Monday, June 24, 2013

Hati Yang Sempurna

Pada suatu hari, seorang pemuda berdiri di tengah kota dan menyakan bahwa dialah pemilik hati yang terindah di kota itu. Banyak orang kemudian berkumpul dan mereka semua mengagumi hati pemuda itu, karena memang benar-benar sempurna. Satu cacat atau goresan tidak sedikut pun ada di hati pemuda itu.

Pemuda itu sangat bangga dan mulai menyombongkan hatinya yang indah. Tiba-tiba, seorang lelaki tua menyeruak dari kerumunan, tampil ke depan dan berkata, "Mengapa hatimu masih belum seindah hatiku?"

Kerumunan orang-orang dan pemuda itu melihat pada hati Pak Tua itu. Hati Pak Tua itu berdegup dengan kuatnya, namun penuh dengan bekas luka, ada bekas potongan hati yang diambil dan ada potongan lain yang ditempatkan di situ. Namun tidak benar-benar pas dan ada sisi potongan yang tidak rata. Bahkan ada bagian-bagian yang berlubang karena dicungkil dan tidak ditutup kembali. Orang-orang itu tercengang dan berpikir, bagaimana mungkin pak tua itu mengatakan bahwa hatinya lebih indah?

Pemuda itu melihat kepada pak tua itu, memperhatikan hati yang dimilikinya dan tertawa, "Anda pasti bercanda Pak Tua, coba bandingkan hatimu dengan hatiku. Hatiku sangatlah sempurna, sedangkan hatimu tak lebih dari kumpulan bekas luka dan cabikan," katanya.

"Ya," kata Pak Tua itu. "Hatimu sangat kelihatan sempurna, namun aku tak akan menukar hatiku dengan hatimu. Lihatlah, setiap bekas luka ini ada tanda dari orang yang kepadanya kuberikan kasihku. Aku menyobek sebagian dari hatiku untuk kuberikan kepada mereka untuk menutup kembali sobekan yang kuberikan.

"Namun karena setiap sobekan itu tidaklah sama, ada bagian yang kasar, sangat aku hargai, karena itu mengingatkanku akan kasih yang telah bersama-sama kami bagikan. Adakalanya aku memberikan potongan hatiku begitu saja dan orang yang kuberi itu tidak membalas dengan memberikan potongan hatinya. Hal itulah yang meninggalkan lubang sobekan.

Memberikan cinta kasih adalah kesempatan. Meskipun bekas cabikan itu menyakitkan. Aku berharap, suatu ketika nanti mereka akan kembali dan mengisi lubang-lubang itu. Sekarang tahukah engkau keindahan hati yang sesungguhnya?"

Pemuda itu berdiri membisu dan air mata mulai mengalir di pipinya. Ia berjalan ke arah Pak Tua itu, menggapai hatinya yang begitu muda dan indah, dan merobek sepotong. Pemuda itu memberikan sobekan hatinya kepada Pak Tua dengan tangan yang gemetar. Pak Tua itu menerima pemberian itu, menaruh di hatinya dan kemudian mengambil sepotong dari hatinya yang sudah amat tua dan menutup lubang di hati pemuda itu.

Sobekan itu pas, tetapi tidak sempurna, karena ada sisi-sisi yang tidak sama rata. Pemuda itu melihat ke dalam hatinya, yang tidak lagi sempurna tetapi kini lebih indah dari sebelumnya. Karena cinta kasih dari Pak Tua itu telah mengalir ke dalamnya. Mereka kemudian berpelukan dalam tangis bahagia dan dalam kasih.

Sumber - Intisari-Online.com –

Wednesday, June 19, 2013

Hadapi Segala Rintangan

Seorang ayah mengajak anaknya yang masih remaja berjalan-jalan menikmati sejuknya pagi di suatu desa. Setelah setengah jam lamanya berjalan, mereka pun berhenti di sebuah bangunan dengan tembok-tembok yang sangat kokoh, untuk beristirahat.

"Ayah, mana jalan menuju tempat yang sangat indah, yang sering Ayah ceritakan?" tanya sang anak kepada ayahnya.

"Kamu jalan saja sedikit ke arah sana, terus belok ke kiri ya," jawab ayahnya.

Kemudian anak itu berjalan sendiri menuju tempat yang ditunjukkan ayahnya. Namun tatkala si anak telah sampai di tempat yang disebutkan, ia hanya menemukan jalan buntu dengan sebuah tembok kokoh menghadang di hadapannya.

"Hah… jalan buntu!" keluh sang anak. "Barangkali aku salah mengerti maksud ayah," katanya menghibur diri.

"Ayah… di mana jalan menuju tempat yang indah itu?" tanya si anak kembali kepada ayahnya.

Menjawab pertanyaan kembali dari anaknya, sang ayah tetap menunjuk ke arah yang sama tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Anak itu kembali berjalan ke arah yang ditunjukkan ayahnya, dan lagi-lagi tetaplah sama, yang ditemuinya adalah sebuah jalan buntu dengan tembok yang kokoh membentang menutupi jalan tersebut. Awalnya si anak berpikir ayahnya pasti sedang mengajaknya bergurau. Tetapi setelah beberapa kali, ia merasa ayahnya mempermainkannya. Perasaan kecewa, marah, putus asa pun melingkupi si anak.

Dengan berlari-larian ia kembali menuju tempat duduk ayahnya. Ia bertanya lagi dengan nada suara yang menunjukkan kekesalannya, "Ayah, aku sudah menuruti petunjuk ayah, tetapi yang aku temui adalah sebuah jalan buntu dengan tembok yang menutupi dan menghadangku. Sekali lagi aku bertanya kepada ayah, di manakah tempat yang indah itu, Ayah?"

"Anakku sayang, di situlah jalan menuju tempat yang sangat indah itu. Hanya beberapa langkah saja di balik tembok itu, kamu akan menemukan taman bunga yang sangat indah sekali. Lihatlah.. di bawah sekeliling tembok itu, banyak batu-batu yang dapat kamu susun dan gunakan untuk melompati tembok itu. Dan percayalah anakku, di balik tembok itulah tempat taman bunga yang sangat indah, yang sering Ayah ceritakan kepadamu, karena Ayah sendiri pernah ke sana," jawab ayahnya dengan lemah lembut dan penuh kasih.

Betapa sering kita gagal mencapai sebuah tujuan karena terus terfokus hanya melihat sebuah rintangan dan tidak berani mengatasinya. Masalah yang muncul di dalam kehidupan, kita anggap sebagai tembok yang sangat kokoh dan tidak mungkin kita atasi. Ditambah lagi kita kurang peka akan hal-hal kecil yang ada di sekitar kita, yang dapat membantu kita melewati rintangan tersebut dengan menyusunnya satu demi satu. Bukan lantas kita berkecil hati, putus asa, kecewa, dan mundur maupun berbalik arah melihat suatu rintangan yang menghadang di dalam kehidupan kita.

Jika kita ingin menemukan "tempat yang indah", yaitu sebuah kesuksesan di dalam kehidupan kita, maka berdirilah teguh dan maju terus untuk mengatasi segala rintangan yang menghadang di depan kita, tanpa pernah mengenal rasa takut dalam menghadapi masalah.

Source: intisari-online.com

Tuesday, June 18, 2013

Melepaskan Duri dalam Hidup

Pagi yang cerah, Nova mengajak anjing kecilnya lari pagi ke taman yang tak jauh dari kompleks rumahnya. Anak anjing itu berlari kesana-kemari, menggonggong kesana-kemari dengan gembiranya, berlari ke rumput-rumput dan semak duri yang ada di sekitar taman itu. Berkali-kali Nova memanggilnya untuk kembali ke rumah tapi anjing kecilnya begitu gembira. Nova takut anjingnya terluka, karena di pojok taman banyak semak duri yang bisa melukai anjingnya.

Anjing kecil itu baru mengerti kalau tuannya marah, saat Nova mengacungkan kayu kecil padanya. Dengan berat hati anjing kecil itu meninggalkan semak-semak duri yang dianggapnya sebagai tempat bermain mengasyikkan.

Sore harinya, si anjing kecil terlihat diam dan menangis-nangis kecil. Melihat perilaku anjingnya tidak seperti biasanya, Nova mulai khawatir kalau-kalau anjingnya sakit. Benar saja, setelah diperiksa ternyata ada duri besar menancap tepat di kaki anjing kecil itu.

Pikir Nova pastilah duri ini berasal dari taman bermain, karena begitu asyiknya bermain si anjing kecil tidak menyadari ada duri yang tertancap di kakinya. Rasa sakit itu terasa justru setelah ia tidak lagi bermain di taman. Nova berusaha mencabut duri, anjing kecil itu justru memberontak dan bergerak-gerak dengan kuatnya karena saat hendak dicabut timbul rasa sakit yang luar biasa. Nova tidak mau kalah, ia tetap berusaha menenangkan anjing kecilnya dan dengan hati-hati Nova berusaha mencabut duri itu.

Kita pun sering berperilaku seperti anjing kecil, berusaha untuk keluar dari pergumulan hidup, berusaha menyelesaikan segala persoalan yang menimpa kita, tapi tidak berhasil. Kita sering lupa, ada kekuatan Tuhan yang dapat membantu kita menyelesaikan segala permasalahan hidup kita. Pada saat 'duri' dicabut dari kehidupan kita, pastilah ada rasa sakit. Namun, setelah itu ada kelegaan yang membuat kita mampu untuk berjalan lebih mantap ke depan.
Disadur dari Intisari-Online.com

Thursday, June 13, 2013

Lelaki Yang Kehabisan Odol

Lelaki yang KEHABISAN ODOL di penjara.

(True story)

Istrinya telat berkunjung, anaknya sudah melupakannya, sahabatnya mengabaikannya,,, semua menjadi hal-hal yang sangat menjengkelkan.

Lelaki itu merasa sendirian, bahkan lebih dari itu: dia merasa tidak berharga!

Berdoa untuk sebuah kesembuhan, atau minta dibukakan jalan keluar dari masalahpun adalah sesuatu yang wajar.

Tetapi minta odol kepada Sang Pencipta alam semesta, tentunya harus dipikirkan berulangkali. Sesuatu yang sepele dan mungkin tidak pada tempatnya.

Tapi dengan tekad bulat dan hati yang dikuatkan dari rasa malu, lelaki itu mengucapkan doa yang ia sendiri anggap itu gila.

Ia berbisik : "TUHAN, Kau mengetahuinya, aku sangat membutuhkan benda itu".

Tengah malam, ia terjaga oleh seorang lelaki gemuk dengan buntalan tas, dipaksa petugas masuk ke kamarnya.

Pagi harinya, lelaki penghuni penjara itu terbangun dan menemukan dirinya berada sendirian dalam sel penjara.
Lho mana Si Gemuk, pikirnya.
Apa tadi malam aku bemimpi?

"Dia bilang itu buat kamu !!", kata petugas sambil menunjuk ke buntalan tas dipojok ruangan. Dia sudah kami bebaskan, dini hari tadi… biasa salah tangkap !", kata petugas itu, "dan tas dengan segala isinya itu buat kamu".

Lelaki itu menghampiri tas dan membukanya.

Tiba² saja lututnya terasa lemas.
Tak sanggup ia berdiri.

"Ya..TUHAAANNN!!!!", ia tersungkur, gemetar dan wajah basah oleh air mata.

Disampingnya tergeletak tas yang isinya lima kotak odol, sebuah sikat gigi baru, dua buah sabun mandi, tiga botol sampo, dan beberapa helai pakaian sehari-hari.

Kisah tersebut adalah kisah nyata.

Suatu ketika, saat kita merasa jalan di hadapan kita seolah terputus. Sementara harapan diganti deru ketakutan, kebimbangan dan putus asa. Ada baiknya kita memohonlah dgn sungguh², bahkan odolpun akan dikirimkan' Nya bagi siapapun yg membutuhkannya.

"Semoga saja engkau mengetahui betapa dirimu dicintai-NYA

Wednesday, June 12, 2013

Rahib yang Rakus

Gessen itu seorang rahib Budha. Akan tetetapi ia juga
seniman lukis berbakat ulung. Sebelum mulai melukis ia  selalu menuntut
bayaran di muka. Upah yang dimintanya besar luar biasa. Maka ia dikenal
sebagai rahib rakus.

Seorang geisha memanggil dia untuk menggambar. Gessen berkata, "Kamu mau
membayar berapa?" Perempuan itu kebetulan melayani kekasih kaya di waktu
itu. Ia berkata, "Apa saja yang kamu minta. Namun lukisan harus dibuat
sekarang di hadapanku."

Gessen segera mulai bekerja dan ketika lukisan sudah selesai, ia menuntut 
bayaran paling tinggi yang pernah ia minta. Ketika Geisha itu memberikan
uangnya, ia berkata kepada kekasihnya. "Orang ini dianggap seorang rahib,
tetapi yang dipikirkan hanya uang. Bakatnya memang luar biasa, tetapi
pikirannya itu kotor, mata-duitan. Bagaimana orang memamerkan lukisan orang
berpikiran kotor  seperti itu? Karyanya itu baik untuk pakaian dalam
bagiku."

Dengan itu ia melemparkan rok dalam kepadanya dan meminta untuk
menggambarkan lukisan padanya. Gessen bertanya seperti biasa sebelum ia
mulai dengan karyanya. "Kamu akan memberi aku upah berapa?" "Oh, sebanyak
yang kamu inginkan," kata wanita itu. Gessen menyebut harganya,
menggambarkan lukisan, tanpa malu mengantongi uangnya, dan pergi.

Bertahun-tahun kemudian, ada seseorang yang menemukan mengapa Gessen begitu
rakus mengumpulkan uang. Bahaya kelaparan kerap menimpa daerahnya. Orang
kaya tidak peduli menolong yang miskin. Maka Gessen menyuruh membangun
lumbung-lumbung rahasia di daerah itu dan mengisinya dengan gandum bagi
keadaan darurat. Tidak ada orang tahu, gandum datang dari mana atau siapa
penderma bagi wilayah itu.

Alasan lain, mengapa Gessen menginginkan uang itu: jalan dari desanya menuju
kota yang puluhan kilometer jauhnya jelek. Gerobak pun tidak bisa berjalan
di sana; hal ini menimbulkan banyak derita bagi yang tua dan yang sakit,
kalau mereka perlu pergi ke kota. Maka Gessen menyuruh memperbaiki jalan.

Alasan terakhir adalah kuil untuk bermeditasi, yang selalu dicita-citakan
oleh guru Gessen, tetapi tidak dapat ia laksanakan. Gessen membangun kuil
itu sebagai tanda terima kasih kepada guru yang dihormatinya.

Sesudah rahib rakus itu selesai membangun jalan kuil dan lumbung-lumbung ia
membuang cat dan kuas, kembali ke gunung-gunung, untuk masuk dalam hidup
berkontemplasi dan ia tidak melukis lagi.

Perbuatan seseorang pada umumnya menunjukkan apa yang mau ditafsirkan oleh
pengamat.

Diambil dari Intisari-online.com

Moment Of Truth

Di sebuah resto di San Francisco, ada seorang konsultan yang heran melihat
keramaian Chinese Restaurant Lie Po. Dia mencoba makan disana pada sebuah
siang yang ramai sekali.

Pelayan dengan ramah melayaninya dengan bahasa Inggris yang masih saja tidak
fasih, sang konsultan memesan "Orange Chicken with rice", dan meminta
minuman "Coke Zero". Pelayan berkata: "Maaf, kami kontrak dengan Pepsi, dan
tidak menjual produk Coca Cola. Apakah dapat kami tawarkan Diet Pepsi?" Sang
konsultan menolak, dan meminta air putih saja.

Ketika dia sedang makan, tiba2 ada seorang berpakaian rapi membawa "Coke
Zero" dan es batu, dan menaruh didepan pelanggan itu dan berkata sambil
tersenyum "Tadi anda menginginkan Coke Zero kan? " Lalu berlalu.

Sang konsultan meminum dengan puas dan memanggil pelayan yang tadi
melayaninya. Pelayan datang dan tersenyum melihat Coke Zero ada disana.

Pelayan berkata: " Nah sudah ada minuman kesukaan Bapak kan?"
Pelanggan: " Tadi katanya tidak ada? Ini kok ada?"
Pelayan: " Benar, baru saja kami belikan di pasar swalayan seberang."
"Restoran lagi ramai, siapa yang membelikan?"
"Manager kami, dia tidak terlalu sibuk dibelakang."
"Lho, katanya kontrak dengan Pepsi?"
"Ya, kalau menjual Coca-Cola tidak boleh, kalau memberi gratis kepada
pelanggan, saya kira boleh." Jawabnya sambil tersenyum.

* Memberi pelayanan yang baik adalah hal yang umum, dan dilakukan semua
perusahaan, memberikan hal yang lebih, yang tidak terduga bisa, menjadi
kunci sukses dijaman ini. Ciptakan "Moment of Truth", yang memberikan
impresi luar biasa, yang akan selalu diingat oleh pelanggan anda, sehingga
dia akan setia pada perusahaan anda, dan merekomendasikan produk anda kepada
orang lain. Moment of Truth tidak hanya berlaku pada pelangan penjualan
saja. Hal yang sama berlalu untuk sebuah kepemimpinan, Teamwork, ataupun
dalam kehidupan sosial kita. Melakukan hal lebih yang menyentuh adalah
kesempatan kita untuk diingat, dicinta, dihormati, dan diikuti oleh orang
lain. Salam sukses untuk anda.
Di sadur dari Kisah2 inspiratif-Tanadi Santoso-

Kisah Seorang Sopir Taxi

Kisah berikut ini berasal dari cerita seorang pengemudi taksi yang mengubah pandangannya soal kehidupan.

Dua puluh tahun yang lalu, aku bekerja sebagai sopir taksi. Suatu kali aku, di tengah malam yang gelap, aku tiba di sebuah bangunan yang gelap kecuali lampu di jendela lantai dasar. Panggilan taksi berasal dari daerah sini.

Dalam kondisi seperti ini, banyak supir yang akan membunyikan klakson sekali atau dua kali, tunggu sebentar, lalu pergi. Namun aku menyadari bahwa di daerah seperti ini, banyak orang menggantungkan taksi sebagai satu-satunya alat transportasi. Jadi, aku menghentikan taksiku, berjalan ke pintu, dan mengetuk.

"Tunggu sebentar," jawab seorang lansia dengan lemah.

Aku bisa mendengar sesuatu yang diseret di lantai. Setelah jeda panjang, pintu terbuka. Seorang wanita kecil umur 80-an berdiri di depanku. Ia mengenakan gaun dan topi kotak dengan kerudung, serta membawa sebuah koper kecil.

"Apa kau bisa membawakan tas saya ke mobil?" tanya wanita itu. Aku mengambil koper itu dan memasukkan ke mobil, lalu kembali membantu wanita itu. Ia meraih lenganku dan kami berjalan perlahan-lahan. Ia terus berterima kasih atas kebaikanku.

"Tak usah dipikirkan," kataku. "Aku hanya ingin memperlakukan seolah-olah kau adalah ibuku."

"Oh, kau anak yang baik," katanya. Ketika kami sampai di dalam taksi, ia memberi saya alamat, kemudian katanya, "Bisakah kau berkendara melalui pusat kota?"

"Tapi bukannya itu memutar jalannya?" jawabku cepat.

"Oh, saya tidak terburu-buru. Aku sedang dalam perjalanan ke rumah sakit."

Aku melihat kaca spion tengah. Matanya berkaca-kaca.

"Saya tidak punya keluarga," lanjutnya. "Dokter bilang, umur saya tidak lama lagi."

Aku diam-diam mengulurkan tangan dan mematikan argometer. "Apa rute yang harus saya lalui?"

Selama dua jam berikutnya, kami melaju melalui kota. Wanita tua itu menunjukkan gedung tempat ia pernah bekerja sebagai operator lift. Kami melaju melalui lingkungan saat ia dan suaminya pernah tinggal ketika mereka masih pengantin baru. Ia menyuruh saya berhenti di depan sebuah gedung mebel. Di ballroom gedung itu, saat gadis ia unjuk kebolehan dalam hal tari menari.

Kadang-kadang ia meminta saya memperlambat di depan sebuah bangunan tertentu atau sudut sebuah jalan. Dari tempat duduknya ia menatap ke kegelapan di luar, tanpa mengatakan apa-apa.

Tiba-tiba ia berkata, "Aku lelah. Mari kita pergi sekarang."

Kami melaju dalam keheningan malam menuju ke alamat yang telah diberikannya padaku.

Alamat yang dituju adalah sebuah bangunan rendah, seperti rumah peristirahatan kecil. Dua petugas kesehatan keluar saat taksi kami berhenti. Mereka cemas dan mengawasi setiap gerakan wanita. Ternyata mereka telah cukup lama menanti wanita tua itu. Aku membuka bagasi dan mengambil koper kecilnya. Wanita itu lalu duduk di kursi roda.

"Berapa yang harus saya bayar?" tanyanya sambil merogoh tasnya.

"Tidak perlu Nek," kataku.

"Tapi, Anda sedang mencari nafkah," katanya.

"Ada penumpang lain."

Tanpa berpikir, aku membungkuk dan memeluknya. Ia memegangku erat-erat.

"Kau memberi seorang wanita tua sebuah sukacita kecil," katanya. "Terima kasih."

Aku meremas tangannya, kemudian berjalan ke mobil dan menyongsong cahaya pagi yang redup. Di belakang saya, pintu RS tertutup. Itu adalah suara penutupan kehidupan.

Aku tidak mengambil seorang penumpang pun. Aku pergi tanpa tujuan, melamun. Selama sisa hari itu, aku hampir tidak bisa bicara. Bagaimana jika wanita itu bersama supir taksi lain yang tidak sabar? Bagaimana jika aku menolak mengantarnya?

Aku tidak berpikir bahwa aku telah melakukan sesuatu yang lebih penting dalam hidupku. Kita dikondisikan untuk berpikir bahwa kehidupan kita berputar di sekitar momen besar. Tapi momen besar itu sering tidak kita sadari dibungkus oleh sesuatu yang bagi benak orang lain tidaklah penting. (*)