Friday, August 30, 2013

Buat Hidup Menyenangkan Dengan Selalu Bersyukur

Begitu memasuki mobil mewahnya, seorang Direktur bertanya pada sopir pribadinya, bagaimana kira-kira cuaca hari ini.

Si sopir menjawab, "Cuaca hari ini adalah cuaca yang saya sukai."

Merasa penasaran dengan jawaban tersebut, Direktur itu bertanya lagi, "Bagaimana kamu bisa begitu yakin?"

Sopirnya menjawab, "Begini, Pak. Saya sudah belajar bahwa saya tidak selalu mendapatkan apa yang saya sukai, karena itu saya selalu menyukai apapun yang saya dapatkan."

Jawaban singkat tadi merupakan wujud perasaan syukur sang sopir. Syukur merupakan kualitas hati yang terpenting. Dengan bersyukur kita akan senantiasa diliputi rasa damai, tenteram, dan bahagia.

Sebaliknya, perasaan tidak bersyukur akan senantiasa membebani kita. Kita akan selalu merasa kurang dan tidak merasa bahagia.

Mari kita lihat keadaan sekeliling kita, pikirkan yang kita miliki, dan syukurilah. Kita akan merasakan nikmatnya hidup. Pusatkan perhatian kita pada sifat-sifat baik atasan, pasangan, dan orang-orang di sekitar kita. Maka hidup akan menjadi lebih menyenangkan.

Tuesday, August 27, 2013

Setiap Orang Punya Cerita

Hidup itu terbungkus oleh banyak lapisan. Terkadang kita hanya melihat lapisan luarnya saja dan tidak tahu bagaimana isi di dalamnya.

Kita hanya melihat seorang pengusaha hebat, rumahnya besar, mobilnya mewah, hidupnya bahagia. Padahal dia mungkin sedang stres dan hidupnya penuh hutang, kerja kerasnya hanya untuk membayar bunga pinjaman, semua asetnya sudah menjadi milik bank.

Lalu, pasangan anggun yang hadir di sebuah acara reuni begitu serasi dan mempesona, mereka pasti hidup harmonis dan bahagia. Padahal, hidup mereka penuh dengan kebencian, saling menuduh, mengkhianati, dan menyakiti, bahkan sudah dalam proses perceraian dan bagi harta.

Ada juga seorang pemuda, lulusan sekolah terkenal dengan nilai tertinggi, pasti mudah memperoleh pekerjaan, dengan gaji besar, hidupnya pasti bahagia. Padahal, ia sudah terkena PHK sepuluh kali, jadi korban fitnah di lingkungan kerjanya. Dan sudah dua bulan belum mendapakan pekerjaan baru.

Ada seorang ibu muda, yang selalu pergi ke diskotik, punya banyak waktu, tidak pernah pusing dengan pekerjaan rumah, hidupnya sangat santai. Dia pasti bahagia. Padahal, batinnya hampa dan kesepian, jiwanya merintih, karena suaminya tidak pernah menghargai dan menghasihinya.

Begitu juga dengan tetangga. Anaknya sudah besar-besar, bapak-ibunya sudah boleh santai dan tenang. Mereka pasti bahagia. Namun kenyataannya orangtua mereka tak pernah bisa tidur nyenyak, karena kelakuan anak-anaknya yang tidak bermoral dan menyalahgunakan narkoba.

Kita selalu tertipu oleh keindahan di luar dan tidak tahu bagaimana realita yang ada di dalam. Sesungguhnya semua keluarga punya masalah. Semua orang punya cerita duka. Begitulah hakekat hidup.

Janganlah membicarakan masalah orang lain, sebenarnya siapapun tidak mau mengalami masalah. Tapi, manusia tak luput dari masalah. Jangan mengeluh karena masalah. Hayatilah makna di balik semua masalah karena semua masalah akan membuat hidup menjadi bermakna.

Jangan bandingkan hidup kita dengan orang lain, karena orang lain belum tentu lebih bahagia dari kita.

Sumber: intisari-online.com

Wednesday, August 14, 2013

Yang Tahu Kesalahan Kita, Hanya Kita dan Tuhan saja

Ada seorang pelukis yang sangat terkenal karena lukisannya yang indah, halus, teliti, detail, dan seindah objek apapun yang dilukisnya. Raja sangat menyukai dan mengagumi karya-karya si pelukis.

Sebagai tanda penghormatan, penghargaan, dan keinginan untuk mengabadikan karya seni seorang seniman besar yang pernah ada di negeri itu, raja membuatkan sebuah monumen besar yang nantinya di atas monumen itu terpampang lukisan yang akan dikerjakan oleh si pelukis. Raja berharap, seluruh rakyat negeri itu akan mengenang dan menikmati karya seni yang tinggi hingga bertahun-tahun ke depan, sampai ke generasi selanjutnya.

"Baiklah rajaku, hamba akan memenuhi harapan baginda," janji si pelukis. Setelah monumen berdiri dengan megah di tengah kota, si pelukis mulai membuat sketsa kasar, menghaluskan, dan menambahkan berbagai ornamen cantik di sana-sini. Disusul dengan membuat campuran berbagai macam cat warna, mengoleskannya dengan seksama.

Masyarakat pun setiap hari bergantian berkerumun dan dibuat terkagum-kagum atas lukisan besar yang sedang dibuat itu. Dan bila lukisan telah utuh dikerjakan, setiap hari si pelukis datang ke sana, ada saja detail yang dibenahinya, pokoknya lukisan yang indah itu serasa belum memuaskan si pelukis.

Temannya yang ikut membantu pekerjaan besar itu menyapa dan bertanya kepadanya, "Sobat, begitu lama kamu mengerjakan proyek ini. Lukisanmu ini ada di atas bangunan yang begitu tinggi, orang-orang yang menikmati lukisanmu memuji keindahannya dan tidak melihat sedikitpun kekurangannya. Sudahlah, anggap saja sudah selesai tuntas. Dari tempat yang begitu tinggi, Jika ada kekurangan sedikit-sedikit, memangnya siapa yang akan tahu?"

"Yang tahu kekurangannya adalah aku dan Tuhanku," jawab si pelukis serius.

Sebenarnya melukis sama seperti menjalani kehidupan ini. Setiap perbuatan atau kesalahan yang kita lakukan, belum tentu orang lain tahu, tetapi setidaknya kita sendiri yang tahu dan pastinya Tuhan juga tahu. Jika ingin hasil kerja yang terbaik, kerjakan sebaik-baiknya, semaksimal mungkin. Bukan atas dasar penilaian orang lain. Jika ingin berbuat baik, lakukan dengan ketulusan yang ada di dalam diri, karena hanya kita tahu dan Tuhan pun pasti tahu.

Sumber: intisari-online.com

Monday, August 12, 2013

Wujud dari Cinta

Kisah ini mungkin sudah sering kali kita baca. Tapi tidak ada salahnya kita membacanya lagi untuk mengingatkan kembali apa yang kita butuhkan dari pasangan kita:

Suami saya adalah seorang insinyur, saya mencintai sifatnya yang alami dan saya menyukai perasaan hangat yang muncul dihati saya ketika saya bersandar di bahunya yang bidang.

Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan dua tahun dalam masa pernikahan, saya harus akui, bahwa saya mulai merasa lelah. Alasan-alasan saya mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan.

Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan. Suami saya jauh berbeda dari yang saya harapkan. Rasa sensitifnya kurang. Selain itu, ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal.

Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya, bahwa saya menginginkan perceraian. "Mengapa?" dia bertanya dengan terkejut. "Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan" Dia terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.

Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan darinya? Akhirnya dia bertanya, "Apa yang dapat saya lakukan untuk merubah pikiranmu?"

Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan, "Saya punya pertanyaan, jika kau dapat menemukan jawabannya di dalam hati saya, saya akan merubah pikiran saya: Seandainya, saya menyukai setangkai bunga indah yang ada di tebing gunung dan kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati. Apakah kamu akan melakukannya untuk saya?"

Dia termenung dan akhirnya berkata, "Saya akan memberikan jawabannya besok." Hati saya langsung gundah mendengar responnya. Keesokan paginya, dia tidak ada dirumah, dan saya menemukan selembar kertas dengan coret-coretan tangannya di bawah sebuah gelas yang berisi susu hangat yang bertuliskan....

"Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya."

Kalimat pertama ini menghancurkan hati saya. Saya melanjutkan untuk membacanya.

"Kamu bisa mengetik di komputer dan selalu mengacaukan program di PC-nya dan akhirnya menangis di depan monitor, saya harus memberikan jari-jari saya supaya bisa membantumu dan memperbaiki programnya."

"Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar rumah, dan saya harus memberikan kaki saya supaya bisa mendobrak pintu, dan membukakan pintu untukmu ketika pulang."

"Kamu suka jalan-jalan ke luar kota tetapi selalu nyasar di tempat-tempat baru yang kamu kunjungi. Saya harus menunggu di rumah agar bisa memberikan mata saya untuk mengarahkanmu."

"Kamu selalu pegal-pegal pada waktu 'teman baikmu' datang setiap bulannya, dan saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kakimu yang pegal."

"Kamu senang diam di rumah, dan saya selalu kuatir kamu akan menjadi 'aneh'. Dan harus membelikan sesuatu yang dapat menghiburmu di rumah atau meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu yang aku alami."

"Kamu selalu menatap komputermu, membaca buku dan itu tidak baik untuk kesehatan matamu. Saya harus menjaga mata saya agar ketika kita tua nanti, saya masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti ubanmu."

"Tanganku akan memegang tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai, menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajahmu".

"Tetapi sayangku, saya tidak akan mengambil bunga itu untuk mati. Karena, saya tidak sanggup melihat air matamu mengalir menangisi kematianku."

"Sayangku, saya tahu, ada banyak orang yang bias mencintaimu lebih dari saya mencintaimu."

"Untuk itu sayang, jika semua yang telah diberikan tanganku, kakiku, mataku, tidak cukup bagimu. Aku tidak bisa menahan dirimu mencari tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakanmu."

Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi saya tetap berusaha untuk membacanya. "Dan sekarang, sayangku, kamu telah selasai membaca jawaban saya. Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkanku untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri disana menunggu jawabanmu."

"Jika kamu tidak puas, sayangku, biarkan aku masuk untuk membereskan barang-barangku, dan aku tidak akan mempersulit hidupmu. Percayalah, bahagiaku bila kau bahagia.".

Saya segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti kesukaanku. Oh, kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai saya lebih dari dia mencintaiku.

Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari hati kita karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.

Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita, dan bukan mengharapkan wujud tertentu. Karena cinta tidak selalu harus berwujud "bunga"

Sumber: intisari-online.com

Tuesday, August 6, 2013

Pertapa Muda dan Kepiting

Suatu ketika di sore hari yang terasa teduh, tampak seorang pertapa muda sedang bermeditasi di bawah pohon, tidak jauh dari tepi sungai.

Saat sedang berkonsentrasi memusatkan pikiran, tiba-tiba perhatian pertapa itu terpecah kala mendengarkan gemericik air yang terdengar tidak beraturan.

Perlahan-lahan, ia kemudian membuka matanya.
Pertapa itu segera melihat ke arah tepi sungai di mana sumber suara tadi berasal.

Ternyata, di sana tampak seekor kepiting yang sedang berusaha keras mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meraih tepian sungai sehingga tidak hanyut oleh arus sungai yang deras.

Melihat hal itu, sang pertapa merasa kasihan.
Karena itu, ia segera mengulurkan tangannya ke arah kepiting untuk membantunya.

Melihat tangan terjulur, dengan sigap kepiting menjepit jari si pertapa muda.

Meskipun jarinya terluka karena jepitan capit kepiting, tetapi hati pertapa itu puas karena bisa menyelamatkan si kepiting.

Kemudian, dia pun melanjutkan kembali pertapaannya.
Belum lama bersila dan mulai memejamkan mata, terdengar lagi bunyi suara yang sama dari arah tepi sungai.

Ternyata kepiting tadi mengalami kejadian yang sama.

Maka, si pertapa muda kembali mengulurkan tangannya dan membiarkan jarinya dicapit oleh kepiting demi membantunya.

Selesai membantu untuk kali kedua, ternyata kepiting terseret arus lagi.

Maka, pertapa itu menolongnya kembali sehingga jari tangannya makin membengkak karena jepitan capit kepiting.

Melihat kejadian itu, ada seorang tua yang kemudian datang menghampiri dan menegur si pertapa muda, "Anak muda, perbuatanmu menolong adalah cerminan hatimu yang baik.

Tetapi, mengapa demi menolong seekor kepiting engkau membiarkan capit kepiting melukaimu hingga sobek seperti itu?"

"Paman, seekor kepiting memang menggunakan capitnya untuk memegang benda.
Dan saya sedang melatih mengembangkan rasa belas kasih.
Maka, saya tidak mempermasalahkan jari tangan ini terluka asalkan bisa menolong nyawa makhluk lain, walaupun itu hanya seekor kepiting," jawab si pertapa muda dengan kepuasan hati karena telah melatih sikap belas kasihnya dengan baik.
Mendengar jawaban si pertapa muda, kemudian orang tua itu memungut sebuah ranting.

Ia lantas mengulurkan ranting ke arah kepiting yang terlihat kembali melawan arus sungai.

Segera, si kepiting menangkap ranting itu dengan capitnya.

"Lihat Anak Muda. Melatih mengembangkan sikap belas kasih memang baik, tetapi harus pula disertai dengan kebijaksanaan.

Bila tujuan kita baik, yakni untuk menolong makhluk lain, bukankah tidak harus dengan cara mengorbankan diri sendiri. Ranting pun bisa kita manfaatkan, betul kan ?"

Seketika itu, si pemuda tersadar.
"Terima kasih, Paman. Hari ini saya belajar sesuatu.

*Mengembangkan cinta kasih harus disertai dengan kebijaksanaan*

*Di kemudian hari, saya akan selalu ingat kebijaksanaan yang Paman ajarkan."

Pembaca yang budiman, Mempunyai sifat belas kasih, mau memerhatikan dan menolong orang lain adalah perbuatan mulia, entah perhatian itu kita berikan kepada anak kita, orangtua, sanak saudara, teman, atau kepada siapa pun.
Tetapi, kalau cara kita salah, sering kali perhatian atau bantuan yang kita berikan bukannya memecahkan masalah, namun justru menjadi bumerang.

Kita yang tadinya tidak tahu apa-apa dan hanya sekadar berniat membantu, malah harus menanggung beban dan kerugian yang tidak perlu.
Karena itu, adanya niat dan tindakan berbuat baik, seharusnya diberikan dengan cara yang tepat dan bijak.
Dengan begitu, bantuan itu nantinya tidak hanya akan berdampak positif bagi yang dibantu, tetapi sekaligus membahagiakan dan membawa kebaikan pula bagi kita yang membantu.

Sumber: http://www.thecrowdvoice.com/post/pertapa-muda-dan-kepiting-21719040.html

Hal Kecil yang Mengubah Seseorang

Kisah ini diceritakan oleh seorang pemuda bernama Don.
Ketika masih menjadi mahasiswa di suatu sekolah tinggi, aku melihat seorang anak dari kelasnya sedang berjalan pulang. Namanya Kyle. Ia membawa semua buku-bukunya. Aku sempat berpikir, Kyle benar-benar bisa menjadi kutu buku bila semuanya dibawa pulang. Padahal aku sudah punya rencana di akhir pekan, dengan pertandingan sepakbolanya.

Ketika sedang berjalan, tiba-tiba aku melihat sekelompok anak-anak berjalan ke arah Kyle. Mereka berlari ke arahnya, lalu menyenggol tangan Kyle yang mengakibatkan semua bukunya jatuh berantakan. Kacamatanya terlempar jauh dan mendarat di rerumputan sekitar tempat itu. Aku melihat kesedihan di matanya.

Aku berlari menghampiri Kyle dan menyerahkan kacamata yang ditemukannya. Ia menatapku, dan berkata, "Hei terima kasih!" Ada senyum lebar di wajahnya. Senyum yang menunjukkan rasa terima kasih yang besar. Aku membantunya mengambil buku-bukunya, dan bertanya di mana ia tinggal.

Ternyata, ia tinggal di dekatku, padahal aku tidak pernah melihatnya. Rupanya Kyle bersekolah di sekolah swasta sebelumnya. Kami pun berjalan pulang bersama, berbicara sepanjang perjalanan pulang, dan aku membantu membawakan buku-bukunya. Ia ternyata cukup baik. Ketika aku mengajaknya bermain bola dengan kelompokku, ia menyanggupinya.

Selama empat tahun akhirnya kami bersahabat baik. Ketika selesai sekolah, maka kami pun memikirkan untuk melanjutkan kuliah. Kyle memutuskan untuk pergi ke negeri seberang, dan saya ke luar pulau. Aku tahu bahwa kami tetap akan berteman baik meski jarak memisahkan kami. Tapi yang jelas ia harus mempersiapkan pidato untuk kelulusannya.

Saat wisuda, aku melihat Kyle. Dia tampak hebat. Ia benar-benar menjadi orang besar dan semua gadis pasti menyukainya. Aku melihat ia tampak gugup. Maka aku pun membesarkan hatinya, "Hai, orang besar, Kau benar-benar akan menjadi besar!" Ia menatapku dan tersenyum.

"Terima kasih," katanya.

Saat memulai pidato, ia menyebutkan seorang teman adalah hadiah yang terbaik yang bisa kita berikan kepada mereka. Ia menceritakan sebuah kisah. Ia menceritakan bagaimana hari pertama kami bertemu. Ia telah merencanakan untuk bunuh diri selama akhir pekan. Ia berbicara bagaimana ia membersihkan lokernya sehingga ibunya tidak perlu melakukannya nanti dan membawa pulang barang-barangnya. Ia melihatku dan tersenyum kecil. "Untungnya, saya diselamatkan. Teman saya menyelamatkan saya dari perbuatan yang tidak seharusnya saya lakukan."

Aku terkesiap mendengarnya. Rupanya anak ini benar-benar lemah. Aku melihat ibu dan ayahnya menatapku dan tersenyum bersyukur. Aku benar-benar tidak menyadarinya.

Jangan pernah meremehkan kekuatan dari tindakan kita. Dengan satu gerakan kecil kita dapat mengubah hidup seseorang. Menjadi lebih baik atau buruk. Tuhan menempatkan kita dalam kehidupan masing-masing untuk mempengaruhi satu sama lain dalam berbagai cara. Carilah yang baik dalam diri orang lain. (*)

Sumber: intisari-online.com

Kado Cinta Terakhir

Di sebuah ruang rumah sakit, ada seorang anak kecil yang sedang berdoa, "Tuhan, aku memiliki seorang teman yang botak. Ia sangat ingin memiliki rambut panjang sepertiku. Tuhan, ijinkan aku membantu temanku. Amin."

Anak kecil itu sungguh bahagia ketika tiap pagi saat ia bangun tidur, didapatinya rambut-rambut panjang di bantalnya. Dia segera memungut helai-helai rambut itu dan menyimpannya pada sebuah kotak. Setiap hari berlalu seperti itu sampai kotak itu penuh dengan rambut.

Dengan sabar ia menjalin dan menata rambut itu lalu menempelkannya pada sebuah bando dengan pita pink. Dia pun menuju ke ruangan lain dan memberikan bando itu kepada temannya yang botak. "Lihat, kau sangat cantik. Sekarang kau memiliki rambut yang indah."

Tidak lama kemudian, anak kecil pemberi bando tersebut meninggal dalam keadaan kepala tak berambut. Ya, anak kecil itu menderita kanker dan tidak bersedih hati ketika rambut-rambutnya mulai rontok. Ia justru bersyukur dengan adanya rambut-rambut yang rontok itu sehingga bisa memberi hadiah untuk temannya.

Hidup mati manusia tidak ada yang bisa memprediksi. Kita tidak bisa menjadwalkan sebuah kematian. Saat kita bisa hidup saat ini, maka berikanlah cinta yang kita miliki kepada orang-orang tersayang. Cinta yang ada di dalam hati kita saat ini adalah cinta terakhir karena nasib kita esok ada di tangan Tuhan.

Jangan pernah membendung cinta yang ada di dalam hati. Jangan pernah menunda untuk mengasihi orang lain. Saat kita mencintai maka kita akan dicintai. Saat kita mengasihi maka kita akan dikasihi. Saat kita memberikan hidup kita kepada Tuhan, maka Tuhan juga akan memberikan rahmat-Nya kepada kita

Sumber: intisari-online.com

Monday, August 5, 2013

Moment Of Truth

Jan Carlson baru saja dinobatkan sebagai CEO di sebuah maskapai penerbangan SAS (Scandinavian Airlines System). Perusahaannya berada dalam kesulitan merugi $17jt/thn. Mereka baru saja menerima jajak pendapat konsumen sebagai maskapai penerbangan dengan peringkat terburuk di dunia. Urutan terakhir dalam pelayanan, terakhir dalam kepercayaan, dan urutan terakhir dalam hal keuntungan sebagai persentase penjualan. Namun, satu tahun kemudian, dalam jajak pendapat yang sama, mereka mendapat peringkat nomor satu dalam tiga kategori tersebut. Apa yang terjadi?

Carlson telah memutuskan untuk fokus pada apa yang dia pikirkan adalah hal yang paling penting, yaitu melayani pelanggan. Pikirannya sederhana, mengidentifikasi setiap kontak antara pelanggan dan karyawan, dan memperlakukan hubungan itu sebagai "momen kebenaran".

Ia membiarkan orang lain mengetahui pentingnya momen itu; kapten, agen tiket, petugas bagasi, juga pramugari.

"Setiap saat, setiap kontak," katanya, "harus menyenangkan, dan mudah diingat pelanggan."

Ia pikir ia memiliki sekitar sepuluh juta pelanggan setiap tahun, dan rata-rata setiap pelanggan melakukan kontak dengan lima karyawannya untuk sekitar masing-masing lima belas detik. Oleh karena itu, dalam pikirannya, lima puluh juta kontak, lima belas detik dalam suatu waktu, akan menentukan nasib perusahaannya.

Lalu ia berbagi visinya dengan dua puluh ribu karyawannya. Ia tahu kuncinya adalah memberdayakan garis depan. Biarkan mereka membuat keputusan dan mengambil tindakan, selama lima belas detik. Ia sekarang memiliki dua puluh ribu orang yang bersemangat dan siap untuk fokus pada satu hal yang sangat penting, membuat setiap momen.
Sumber, wikipedia, Intisari-online