Dia lebih banyak diam dan meratapi nasibnya.

Suatu hari dilihatnya beberapa anak kecil yang berlarian. Anak-anak itu tertawa riang dan tak terlihat raut kesedihan di wajah mereka. Seorang anak menendang bola dan masuk ke dalam kamar Danu. Anak itu berlari menemui Danu untuk meminta bolanya.

"Hai, aku ingin bolaku," kata anak itu.

"Aku Danu, aku tak bisa cepat mengambilkan bolamu karena aku ada di atas kursi roda."

"Panggil aku Damar. Kau sakit Danu?"

"Ya, dokter bilang umurku tidak lama lagi."

"Kau sedih karena kau akan mati?"

"Tentu saja."

"Nikmatilah hidupmu seperti aku menikmati hidupku. Kau tidak bertanya mengapa kepalaku botak?"

"Oh, aku baru saja menyadarinya. Ada apa dengan kepalamu, Damar?"

"Aku mengidap kanker otak. Aku akan mati, dokter bilang itu setahun yang lalu. Tapi nyatanya aku masih bisa tertawa hingga saat ini. Pasrah saja kepada Tuhan Danu. Karena hidup dan mati hanya di tangan-Nya. Bersyukurlah bila kita masih bisa bernapas pada hari ini dan bergembiralah bersama kami."

Ada aliran hangat di tubuh Danu. Ada kekuatan baru untuk bangkit dari kursi roda. Danu menatap senyumnya sendiri di depan cermin dan ia mendapati dirinya yang dulu telah kembali lagi. Kini Danu lebih bisa bersyukur karena masih bisa melihat matahari setiap pagi.

"Aku juga ingin bahagia," doa Danu.

Selalu ada jawaban di setiap persoalan. Selalu ada matahari di balik awan hitam. Selalu ada tangan yang kuat ketika beban yang kita pikul terasa berat.

Selalu ada kebahagiaan ketika kita mampu untuk bersyukur. (YDA)
Sent from BlackBerry® on 3

Tuesday, November 12, 2013

Kabar Baik Atau Kabar Buruk tergantung Cara Pandang :)

Kabar baik atau kabar buruk? Tergantung dari sisi mana kita memandangnya. Kita bisa saja merasa pahit setelah ditipu. Tapi kita masih bisa memlih untuk melanjutkan hidup. Kisah berikut ini menggambarkan maksud tadi.

Robert De Vincenzo, pegolf besar Argentina, setelah memenangkan sebuah turnamen, dan menerima cek kemenangan serta tersenyum di depan kamera, bersiap pergi untuk merayakan kemenangan. Ia berjalan sendirian ke mobilnya di tempat parkir dan didekati oleh seorang wanita muda.

Wanita itu mengucapkan selamat kepada Vincenzo atas kemenangannya dan kemudian mengatakan padanya bahwa anaknya sakit parah dan hampir mati. Ia tidak tahu bagaimana bisa membayar tagihan dokter dan biaya rumah sakit.

Vincenzo merasa tersentuh oleh kisah wanita muda itu. Ia pun mengambil pena dan menulis pada cek kemenangannya untuk pembayaran wanita itu. "Buatlah agar bayimu lebih baik," katanya sambil menandatangani ceknya.

Minggu berikutnya, ketika ia sedang makan siang di sebuah restoran, pengurus Asosiasi Golf Profesional mendatangi mejanya. "Minggu lalu, beberapa anak laki-laki di tempat parkir bilang bahwa kau bertemu dengan seorang wanita muda setelah memenangkan turnamen itu."

Vincenzo mengangguk. "Yah…," kata pengurus golf itu, "Aku punya berita untuk Anda. Wanita itu penipu. Ia tidak memiliki bayi, menikah pun belum. Ia menipu Anda, temanku."

"Maksudmu, berarti tidak ada bayi yang sekarat?" tanya Vincenzo.

"Benar," kata pengurus golf itu lagi.

"Itu kabar terbaik yang pernah kudengar sepanjang minggu ini," kata Vincenzo.
Sent from BlackBerry® on 3

Pelajaran Dari Ular

Seorang pria berada di dalam rumahnya yang kecil di tengah badai mengerikan ketika ia mendengar ketukan lemah di pintu. Ia membukanya, dan melihat seekor ular menggigil di depan pintu mengemis memintanya membiarkan masuk.

Orang itu berkata kepada ular, "Aku tidak akan membiarkanmu masuk! Kau adalah ular berbisa dan mungkin saja kau akan menggigitku!"

"Tidak, aku tidak akan menggigitmu," desis ular. "Biarkan saya masuk dan berikan aku kehangatan. Aku akan menjadi temanmu."

Akhirnya pria itu membiarkan ular masuk dan beristirahat di atas dadanya yang hangat. Namun, ketika pria itu benar-benar merasa nyaman ular menggigit leher pria tersebut.

Saat sedang sekarat, pria itu berkata, "Kau berjanji tidak akan menggigitku dan akan menjadi temanku seumur hidup."

Ular itu dengan tenang menjawab, "Tapi kau tahu aku adalah seekor ular ketika kau membiarkanku masuk."

Tidak pernah ada kata terlambat untuk belajar dari pengalaman hidup, terutama jika itu bisa menyelamatkan kehidupan. (Inspire)
Sent from BlackBerry® on 3

Mundut untuk Melompat Lebih Tinggi

Suatu hari seorang murid dan Gurunya berjalan menuruni gunung menuju ke kota. Di dalam perjalanan, mereka menemukan anak sungai yang aliran airnya tidak terlalu deras. Saat itu Sang Guru melangkahi sungai dengan sangat mudahnya meski sungai tersebut cukup lebar.

Sang murid yang melihat hal tersebut sangat kagum dengan gurunya. Gurupun memintanya untuk mengikuti langkahnya. Murid itu merasa tidak mampu melangkahi sungai tersebut hanya dengan satu langkah lebar, maka ia pun berjalan mundur dua langkah dan berlari kecil melompati sungai tersebut. Hap! Ia pun berhasil melompati sungai tersebut.

Semakin jauh perjalanan, rintangan yang dihadapi pun semakin berat. Murid itu mengikuti gurunya di belakang dengan sangat hati-hati.

Tibalah mereka di sebuah jurang yang cukup terjal, namun tidak terlalu lebar. Di ujung jurang tersebut Sang Guru melangkahkan kaki dengan yakin dan pasti berhasil menyeberangi jurang. Sang murid yang melihatnya sangat terkejut, Guru pun berkata.

"Ayo melangkahlah menuju sisi jurang ini. Lebar jurang ini sama seperti sungai yang kita lalui sebelumnya."

Murid itu menunjukkan raut keraguan di wajahnya. Dengan seksama ia memperhatikan lebar jurang serta kedalamannya dan melihat ke belakang.

Dengan pasti ia mengambil lima langkah ke belakang dan bersiap menyeberangi jurang tersebut dengan berlari dan meloncat sekuat tenaga. Tepat sekali perhitungannya. Ia pun berhasil menyeberangi jurang berkar kecerdikannya.

Sesampainya di seberang jurang, Sang Guru mengelus lembut kepala muridnya sambil berkata, "Wahai muridku, tahukah engkau yang membedakan loncatanmu saat di sungai dan di tepi jurang? Walaupun dengan lebar yang sama, namun kau dapat melihat rintangan yang berbeda dari kedua hal. Karena itu kau mengambil langkah mundur yang lebih banyak saat loncat di tepi jurang untuk memastikan keselamatanmu.

Begitu juga dengan kehidupan. Saat tantangan hidup di depanmu lebih besar, kau harus melangkah mundur sedikit lebih banyak agar mampu  mengatasi segala kemungkinan yang ada dan meloncat lebih tinggi.

Saat kamu mengalami suatu kemunduran dalam hidup, entah itu kegagalan, jatuh, dikhianati, mungkin itulah langkah mundurmu agar dapat melompat lebih tinggi dan meraih setiap kesuksesan." (BMSPS)
Sent from BlackBerry® on 3

Monday, November 11, 2013

Makna Perpisahan

Suatu hari seorang anak muda bertanya kepada Sang Guru, "Guru, ceritakan padaku tentang perpisahan."

Mendengar pertanyaan itu Guru tersenyum. Setelah duduk, meletakkan tongkatnya, dan menghela napas, dengan bijaksana Guru mulai bercerita.

"Perpisahan adalah awal bagi yang  baru. Seperti burung elang saat meninggalkan anak-anaknya. Seperti ular yang membuang kulit luarnya di musim panas. Juga seperti letupan dalam buih, setiap hentakan perpisahan selalu melahirkan pencerahan yang akan terbekal dalam waktu selanjutnya.

Tidak perlu benci, tidak perlu dendam, tidak perlu pembalasan. Seperti air yang selalu mengalir ke bawah, perpisahan adalah alami. Meninggalkan dan ditinggalkan selalu menjadi bagian hidup anak manusia. Sebab, kelak setiap orang pasti akan meninggalkanmu. Atau justru kamu yang akan meninggalkan mereka.

Tidak ada kebersamaan yang abadi. Bumi selalu berputar. Pagi selalu hadir sebagai titik pisah antara malam dan siang. Seperti anak panah yang melesat dari busurnya, anak panah itu akan berlari menuju sasaran, dan busur pun kembali siap menjadi pelontar bagi yang lain. Itulah proses. Itulah roda. Itulah waktu.

Perpisahan pasti berbekas. Setiap keratan dan sayatannya adalah hasil dari pisau-pisau tajam kehidupan yang mengukir lembut setiap jengkal tubuhmu. Terima dan resapi itu, kelak karena perpisahan engkau akan menjumpai bahwa setiap helai hatimu telah menjadi lebih indah dari sebelumnya. Bukankah benang sari harus meninggalkan tangkainya, lalu memeluk erat putik bunga, untuk menjadi buah?"

Setelah beberapa waktu meresapi kata-kata gurunya, aura cerah memancar dari wajah anak muda itu. Ia pun undur diri dan mulai melangkah melanjutkan hidupnya.
Sent from BlackBerry® on 3

Seberapa Jauh Kita Melangkah??

Hari ini adalah hari penting bagi para elang muda. Selama ini elang muda selalu bergantung pada elang tua untuk menggambarkan perjalanannya. Mereka sedang mempersiapkan penerbangan pertamanya dari sarang. Membangun kepercayaan diri ternyata tak muda, apalagi ini untuk memenuhi takdir mereka yang harus bisa terbang.

"Seberapa jauh saya dapat melakukan perjalanan?" tanya seekor elang muda.

"Seberapa jauh Kau dapat melihat?" Elang tua menanggapi.

"Seberapa tinggi aku bisa terbang?" tanya elang muda yang lain.

"Seberapa jauh kau bisa meregangkan sayapmu?" tanya elang tua.

"Berapa lama saya bisa terbang?" tanya elang muda itu lagi.

"Seberapa jauh cakrawala?" balik tanya elang tua.

"Berapa banyak yang harus saya impikan?" elang muda itu tetap bertanya.

"Berapa banyak yang bisa bermimpi?" elang tua itu tersenyum bijaksana.

"Berapa banyak yang bisa saya capai?" terus tanya elang muda itu.

"Berapa banyak yang bisa percaya?" elang tua itu menantang.

Frustasi karena merasa diolok-olok, elang muda bertanya lagi, "Mengapa Anda tidak menjawab pertanyaan saya?"

"Sudah saya lakukan," jawab elang tua.

"Ya. Tapi kau menjawab pertanyaan dengan pertanyaan."

"Aku menjawab yang terbaik yang saya bisa."

"Tapi kau Elang Tua. Kau seharusnya tahu segalanya. Jika kau saja tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan, lalu siapa yang bisa menjawabnya?"

"Kau sendiri," elang tua itu dengan bijak meyakinkan.

"Aku? Bagaimana caranya?" elang muda itu bingung.

"Tidak ada yang bisa memberitahumu seberapa tinggi kau bisa terbang atau berapa banyak kau bermimpi. Akan berbeda pada setiap elang. Hanya Tuhan dan Kau sendiri yang tahu seberapa jauh kau pergi. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang tahu potensimu sendiri atau apa yang ada di hatimu. Kau sendirilah yang bisa menjawab itu. Satu-satunya hal yang membatasimu adalah imajinasimu."

Elang muda masih bingung, dan bertanya, "Apa yang harus saya lakukan?"

"Lihatlah cakrawala, lebarkan sayap, dan terbanglah."
Sent from BlackBerry® on 3

Kekayaan Bukan Jaminan Kebahagiaan

Dikisahkan, ada seorang karyawan yang masih muda usia, rajin, dan pekerja keras. Selama bekerja, pantang bagi dia tiba terlambat dan pulang lebih awal. Setiap hari dia berangkat pagi-pagi sekali dan tiba di rumah hingga larut malam. Hal itu dilakukan enam hari dalam seminggu selama bekerja di perusahaan itu. Suatu hari, karena lelah dan ngantuk luar biasa, dia mengalami kecelakaan yang mengharuskannya beristirahat di rumah sakit.

Di sana dia bersebelahan ranjang dengan seorang pria paruh baya. Setelah saling bersapa, tidak berapa lama, mereka pun terlibat obrolan seru. "Anak muda, dari ceritamu, bapak tahu kamu serorang pekerja keras dan bersemangat. Apa yang membuatmu begitu?" tanya pria tersebut pada si pemuda.

"Saya termotivasi oleh bos saya. Dia orang yang sangat sukses. Kelak saya pun ingin sukses seperti dia, maka saya meneladani sikap dan perilaku bos, agar suatu hari saya bisa sesukses beliau."Jawab anak muda itu dengan penuh semangat.

"Darimana kamu menilai kesuksesan bosmu?"

"Bosku di usia yang sangat muda sudah menghasilkan harta yang berlimpah, memiliki beberapa perusahaan, dan banyak karyawan. Punya relasi orang-orang hebat. Penampilannya juga sangat menawan, dia selalu berpakaian indah. Pokoknya aku sangat mengagumi dan mengidolakan dia."

Lalu, pria itu pun bertanya "Apakah bosmu adalah orang yang bahagia?"

Setelah terdiam sesaat, si pemuda menjawab "Eh...saya kira tidak! Saya jarang sekali melihat atau mendengarnya tertawa. Bahkan tersenyum pun bukan hal yang mudah baginya. Dia menderita sakit maag akut. Keluarganya juga berantakan, istrinya pergi meninggalkan dia. Beberapa kali saya   pernah ke rumah bos untuk mengantarkan dokumen dan lainnya. Biarpun rumahnya besar, megah dan mewah, tetapi terasa kosong, sepi, dan tampak suram."

Pemuda itu melanjutkan berbicara, "Pak, jujur saja, selama ini saya tidak pernah memikirkan tentang kebahagiaan. Bagi saya, sukses adalah kaya, hebat, dan keren. Tetapi, sekarang saya tahu, memiliki rumah dan uang yang banyak, ternyata tidak menjamin kebahagiaan."

"Lihatlah anak muda, Tuhan begitu sayang kepadamu. Kecelakaan kecil hari ini, memberimu waktu untuk berpikir dan membenahi diri. Kerja kerasmu selama ini adalah sikap yang baik dan positif, asalkan kamu tahu untuk apa itu semua. Ingin kaya tidaklah salah, tapi usahakan menjadi orang kaya yang bahagia!"

Memiliki kekayaan sebanyak apapun tidak menjamin kebahagiaan orang. Apalagi bila memperolehnya dengan jalan yang tidak halal atau melanggar hukum alam, hukum negara, serta mengorbankan nama baik dan kehormatan diri sendiri dan keluaga. Rasanya, semua nantinya akan sia-sia.

Mari tetap semangat dalam berkarya dan berikhtiar dengan cara yang positif, baik, dan halal! Bangun kesuksesan dengan seimbang tanpa mengesampingkan kebahagiaan diri sendiri apalagi keluarga.
Sent from BlackBerry® on 3

Saturday, November 9, 2013

Berkah Dari Memberi

Tiga orang muda miskin pada suatu kisah diberi masing-masing tiga butir biji jagung oleh orang bijak, yang sekaligus memperingatkan mereka untuk pergi keluar berkeliling dunia dan menggunakan jagung tersebut untuk memperoleh keberuntungan.

Pemuda pertama memasukkan tiga biji jagung tersebut ke dalam mangkuk kaldu panas dan memakannya.

Pemuda kedua berpikir, saya bisa melakukan yang lebih baik, maka ia menanam tiga biji jagung itu. Dalam beberapa bulan, ia memiliki tiga batang pohon jagung. Ia mengambil jagung-jagung dari batang pohon itu, merebusnya, dan cukup untuk tiga kali makan.

Orang ketiga berkata kepada dirinya sendiri, aku bisa melakukan lebih baik dari itu. Ia juga menanam tiga biji jagung itu. Tapi ketika tiga batang pohon jagung tumbuh, ia mengambil jagung-jagung dari pohon pertama, kemudian menanam kembali semua biji jagungnya. Kemudian ia memberikan pohon jagung yang kedua untuk seorang gadis makan, dan memakan jagung dari pohon ketiga.

Dalam satu batang pohon jagung akhirnya memberinya 200 batang pohon jagung lagi. Dan ia terus menanam kembali biji jagungnya, ia hanya menyisihkan sedikit untuk dimakan. Akhirnya ia pun menanam seratus hektar tanah dengan jagung.

Dengan kekayaannya itu, ia meminang gadis manis tadi dengan membeli tanah milik ayah gadis manis itu. Dan sejak saat itu ia tidak pernah kelaparan lagi.
Sent from BlackBerry® on 3

Terima Kasih Sudah Merawatku

Di sekolah tempat saya bekerja, sepanjang hari banyak deretan siswa yang keluar dari ruangan klinik. Kami membagikan es untuk anak-anak yang luka memar, lalu plester bila mengalami luka, dan simpati serta pelukan.

Sebagai kepala sekolah, kantor saya berada di sebelah kanan pintu klinik, jadi saya sering mampir untuk mengulurkan tangan dan membantu mereka dengan memberikan pelukan.

Suatu pagi saya memberikan plester pada lutut seorang gadis kecil. Rambutnya pirang ikal, dan terlihat ia menggigil karena menggunakan blus tanpa lengan. Saya memakaikan baju hangat yang dibawanya. "Terima kasih sudah merawat saya," bisiknya sambil naik ke pangkuan dan merangkulku.

Setelah itu saya teringat benjolan asing di bawah lengan saya. Kanker, jenis yang agresif menyebar, sudah tiga belas kali menginvasi kelenjar getah bening saya. Saya berpikir perlu tidaknya memberitahu siswa-siswi tentang diagnosa saya. Kata payudara tampak begitu sulit bila dikatakan dengan suara keras kepada mereka, dan kata kanker tampak begitu menakutkan.

Akhirnya saya memutuskan memberitahu pada mereka sendiri. Tidak mudah memang, tapi empati dan kepedulian saya lihat di wajah mereka saat saya jelaskan keputusan saya. Ketika saya memberi mereka kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, sebagian besar dari mereka ingin tahu bagaimana mereka bisa membantu. Saya mengatakan kepada mereka bahwa saya menginginkan surat-surat, gambar, dan doa terbaik dari mereka.

Saya berdiri di pintu keluar dan anak-anak berbaris keluar menyalami saya. Teman pirang kecil saya keluar dari barisan dan berlari memelukku. Lalu ia melangkah mundur untuk melihat wajah saya. "Jangan takut, Bu," katanya sungguh-sungguh. "Saya tahu, kau akan kembali karena sekarang giliran kami merawat Anda."

Tidak ada yang pernah bisa melakukan pekerjaan yang lebih baik. Anak-anak mengirimkan buku cerita lucu saat saya menjalani kemoterapi pertama. Lalu sebuah video dari setiap kelas dengan nyanyian lekas sembuh pada kemoterapi berikutnya. Pada kemoterapi ketiga, sebuah kotak musik lembut diputarkan oleh perawat, di dalamnya mengalun lembut I Will Always Love You.

Saat saya di ruang isolasi di rumah sakit untuk transplantasi sumsum tulang pun, surat-surat dan gambar dari mereka terus berdatangan dan hampir menutupi seluruh dinding ruangan.

Kemudian anak-anak menggambar di atas kertas berwarna, memotongnya, dan menempel membuat pelangi di dalam ruangan kamar. "Saya seperti melangkah ke Disneyland setiap kali masuk ruangan ini," kata dokter tertawa. Belum lagi sebatang pohon apel buatan tinggi yang ditempeli pesan-pesan kecil di tiap rantingnya dari murid-murid dan para guru.

Akhirnya saya cukup sehat untuk kembali bekerja. Saat berjalan menuju ke sekolah, tiba-tiba saya diliputi keraguan. Bagaimana bila anak-anak melupakan saya? Bagaimana bila mereka tidak menginginkan saya yang botak dan kurus

Saya melihat tulisan di spanduk "Selamat datang kembali Bu.." Semakin mendekat, saya memandang pita merah muda di jendela, terikat pada gagang pintu, bahkan di atas pohon. Anak-anak dan para guru mengenakan pita merah muda juga.

Sahabat pirang kecil saya maju di baris pertama menyambut saya. "Anda kembali, Bu, benar-benar kembali!" Ia berteriak, "Lihat, aku sudah bilang 'kan kalau kami akan menjagamu!"

Saat aku memeluknya erat-erat, samar-samar saya mendengar kotak musik saya memainkan lagu I Will Always Love You.

Sumber: intisari-online.com
Sent from BlackBerry® on 3

Menukar Sukacita dengan Hal Sepele

Untuk memperingati ulang tahun pernikahan mereka, sepasang suami istri makan malam di sebuah restoran. Semua berjalan dengan lancar, makanan enak, suasana romantis, mereka bicara tentang hal-hal menyenangkan dan bernostalgia.

Ketika hendak membayar tagihan, sang istri terkejut melihat ada kesalahan sebesar 10 ribu rupiah. Ia menanyakan hal tersebut dan mendapat jawaban yang tidak memuaskan dari si pelayan. Sang suami memilih untuk mengajak istrinya pulang saja, tidak usah diperdebatkan.

Namun, di dalam mobil, sang istri tetap mengomel, termasuk kepada suaminya yang menurutnya tidak membela dirinya. Malam yang sedianya indah itu mendadak jadi tegang. Saat itulah, suaminya berkata, "Sayang, sadarkah bahwa kamu sudah menukar sukacita dan keindahan malam ini hanya dengan 10 ribu rupiah?"

Berapa banyak kita sering bersikap demikian. Sukacita kita "tukar" dengan ucapan seseorang. Sepuluh tahun persahabatan dihapus hanya oleh sepuluh menit perselisihan. Sepuluh tahun kerjasama yang baik hancur oleh masalah uang sekian juta. Hubungan keluarga putus oleh masalah rupiah.

Banyak hal besar dan penting tanpa sadar kita tukar begitu saja dengan hal-hal yang nilainya sebenarnya sama sekali tak sebanding. Tanpa sadar pada akhirnya hanya bisa menyesal karena telah menyia-nyiakan hal penting karena hal kecil, banyak orang juga pada akhirnya hanya bisa menyesal saat perselisihan telah terjadi, hubungan telah rusak dan sukacita menjadi hilang.

Berapa banyak konflik dan kemarahan yang kita rasakan sebenarnya hanya terjadi karena hal yang tak layak dan tak penting seperti itu. Sesungguhnya saat kita marah karena hal-hal seperti kebiasaan, sikap atau ucapan seseorang sampai membuat hubungan kita dengannya menjadi rusak, maka kita sudah menukar posisi orang itu dengan hal-hal tadi.

Demikain layakkah? (YDA)

Sumber:intisari-online.com
Sent from BlackBerry® on 3

Wednesday, November 6, 2013

Disamping Orang Yang Tidak Menyenangkan

Seorang wanita kulit putih berusia 50 tahun tiba di kursi pesawat terbang dalam penerbangan yang ramai. Kursi di sebelahnya duduk seorang pria berkulit hitam.

Merasa tidak nyaman, wanita itu segera memanggil pramugari dan menginginkan pindah dari tempatnya sekarang. Wanita itu berkata, "Aku tidak bisa duduk di sebelah pria kulit hitam."

Pramugari mengatakan, "Biarkan saya melihat apakah saya bisa menemukan tempat duduk lain." Setelah memeriksa pramugari kembali dan mengatakan kepada wanita itu, "Maaf, tidak ada lagi kursi kosong di kelas ekonomi, tapi aku akan menanyakan kepada Kapten dan melihat apakah ada kursi kosong di kelas utama."

Sekitar 10 menit pramugari itu kembali.

"Kapten mengonfirmasikan bahawa tidak ada lagi kursi kosong di kelas ekonomi, tapi ada satu kursi di kelas utama. Kebijakan perusahaan kami tidak pernah memindahkan penumpang dari kelas ekonomi ke kelas utama, tetapi akan menjadi sebuah skandal bagi perusahaan kami bila seseorang duduk di samping orang yang tidak menyenangkan. Kapten setuju untuk memindahkan ke kelas utama."

Sebelum wanita itu bisa mengatakan apa-apa, pramugari menunjuk pria berkulit hitam di sebelahnya, dan berkata, "Karena itu Pak, jika Anda tidak berkeberatan untuk mengambil barang-barang pribadi Anda, kami ingin memindahkan kenyamanan Anda di kelas utama. Kapten tidak ingin Anda duduk di samping orang yang tidak menyenangkan."

Penumpang berkulit hitam itu bertepuk tangan, sementara para penumpang lain memberikan tepuk tangan sambil berdiri.

Sumber: intisari-online.com
Sent from BlackBerry® on 3

Friday, November 1, 2013

Kado untuk Ulang Tahun ke-15

Suatu hari seorang gadis berusia 11 tahun bertanya pada ayahnya, "Pa, apa yang akan saya dapatkan ketika saya berulang tahun yang ke-15?"

Sang ayah menjawab, "Wah, masih jauh Nak, masih banyak waktu untuk itu."

Ketika gadis itu berusia 14 tahun, ia pingsan, dan akhirnya dilarikan ke rumah sakit. Dokter keluar dan mengatakan kepada ayahnya bahwa jantungnya rusak dan mungkin hidupnya tidak lama lagi. Sang ayah menghampiri tempat anaknya berbaring. Anaknya yang tumbuh remaja itu bertanya, "Pa, apakah yang mereka bilang saya akan mati?"

Sang ayah menjawab sambil menangis, "Tidak, kau akan hidup."

Anak gadis itu bertanya, "Bagaimana kau bisa yakin, Pa?"

Ayahnya berdiri dan keluar, sambil menjawab dari balik pintu, "Aku tahu."

Anak gadis itu telah berusia 15 tahun ketika ia sudah mulai pulih dan pulang ke rumah. Ia menemukan surat di tempat tidurnya. Dalam surat tersebut, tertulis: "Putriku tercinta, jika kau membaca surat ini berarti semua berjalan baik seperti yang telah kukatakan padamu.

Suatu hari kau pernah bertanya padaku, apa yang aku berikan padamu saat kau berulang tahun ke-15.  Saat itu aku tidak tahu harus menjawab apa, tapi sekarang yang kuberikan padamu adalah jantungku."

Cintailah orangtua kita. Mereka mengorbankan begitu banyak untuk membuat kita bahagia, tanpa kita sadari. Kita begitu sibuk saat tumbuh dewasa hingga kita lupa bahwa mereka juga bertambah tua. Luangkan waktu yang berkualitas dengan mereka, perlakukan orang tua dengan merawatnya penuh cinta, karena kita akan mengetahui nilai mereka, saat kita melihat kursi yang biasa mereka pakai itu kosong

Sumber: intisari-online.com
Sent from BlackBerry® on 3