Thursday, December 26, 2013

Orang Percaya Masa Kini Bukan Masa Depan

Cerita motivasi hari ini

Ada seorang pria yang sangat kaya dan sangat kikir. Penduduk desa tidak menyukainya. Suatu hari pria itu berkata kepada penduduk desa, "Entah kalian iri padaku atau kalian tidak mengerti seberapa cintaku pada kekayaanku, hanya Tuhan yang tahu. Meski kalian tidak menyukaiku, asal kalian tahu saja, ketika aku mati, aku tidak akan membawa apapun hartaku. Aku akan meninggalkan semua itu untuk orang lain. Aku akan membuat surat wasiat, dan aku akan memberikan segalanya untuk amal. Maka semua orang akan senang."

Namun kemudian semua orang mencemooh dan menertawakannya. Orang kaya itu berkata kepada mereka, "Apa yang terjadi dengan kalian? Apa kalian tidak bisa menunggu beberapa tahun untuk melihat uangku digunakan untuk amal?"

Penduduk desa tidak percaya padanya. Pria itu berkata, "Apakah kau pikir aku abadi? Aku akan mati seperti orang lain, dan kemudian uangku akan digunakan untuk amal." Ia tidak bisa mengerti mengapa penduduk desa tidak percaya padanya.

Hingga, suatu hari saat ia pergi berjalan-jalan, tiba-tiba hujan mulai turun dengan lebatnya. Ia berlindung di bawah pohon. Di bawah pohon ini ia melihat seekor babi dan sapi. Mereka terlibat dalam sebuah percakapan, dan pria itu mendengar apa yang mereka katakan.

Babi berkata kepada sapi, "Bagaimana mungkin orang lebih menghargaimu dan tak seorang pun menghargaiku? Ketika aku mati, aku memberikan orang dengan bacon, ham, dan sosis. Orang juga dapat menggunakan buluku. Aku memberikan tiga sampai empat hal, sedangkan Kau hanya memberikan satu hal, yaitu susu. Mengapa orang lebih menghargaimu sepanjang waktu dan bukan aku?"

Sapi itu berkata kepada babi, "Dengar, aku memberi mereka susu sementara aku masih hidup. Mereka melihat bahwa saya murah hati dengan apa yang saya miliki. Tapi Kau tidak memberi mereka apa-apa saat kau masih hidup. Hanya setelah kau mati kau berikan ham, bacon, dan sebagainya. Orang-orang tidak percaya di masa depan, mereka percaya pada saat ini. Jika kau memberikan sementara kau masih hidup, orang akan menghargaimu. Sederhana, bukan?"

Sejak saat itu, orang kaya itu memberikan semua yang dimilikinya kepada orang miskin.
Sent from BlackBerry® on 3

Thursday, December 19, 2013

Cahaya Makin Terang Saat Kita Berbagi

Di sebuah kota, tinggal satu keluarga dengan dua orang anak laki-laki. Si sulung berusia 15 tahun, sedangkan si bungsu berusia 10 tahun.

Karena keluarga itu tidak terlalu kaya, kedua anak mereka tidur dalam satu kamar. Mereka selalu akrab, si sulung adalah anak yang cerdas, nilai-nilainya selalu baik dan si bungsu selalu ingin tahu akan segala hal, nilai-nilai sekolahnya juga sama baiknya dengan sang kakak.

Pada suatu malam, si bungsu bertanya pada si sulung, "Kakak, kenapa kita harus berbagi dengan orang lain. Kalau kita sering memberi dan berbagi pada orang lain, apa yang kita miliki akan habis diberikan pada orang lain, iya kan?" ujarnya dengan polos.

Sang kakak tersenyum mendengar pertanyaan dari adiknya, dia selalu senang jika mendapat sebuah pertanyaan, berarti dia akan belajar satu hal baru dari pertanyaan tersebut.

"Sebelum kakak menjawab, kita akan melakukan sebuah percobaan kecil," ujar si sulung. Dia langsung mengambil lima batang lilin kecil dan korek api yang tersimpan di dalam meja belajar. Orang tua mereka sengaja menyimpan benda tersebut agar pada saat pemadaman listrik, mereka berdua tidak bingung mencari lilin di dapur.

Si sulung membuat empat lilin tersebut berdiri di sudut kamar dan memegang satu lilin. "Sekarang, matikan lampu kamar!" perintah si sulung pada adiknya dengan nada lembut.

Pada saat lampu telah mati, si sulung bertanya pada adiknya, "Apa yang bisa kamu lihat sekarang?"

"Aku tidak melihat apa-apa, kak, kamar kita jadi gelap," jawab si bungsu.

"Baiklah..." si sulung lalu menyalakan lilin yang dia pegang dengan sebatang korek. Ruangan sudah sedikit terang, tetapi belum sepenuhnya terang. "Sekarang, lilin yang aku pegang akan membagikan sinarnya pada lilin yang lain," Si sulung menyalakan satu lilin dengan lilin yang dia pegang. Ruangan lebih terang. Lalu lilin kedua, ruangan lebih terang lagi. Begitu seterusnya hingga lilin kelima menyala.

"Lihat, sekarang ruangan kita sudah terang," ujar si sulung sambil tersenyum. "Kamu bisa menyimpulkan apa yang sudah kakak lakukan?"

Si bungsu mengangguk, "Aku mengerti, jika kakak tidak membagi sinar lilin pada lilin yang lain, kamar kita tidak akan terang. Tetapi karena kakak membagi sinar lilin pada lilin yang masih mati, kakak secara tidak langsung mendapat sinar yang lebih terang. Lilin bisa menyala, dan ruangan semakin terang,"

Sang kakak tersenyum, "Ya, itulah kekuatan dari memberi. Percayalah, kita tidak akan kekurangan karena memberikan sesuatu baik dari segi materi, pikiran atau tenaga pada orang lain. Karena apa yang kita berikan akan menjadi umpan balik yang jauh lebih besar. Tetapi ingat, saat memberi, jangan menghitung apa yang telah kita berikan, karena Tuhan selalu punya perhitungan dengan cara-Nya sendiri."

Keduanya tersenyum. Malam itu, sang adik mendapat pelajaran baru yang sekiranya bisa menjadi sebuah pelajaran agar kita semua tidak pelit untuk saling berbagi pada orang lain dan lingkungan yang ada di sekitar kita.
Sent from BlackBerry® on 3

Hanya Melayani, Bukan Menilai atau Menghakimi

Pada suatu hari seorang pengemis wanita, yang dikenal dengan sebutan "Bag Lady" (karena segala harta-bendanya termuat dalam sebuah tas yang ia jinjing kemana-mana sambil mengemis), memasuki sebuah toko serba ada yang mewah sekali.

Hari-hari itu menjelang Natal. Toko itu dihiasi indah sekali. Semua lantainya dilapisi karpet yang baru dan indah. Meskipun bajunya kotor dan penuh lubang, pengemis itu tanpa ragu-ragu memasuki toko ini. Badannya mungkin sudah tidak mandi berminggu-minggu. Bau badan menyengat hidung.

Ketika itu, ada seorang pria yang mengikutinya dari belakang. Ia berjaga-jaga, kalau petugas sekuriti toko itu mengusir pengemis ini, pria itu mungkin akan membela atau membantunya. Wah, tentunya pemilik atau pengurus toko mewah ini tidak ingin ada pengemis kotor dan berbau yang mengganggu pelanggan terhormat toko itu. Begitu pikir pria itu.

Tetapi pengemis itu terus masuk ke bagian-bagian dalam toko itu. Tak ada petugas keamanan yang bisa mencegah dan mengusirnya. Aneh juga ya, padahal para pelanggan yang berlalu lalang memakai pakaian mewah dan mahal. Di tengah toko itu ada sebuah piano besar  yang dimainkan seorang pianis dengan jas tuksedo mengiringi para penyanyi bergaun indah.

Pengemis itu terlihat tidak cocok dengan suasana di toko itu. Ia nampak seperti makhluk aneh di lingkungan yang gemerlapan itu, tetapi sang "Bag Lady" berjalan terus. Pria itu pun mengikuti terus dari jarak tertentu.

Rupanya pengemis itu  mencari sesuatu di bagian gaun wanita. Ia mendatangi counter paling eksklusif yang memajang gaun-gaun mahal bermerek. Kalau dikonversi dengan kurs akhir-akhir ini, harganya dalam rupiah pasti lebih dari Rp20 juta untuk satu gaun.

Baju-baju yang mahal dan mewah! Apa yang dilakukan pengemis ini? Seorang pelayan bertanya, "Apa yang dapat saya bantu?"

"Saya ingin mencoba gaun merah muda itu!" jawab si pengemis.

Bila kita ada di posisi si pelayan itu, bagaimana respon kita? Wah, kalau pengemis ini mencobanya tentu gaun-gaun mahal itu akan jadi kotor dan bau, dan pelanggan lain yang melihat mungkin akan jijik membelinya setelah ia coba pakai. Tetapi, apa jawaban sang pelayan toko mewah itu?

"Berapa ukuran yang Anda perlukan?"

"Tidak tahu!"

"Baiklah, mari saya ukur dulu."

Pelayan itu mengambil pita meteran, lalu mengukur bahu, pinggang, dan panjang badan pengemis itu. Bau menusuk terhirup ketika ia berdekatan dengan pengemis itu. Pelayan itu tak menghiraukan. Ia layani pengemis itu seperti halnya pelanggan terhormat lainnya.

"Baik, saya sudah mendapatkan nomor yang pas untuk Nyonya! Cobalah yang ini." Pelayan itu memberikan sebuah gaun untuk dicoba di kamar pas.

"Ah, yang ini kurang cocok untuk saya. Bolehkah saya mencoba yang lain?"

"Oh, tentu saja." Pelayan itu menghabiskan waktu kurang lebih dua jam lamanya untuk melayani sang "Bag Lady".

Apakah pengemis ini akhirnya membeli salah satu gaun yang dicobanya? Tentu saja tidak! Gaun seharga puluhan juta rupiah itu jauh dari jangkauan kemampuan keuangannya.

Pengemis itu kemudian berlalu begitu saja, tetapi dengan kepala tegak karena ia telah diperlakukan sebagai layaknya seorang manusia. Biasanya ia hanya dipandang sebelah mata. Tapi hari itu, ada seorang pelayan toko yang melayaninya, menganggapnya seperti orang penting, dan mau mendengarkan permintaannya.

Mengapa pelayan toko itu mau repot-repot melayaninya? Bukankah kedatangan pengemis itu sudah membuang waktunya dan memakan biaya bagi toko itu karena harus mengirim gaun yang sudah dicoba pengemis itu ke Laundry untuk dicuci supaya tampak indah kembali dan tidak bau? Pertanyaan ini ternyata mengganggu pria yang sudah mencoba mengikuti pengemis itu.

Akhirnya, pria itu bertanya kepada pelayan toko setelah ia selesai melayani tamu "istimewa"-nya itu.

"Mengapa Anda membiarkan pengemis itu mencoba gaun-gaun indah ini?"

"Oh, sudah menjadi tugas saya untuk melayani dan berlaku ramah."

"Tetapi, Anda 'kan tahu kalau pengemis itu tidak mungkin sanggup membeli gaun-gaun mahal ini?"

"Maaf, soal itu bukan urusan saya. Saya tidak dalam posisi untuk menilai atau menghakimi para pelanggan saya. Tugas saya adalah untuk melayani dan berbuat baik."

Pria itu tersentak, kaget. Di zaman seperti ini ternyata masih ada orang-orang yang tugasnya adalah melayani dan berbuat baik, tanpa perlu menghakimi orang lain.

Pria itu pun akhirnya bercerita kepada banyak orang, bahkan kemudian kisah pengemis itu diberitakan di halaman-halaman surat kabar di kota itu. Berita itu menggugah banyak orang yang ingin dilayani di toko eksklusif itu.

Pengemis wanita itu tidak membeli apa-apa, tidak memberi keuntungan apa pun. Namun, akibat perlakukan istimewa toko itu kepadanya, hasil penjualan toko itu meningkat drastis, sehingga pada bulan itu keuntungan naik hingga 48%.
Sent from BlackBerry® on 3

Monday, December 2, 2013

Hiduplah Dengan Sederahna

Cerita motivasi hari ini...
Ada seseorang saat melamar kerja, memungut sampah kertas di lantai ke dalam tong sampah, dan hal itu terlihat oleh yang mewawancarai, akhirnya dia mendapatkan pekerjaan tersebut.

Ternyata untuk memperoleh penghargaan sangat mudah, cukup memelihara kebiasaan yang baik.

Ada seorang murid bekerja di toko sepeda. Suatu saat ada seseorang yang mengantarkan sepeda rusak untuk diperbaiki di toko tersebut. Selain memperbaiki sepeda, anak ini juga membersihkan sepeda hingga bersih mengkilap. Teman-temannya menertawakan perbuatannya. Keesokan hari setelah sang empunya sepeda mengambil sepedanya, anak ini diajak bekerja di tempat si empunya sepeda.

Ternyata untuk menjadi orang yang berhasil sangat mudah, cukup punya inisiatif sedikit saja.

Seorang anak berkata kepada ibunya, "Ibu hari ini sangat cantik." Sang Ibu bertanya, "Mengapa?" Anak menjawab, "Karena hari ini ibu sama sekali tidak marah-marah."

Ternyata untuk memiliki kecantikan sangatlah mudah, hanya perlu tidak marah-marah.

Seorang petani menyuruh anaknya setiap hari bekerja dengan giat di sawah. Temannya berkata, "Tidak perlu menyuruh anakmu bekerja keras, tanamanmu tetap akan tumbuh dengan subur." Petani menjawab, "Aku bukan sedang memupuk tanamanku, tapi aku sedang membina anakku."

Ternyata membina seorang anak sangat mudah, cukup membiarkan dia rajin bekerja.

Seorang pelatih bola berkata kepada anak didiknya, "Jika sebuah bola jatuh ke dalam rerumputan, bagaimana cara mencarinya?" Ada yang menjawab, "Cari mulai dari bagian tengah." Ada pula yang menjawab, "Cari di rerumputan yang cekung ke dalam." Dan ada yang menjawab, "Cari di rumput yang paling tinggi." Pelatih memberikan jawaban yang paling tepat, "Setapak demi setapak cari dari ujung rumput yang sebelah sini hingga ke rumput sebelah sana."

Ternyata jalan menuju keberhasilan sangat gampang, cukup melakukan segala sesuatunya setahap demi setahap secara berurutan, jangan meloncat - loncat.

Katak yang tinggal di sawah berkata kepada katak yang tinggal di pinggir jalan , "Tempatmu terlalu berbahaya, tinggallah denganku." Katak di pinggir jalan menjawab, "Aku sudah terbiasa, malas untuk pindah." Beberapa hari kemudian katak "sawah" menjenguk katak "pinggir jalan" dan menemukan bahwa katak itu sudah mati dilindas mobil yang lewat.

Ternyata sangat mudah menggenggam nasib kita sendiri, cukup hindari kemalasan saja.

Ada segerombolan orang yang berjalan di padang pasir, semua berjalan dengan berat, sangat menderita, hanya satu orang yang berjalan dengan gembira. Ada yang bertanya, "Mengapa engkau begitu santai?" Dia menjawab sambil tertawa, "Karena barang bawaan saya sedikit."

Ternyata sangat mudah untuk memperoleh kegembiraan, cukup tidak serakah dan memiliki secukupnya saja.
Sent from BlackBerry® on 3

Kualita Pensil

Cerita yang memberi inspirasi hari ini.
Seorang anak bertanya kepada neneknya yang sedang menulis sebuah surat, "Nenek sedang menulis tentang pengalaman kita ya? Atau tentang aku?"

Mendengar pertanyaan si cucu, sang nenek berhenti menulis dan berkata kepada cucunya, "Sebenarnya Nenek sedang menulis tentang kamu, tapi ada yang lebih penting dari isi tulisan ini yaitu pensil yang Nenek pakai".

"Nenek harap kamu bakal seperti pensil ini ketika kamu besar nanti" ujar si nenek lagi.

Mendengar jawaban ini, si cucu kemudian melihat pensilnya dan bertanya kembali kepada si Nenek ketika dia melihat tidak ada yang istimewa dari pensil yang Nenek pakai.

"Tapi Nek sepertinya pensil itu sama saja dengan pensil yang lainnya," ujar si cucu.

Nenek kemudian menjawab, "Itu semua tergantung bagaimana kamu melihat pensil ini."
"Pensil ini mempunyai 5 kualitas yang bisa membuatmu selalu tenang dalam menjalani hidup, kalau kamu selalu memegang prinsip-prinsip itu di dalam hidup ini."

Si nenek kemudian menjelaskan 5 kualitas dari sebuah pensil.

"Kualitas pertama, pensil mengingatkan kamu kalo kamu bisa berbuat hal yang hebat dalam hidup ini. Layaknya sebuah pensil ketika menulis, kamu jangan pernah lupa kalau ada tangan yang selalu membimbing langkah kamu dalam hidup ini. Kita menyebutnya tangan Tuhan, Dia akan selalu membimbing kita menurut kehendakNya" .

"Kualitas kedua, dalam proses menulis, nenek kadang beberapa kali harus berhenti dan menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil nenek. Rautan ini pasti akan membuat si pensil menderita. Tapi setelah proses meraut selesai, si pensil akan mendapatkan ketajamannya kembali. Begitu juga dengan kamu, dalam hidup ini kamu harus berani menerima penderitaan dan kesusahan, karena merekalah yang akan membuatmu menjadi orang yang lebih baik".

"Kualitas ketiga, pensil selalu memberikan kita kesempatan untuk mempergunakan penghapus, untuk memperbaiki kata-kata yang salah. Oleh karena itu memperbaiki kesalahan kita dalam hidup ini, bukanlah hal yang jelek. Itu bisa membantu kita untuk tetap berada pada jalan yang benar".

"Kualitas keempat, bagian yang paling penting dari sebuah pensil bukanlah bagian luarnya, melainkan arang yang ada di dalam sebuah pensil. Oleh sebab itu, selalulah hati-hati dan menyadari hal-hal di dalam dirimu".

"Kualitas kelima, adalah sebuah pensil selalu meninggalkan tanda/goresan. Seperti juga kamu, kamu harus sadar kalau apapun yang kamu perbuat dalam hidup ini akan meninggalkan kesan. Oleh karena itu selalulah hati-hati dan sadar terhadap semua tindakan"
Sent from BlackBerry® on 3

Saturday, November 30, 2013

Putus Asa Karena Gagal

Dua orang bersaudara memutuskan untuk menggali lubang di belakang rumah mereka. Saat mereka bekerja, beberapa pria melihat apa yang mereka lakukan.

"Apa yang kalian lakukan?" tanya seorang pria.

"Kami berencana untuk menggali lubang untuk membuat jalan di bawah tanah," jawab salah seorang saudara itu penuh semangat.

Para pria yang menonton mulai menertawakan mereka, mana mungkin menggali jalan di bawah tanah.

Setelah diam beberapa saat, salah satu penggali mengambil botol penuh laba-laba, cacing, dan berbagai macam serangga. Ia membuka tutup dan menunjukkan isinya kepada orang yang mengejek mereka.

Lalu ia berkata pelan dan penuh percaya diri, "Jika kita tidak menggali semua jalan di bawah tanah, lihat apa yang kami temukan di sepanjang  galian."

Tujuan merek memang terlalu ambisius. Tujuan membuat kita bergerak ke arah yang telah kita pilih, kita telah diatur untuk menggali.

Tetapi tidak setiap tujuan akan tercapai. Tidak setiap pekerjaan akan berakhir dengan sukses. Tidak setiap hubungan akan bertahan. Tidak setiap harapan akan terjadi. Tidak setiap cinta akan berlangsung terus. Tidak setiap usaha akan selesai. Tidak semua mimpi akan terwujud.

Tetapi ketika kita tidak mencapai tujuan, mungkin kita bisa mengatakan, "Ya, tapi lihatlah apa yang saya temukan di sepanjang jalan! Lihatlah hal-hal indah yang datang ke dalam hidup saya, karena saya mencoba melakukan sesuatu!"
Sent from BlackBerry® on 3

Thursday, November 28, 2013

Buah Ara dan Baru Penindih

Alkisah, suatu saat di sebuah negeri di Timur Tengah sana. Seorang saudagar yang sangat kaya raya tengah mengadakan perjalanan bersama kafilahnya. Di antara debu dan bebatuan, derik kereta diselingi dengus kuda terdengar bergantian. Sesekali terdengar lecutan cambuk sais di udara.

Tepat di tengah rombongan itu tampaklah pria berjanggut, berkain panjang dan bersorban ditemani seorang anak usia belasan tahun. Keduanya berpakaian indah menawan. Dialah Sang Saudagar bersama anak semata wayangnya. Mereka duduk pada sebuah kereta yang mewah berhiaskan kayu gofir dan permata yaspis. Semerbak harum bau mur tersebar dimana-mana. Sungguh kereta yang mahal.

Iring-iringan barang, orang dan hewan yang panjang itu berjalan perlahan, dalam kawalan ketat para pengawal. Rombongan itu bergerak terus hingga pada suatu saat mereka berada di sebuah tanah lapang berpasir. Bebatuan tampak diletakkan teratur di beberapa tempat. Pemandangan ini menarik bagi sang anak sehingga ia merasa perlu untuk bertanya pada ayahnya.

"Bapa, mengapa tampak olehku bebatuan dengan teratur tersebar di sekitar daerah ini. Apakah gerangan semua itu?"

"Pengamatanmu baik, anakku," jawab Ayahnya. "Bagi orang biasa itu hanyalah batu, tetapi bagi mereka yang memiliki hikmat, semua itu akan tampak berbeda."

Sang Ayah melanjutkan, "Dahulu, ketika aku masih belia, hal ini pun menjadi pertanyaan di hatiku. Dan kakekmu, menerangkan perkara yang sama, seperti saat ini aku menjelaskan kepadamu. Pandanglah batu-batu itu dengan saksama. Di balik batu itu ada sebuah kehidupan. Masing-masing batu yang tampak olehmu sebenarnya sedang menindih sebuah biji pohon ara."

"Tidakkah benih pohon ara itu akan mati karena tertindih batu sebesar itu Bapa?"

"Tidak anakku. Sepintas lalu memang batu itu tampak sebagai beban yang akan mematikan benih pohon ara. Tetapi justru batu yang besar itulah yang membuat pohon ara itu sanggup bertahan hidup dan berkembang sebesar yang kau lihat di tepi jalan kemarin."

"Bilakah hal itu terjadi Bapa?"

"Batu yang besar itu sengaja diletakkan oleh penanamnya menindih benih pohon ara. Mereka melakukan itu sehingga benih itu tersembunyi terhadap hembusan angin dan dari mata segala hewan. Sampai beberapa waktu kemudian benih itu akan berakar, semakin banyak dan semakin kuat.

"Walau tidak tampak kehidupan di atas permukaannya, tetapi di bawah, akarnya terus menjalar. Setelah dirasa cukup barulah tunasnya akan muncul perlahan. Pohon ara itu akan tumbuh semakin besar dan kuat hingga akhirnya sanggup menggulingkan batu yang menindihnya. Demikianlah pohon ara itu hidup. Dan hampir di setiap pohon ara akan kau temui, sebuah batu, seolah menjadi peringatan bahwa batu yang pernah menindih benih pohon ara itu tidak akan membinasakannya. Selanjutnya benih itu menjadi pohon besar yang mampu menaungi segala mahluk yang berlindung dari terik matahari yang membakar."

"Apakah itu semua tentang kehidupan ini Bapa?" tanya anaknya.

Sang Saudagar menatap anaknya lekat-lekat sambil tersenyum, kemudian meneruskan penjelasannya.

"Benar anakku. Jika suatu saat engkau di dalam masa-masa hidupmu, merasakan terhimpit suatu beban yang sangat berat, ingatlah pelajaran tentang batu dan pohon ara itu.

"Segala kesulitan yang menindihmu, sebenarnya merupakan sebuah kesempatan bagimu untuk berakar, semakin kuat, bertumbuh dan akhirnya tampil sebagai pemenang. Camkanlah, belum ada hingga saat ini benih pohon ara yang tertindih mati oleh bebatuan itu.

"Jadi jika benih pohon ara yang demikian kecil saja diberikan kekuatan oleh Sang Pemberi Hidup untuk dapat menyingkirkan batu di atasnya, bagaimana dengan kita ini. Tuhan Maha Perkasa itu bahkan sudah menanamkan keilahian-Nya pada diri-diri kita. Dan menjadikan kita, manusia ini jauh melebihi segala mahluk di muka Bumi ini.

"Perhatikanlah kata-kata ini anakku. Pahatkan pada loh-loh batu hatimu, sehingga engkau menjadi bijak dan tidak dipermainkan oleh hidup ini. Karena memang kita ditakdirkan menjadi tuan atas hidup kita."
Sent from BlackBerry® on 3

Kotak Hitam dan Kota Emas

Di tanganku ada dua buah kotak yang telah Tuhan berikan padaku untuk dijaga.

Tuhan berkata, "Masukkan semua penderitaanmu ke dalam kotak yang berwarna hitam, dan masukkan semua kebahagiaanmu ke dalam kotak yang berwarna emas."

Aku melakukan apa yang Tuhan perintahkan. Setiap kali mengalami kesedihan, maka aku letakkan ia ke dalam kotak hitam. Sebaliknya, ketika bergembira maka aku letakkan kegembiraanku ke dalam kotak berwarna emas.

Tapi anehnya, semakin hari kotak berwarna emas semakin bertambah berat. Sedangkan kotak berwarna hitam tetap saja ringan seperti semula.

Dengan penuh rasa penasaran, aku membuka kotak berwarna hitam. Kini aku tahu jawabannya. Aku melihat ada lubang besar di dasar kotak berwarna hitam itu, sehingga semua penderitaan yang aku masukkan ke sana selalu jatuh keluar.

Aku tunjukkan lubang itu pada Tuhan dan bertanya, "Ke manakah perginya semua penderitaanku?"

Tuhan tersenyum hangat padaku, "Anak-Ku, semua penderitaanmu berada padaKu."

Aku bertanya kembali, "Tuhan, mengapa Engkau memberikan dua buah kotak, kotak emas dan kotak hitam yang berlubang?"

"Kotak emas Kuberikan agar kau senantiasa menghitung berkat yang Aku berikan padamu, sedangkan kotak hitam Kuberikan agar kau melupakan semua penderitaanmu."

Ingatlah semua kebahagiaan kita agar kita senantiasa merasakan kebahagiaan. Dan, buanglah segala penderitaan agar kita melupakannya.

Saat Tuhan belum menjawab doa kita, Ia menambah kesabaran kita. Saat Tuhan menjawab doa kita, Ia menambah iman kita. Dan saat Tuhan menjawab yang bukan doa kita, Ia memilih yang terbaik untuk kita. (YDA)
Sent from BlackBerry® on 3

Wednesday, November 27, 2013

Pelajaran Paling Penting

Dalam bulan kedua pelajaran, guru kami memberi kami kuis. Saya adalah seorang mahasiswa yang teliti dan menjawab beberapa pertanyaan dengan mudah, sampai saya membaca pertanyaan yang terakhir, "Siapa nama depan dari wanita yang membersihkan sekolah?" Wah, ini benar-benar lelucon menurut saya.

Saya memang sering melihat wanita yang membersihkan sekolah beberapa kali. Ia tinggi, berambut hitam, dan berusia sekitar 50an tahun. Tapi bagaimana saya bisa tahu namanya? Saya menyerahkan kertas kuis saya, dan meninggalkan pertanyaan terakhir dengan tanpa jawaban.

Tepat sebelum kelas berakhir, seorang mahasiswa bertanya apakah pertanyaan terakhir akan dihitung sebagai nilai dalam kuis tersebut.

"Tentu saja," jawab sang profesor. "Dalam karir Anda, Anda akan bertemu dengan banyak orang. Semuanya sama saja. Mereka layak mendapatkan perhatian dan rasa hormat, meski yang Anda lakukan hanya tersenyum dan berkata 'halo'."

Sent from BlackBerry® on 3

Tuesday, November 26, 2013

Tanda Tanda Dari Tuhan

Isabelita menceritakan kisah ini kepada saya.

Seorang Arab yang sudah tua dan tak bisa baca-tulis selalu berdoa dengan khusyuk setiap malam, sampai-sampai seorang pemilik karavan besar yang kaya raya memutuskan untuk memanggilnya dan mengajaknya bicara.

"Mengapa kau berdoa begitu khusyuk? Bagaimana kau tahu bahwa Tuhan benar-benar ada, sedangkan membaca pun kau tidak bisa?"

"Saya tahu, Tuan. Saya bisa membaca semua yang dituliskan Tuhan Alam Semesta ini."

"Bagaimana caranya?"

"Kalau Tuan menerima surat dari seseorang di tempat yang jauh, bagaimana Tuan mengenali siapa pengirim surat itu?"

"Lewat tulisan tangannya."

"Kalau Tuan menerima sebentuk permata, bagaimana Tuan tahu siapa pembuatnya?"

"Lewat ciri khas pandai emas itu."

"Kalau Tuan mendengar binatang-binatang berkeliaran di dekat perkemahan, bagaimana Tuhan tahu apakah binatang itu domba, kuda, atau sapi jantan?"

"Lewat jejak-jejak kakinya," sahut pemilik karavan yang terheran-heran dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Orang tua itu mengajaknya ke luar dan menunjukkan langit kepadanya.

"Semua yang tertulis di atas sana, maupun di padang pasir di bawah, tidka mungkin dibuat atau ditulis oleh tangan manusia." (Paulo Coelho dalam "Seperti Sungai yang Mengalir". Penerbit: Gramedia Pustaka Utama.)
Sent from BlackBerry® on 3

Saturday, November 23, 2013

Sang Pewaris Takhta

Cerita inspiratif yang menginspirasi hari ini:
Sebuah legenda mengisahkan, sebuah kerajaan diperintah oleh seorang raja yang tidak memiliki anak. Raja mengirimkan utusannya untuk memberikan sebuah pengumuman di semua kota wilayah kekuasaannya. Ia meminta setiap orang muda yang berkualitas mendaftarkan diri untuk wawancara dengannya sebagai kemungkinan menggantikan dirinya naik tahta. Kandidat yang mendaftar harus memiliki dua kualifikasi, yaitu mereka harus mencintai Tuhan dan mencintai sesama manusia.

Seorang pemuda yang mendengar pengumuman tersebut merasa ia mencintai Tuhan dan juga sesamanya. Hanya saja, ia begitu miskin sehingga ia tidak yakin dapat memenuhi undangan raja karena ia tidak mempunyai pakaian yang pantas. Ia juga tidak mempunyai cukup uang untuk memulai perjalanannya ke istana. Pemuda itu akhirnya meminjam uang ke beberapa temannya untuk membeli pakaian yang pantas dan untuk bekal perjalanannya ke istana.

Dengan mengenakan pakaian yang pantas dan cocok, pemuda itu pun berangkat ke istana. Dan ketika hampir menyelesaikan perjalanannya, ia bertemu dengan seorang pengemis miskin di pinggir jalan. Pengemis itu duduk dengan gemetaran, hanya memakai pakaian compang-camping. Lengan besarnya memohon bantuan. Dari suaranya yang parau terdengar lemah, "Aku lapar dan kedinginan. Tolong bantu aku.."

Pemuda itu begitu tersentuh oleh pengemis itu. Ia segera menanggalkan pakaian barunya dan menukar pakaian pengemis itu. Tanpa pikir panjang ia memberikan kepada pengemis itu seluruh uangnya untuk membeli makan.

Dengan agak ragu-ragu, pemuda itu melanjutkan perjalanannya mengenakan pakaian pengemis tadi. Ada keinginan ia hendak kembali pulang saja. Tapi ia meneruskan perjalanannya. Setibanya di istana, seorang pengawal raja membawanya ke ruang tengah. Setelah membersihkan diri, pengawal membawa pemuda itu ruang tempat raja bertahta.

Pemuda itu menyembah raja. Ketika ia mengangkat wajahnya, ia ternganga, "Bukankah Anda pengemis di pinggir jalan tadi?"

"Ya," jawab raja sambil mengerlingkan mata, "Akulah pengemis itu."

"Tapi… Anda tidak benar-benar pengemis. Anda adalah raja. Kalau begitu, kenapa Anda melakukan ini padaku?" Tanya pemuda itu setelah tenang dari keterkejutannya.

"Karena aku harus mengetahui apakah Kau benar-benar mencintai Tuhan dan sesama manusia," kata Raja. "Aku tahu jika aku mendatangimu sebagai raja, engkau akan terkesan dengan mahkota emas bertatahkan permata dan jubah kerajaanku. Engkau bisa melakukan apapun yang aku minta karena aku raja. Tapi aku tak pernah tahu apa yang benar-benar ada dalam hatimu. Makanya aku gunakan tipu muslihat.

Aku menyamar sebagai pengemis untuk mengetahui apa yang ada di hati para pemuda yang ingin datang ke istana. Benarkah mereka benar-benar mencintai sesama manusia. Dan aku menemukan pada dirimu bahwa kau dengan tulus mencintai Tuhan dan sesama manusia."

"Engkau akan menjadi penggantiku," janji Raja, "Kau akan mewarisi seluruh kerajaanku."
Sent from BlackBerry® on 3

Mendorong Batu

Cerita inspirasi hari ini:

Seorang pria bertemu Tuhan yang memberinya pekerjaan mendorong batu besar di depan pondoknya dengan seluruh kekuatannya.

Pria itu mengerjakannya setiap hari, sejak matahari terbit hingga terbenam. Namun, batu itu tak kunjung bergeser. Hingga pria itu merasa lelah, sedih, dan sia-sia.

Ketika ia mulai putus asa, iblis pun mengacaukan pikirannya dan mulai menggodanya, "Tugas itu sangat tak masuk akal. Engkau tidak akan pernah dapat memindahkannya."

Pikiran tersebut membuat pria itu makin putus asa. "Lebih baik aku berhenti berusaha."

Namun, suara kecil di hatinya mengajaknya berdoa, membawa kesedihannya kepada Tuhan.

"Tuhan," katanya, "Aku telah bekerja keras melayaniMu dengan segenap kekuatanku. Tetapi sampai sekarang aku tidak dapat menggerakkan batu itu setengah milimeterpun. Mengapa aku gagal, Tuhan?"

Tuhan berkata dengan penuh kasih, "Anakku, ketika Aku memintamu melayaniKu, yang Kuminta adalah mendorong batu itu dengan seluruh kekuatanmu. Tak sekalipun Aku memintamu menggesernya. Tugasmu hanya mendorong. Dan kini kau datang padaKu, berpikir kau gagal. Benarkah? Lihatlah dirimu! Lenganmu kuat berotot, punggungmu tegap, dan kakimu menjadi kokoh. Kau bertumbuh dan kemampuanmu melebihi sebelumnya. Meski batu itu belum tergeser, panggilan hatimu adalah menuruti perkataanKu, terus mendorong, belajar setia, dan percaya akan hikmatKu. Anakku, sekarang Aku yang akan memindahkan batu itu."

Kita cenderung memakai pikiran dan logika untuk menganalisa keinginanNya, bukan dengan hati.
Sent from BlackBerry® on 3

Thursday, November 21, 2013

Bahagia Karena Melayani

Seorang lelaki tua berjalan masuk ke sebuah restoran dengan langkahnya yang terseret-seret. Dengan kepala yang dimiringkan dan bahu agak membungkuk, lelaki tua itu bersandar pada tongkat andalannya dengan langkah pelan.

Jaket kainnya yang terlihat sobek di sana-sini, celana panjangnya yang ditambal, sepatunya yang usang, dan kepribadiannya yang hangat, membuat lelaki tua itu tampil berbeda dari pengunjung lainnya di Sabtu pagi itu.

Yang tak terlupakan adalah kedua matanya yang berkilau bagai intan, pipinya yang lebar dan kemerahan, serta bibir tipisnya yang membentuk senyuman hangat. Langkahnya terhenti, dan ia pun membalikkan badan, berkedip pada seorang anak kecil yang duduk di dekat pintu. Anak itu membalasnya dengan cengiran lebar.

Seorang pelayan muda bernama Nina memperhatikannya berjalan terseret-seret menuju sebuah meja di samping jendela. Nina menghampiri lelaki tua itu, dan berkata, "Mari, Pak, saya bantu Anda duduk."

Tanpa berkata apa pun, lelaki tua itu tersenyum dan mengangguk sebagai ucapan terima kasih. Nina menarik kursi dari meja. Dengan satu tangannya, Nina membantu lelaki itu duduk di kursi hingga merasa nyaman. Lalu, si pelayan menarik meja ke dekat lelaki tua itu, dan menyandarkan tongkatnya pada meja agar mudah dijangkaunya.

Dengan suara yang jernih dan lembut, lelaki itu berkata, "Terima kasih, dan semoga kamu mendapat berkah atas kebaikanmu."

"Sama-sama, Pak," jawab si pelayan. "Nama saya Nina. Saya akan kembali sebentar lagi dan kalau perlu sesuatu, panggil saja saya."

Setelah lelaki tua itu menghabiskan makanan dan minumannya, Nina membawakan uang kembalian. Lelaki itu meletakkannya di atas meja. Nina membantu lelaki itu bangkit dari kursi dan keluar dari mejanya. Nina memberikan tongkatnya dan menggandengnya hingga ke pintu depan.

Sembari membukakan pintu, Nina berkata, "Silakan datang kembali, Pak!"

Lelaki tua itu berbalik, berkedip dan tersenyum, lalu mengangguk sebagai ucapan terima kasih. "Tentu saja," katanya lembut.

Ketika Nina membersihkan meja yang tadi dipakai lelaki itu, ia hampir saja pingsan. Di bawah piring, ia menemukan sebuah kartu nama dan pesan di sebuah tisu dengan tulisan tangan yang agak acak-acakan. Di bawah tisu itu terselip lima lembar uang seratus ribu rupiah.

Pesan pada tisu itu berbunyi demikian: "Dear Nina, saya sangat menghormati kamu dan saya bisa lihat bahwa kamu pun menghormati diri sendiri. Itu terlihat dari caramu memperlakukan orang lain. Kamu telah menemukan rahasia kebahagiaan. Sikap hangatmu itu akan terpancar ke semua orang yang kamu jumpai."

Ternyata setelah diselidiki, lelaki tua yang dilayani Nina tadi adalah pemilik restoran tempatnya bekerja. Inilah kali pertama Nina dan juga para karyawan lainnya melihatnya secara langsung.

Temukan kebahagiaan sejati dari cara kita memperlakukan orang lain. (BMSPS)
Sent from BlackBerry® on 3

Friday, November 15, 2013

Kapan Persisnya Malam Berakhir

Pada acara World Economic Forum di Davos, pemenang Hadiah Nobel untuk Perdamaian, Shimon Peres, menceritakan kisah berikut ini:

Seorang Rabi mengumpulkan murid-muridnya dan berkata kepada mereka:

"Bagaimana kita tahu, kapan persisnya malam hari berakhir dan terang hari dimulai?"

"Kalau sudah cukup terang untuk membedakan domba dari anjing," sahut salah seorang murid.

Murid lainnya berkata, "Tidak, kalau sudah cukup terang untuk membedakan pohon zaitun dari pohon kurma."

"Tidak, itu juga bukan definisi yang bagus."

"Nah, kalau begitu, apa jawaban yang benar?" tanya murid-murid tersebut.

Dan Rabi itu berkata,

"Kalau seorang asing menghampirimu dan kau menganggap dia saudaramu, dan semua perselisihan lenyap, saat itulah malam berakhir dan terang hari dimulai." (Paulo Coelho dalam "Seperti Sungai yang Mengalir". Penerbit: Gramedia Pustaka Utama)
Sent from BlackBerry® on 3

Selalu Ada Mentari di Balik Awan

Danu, duduk di kursi roda Ia mengidap penyakit yang mematikan dan tinggal menunggu waktu. Dia lebih banyak diam dan meratapi nasibnya.

Suatu hari dilihatnya beberapa anak kecil yang berlarian. Anak-anak itu tertawa riang dan tak terlihat raut kesedihan di wajah mereka. Seorang anak menendang bola dan masuk ke dalam kamar Danu. Anak itu berlari menemui Danu untuk meminta bolanya.

"Hai, aku ingin bolaku," kata anak itu.

"Aku Danu, aku tak bisa cepat mengambilkan bolamu karena aku ada di atas kursi roda."

"Panggil aku Damar. Kau sakit Danu?"

"Ya, dokter bilang umurku tidak lama lagi."

"Kau sedih karena kau akan mati?"

"Tentu saja."

"Nikmatilah hidupmu seperti aku menikmati hidupku. Kau tidak bertanya mengapa kepalaku botak?"

"Oh, aku baru saja menyadarinya. Ada apa dengan kepalamu, Damar?"

"Aku mengidap kanker otak. Aku akan mati, dokter bilang itu setahun yang lalu. Tapi nyatanya aku masih bisa tertawa hingga saat ini. Pasrah saja kepada Tuhan Danu. Karena hidup dan mati hanya di tangan-Nya. Bersyukurlah bila kita masih bisa bernapas pada hari ini dan bergembiralah bersama kami."

Ada aliran hangat di tubuh Danu. Ada kekuatan baru untuk bangkit dari kursi roda. Danu menatap senyumnya sendiri di depan cermin dan ia mendapati dirinya yang dulu telah kembali lagi. Kini Danu lebih bisa bersyukur karena masih bisa melihat matahari setiap pagi.

"Aku juga ingin bahagia," doa Danu.

Selalu ada jawaban di setiap persoalan. Selalu ada matahari di balik awan hitam. Selalu ada tangan yang kuat ketika beban yang kita pikul terasa berat.

Selalu ada kebahagiaan ketika kita mampu untuk bersyukur. (YDA)
Sent from BlackBerry® on 3

Tuesday, November 12, 2013

Kabar Baik Atau Kabar Buruk tergantung Cara Pandang :)

Kabar baik atau kabar buruk? Tergantung dari sisi mana kita memandangnya. Kita bisa saja merasa pahit setelah ditipu. Tapi kita masih bisa memlih untuk melanjutkan hidup. Kisah berikut ini menggambarkan maksud tadi.

Robert De Vincenzo, pegolf besar Argentina, setelah memenangkan sebuah turnamen, dan menerima cek kemenangan serta tersenyum di depan kamera, bersiap pergi untuk merayakan kemenangan. Ia berjalan sendirian ke mobilnya di tempat parkir dan didekati oleh seorang wanita muda.

Wanita itu mengucapkan selamat kepada Vincenzo atas kemenangannya dan kemudian mengatakan padanya bahwa anaknya sakit parah dan hampir mati. Ia tidak tahu bagaimana bisa membayar tagihan dokter dan biaya rumah sakit.

Vincenzo merasa tersentuh oleh kisah wanita muda itu. Ia pun mengambil pena dan menulis pada cek kemenangannya untuk pembayaran wanita itu. "Buatlah agar bayimu lebih baik," katanya sambil menandatangani ceknya.

Minggu berikutnya, ketika ia sedang makan siang di sebuah restoran, pengurus Asosiasi Golf Profesional mendatangi mejanya. "Minggu lalu, beberapa anak laki-laki di tempat parkir bilang bahwa kau bertemu dengan seorang wanita muda setelah memenangkan turnamen itu."

Vincenzo mengangguk. "Yah…," kata pengurus golf itu, "Aku punya berita untuk Anda. Wanita itu penipu. Ia tidak memiliki bayi, menikah pun belum. Ia menipu Anda, temanku."

"Maksudmu, berarti tidak ada bayi yang sekarat?" tanya Vincenzo.

"Benar," kata pengurus golf itu lagi.

"Itu kabar terbaik yang pernah kudengar sepanjang minggu ini," kata Vincenzo.
Sent from BlackBerry® on 3

Pelajaran Dari Ular

Seorang pria berada di dalam rumahnya yang kecil di tengah badai mengerikan ketika ia mendengar ketukan lemah di pintu. Ia membukanya, dan melihat seekor ular menggigil di depan pintu mengemis memintanya membiarkan masuk.

Orang itu berkata kepada ular, "Aku tidak akan membiarkanmu masuk! Kau adalah ular berbisa dan mungkin saja kau akan menggigitku!"

"Tidak, aku tidak akan menggigitmu," desis ular. "Biarkan saya masuk dan berikan aku kehangatan. Aku akan menjadi temanmu."

Akhirnya pria itu membiarkan ular masuk dan beristirahat di atas dadanya yang hangat. Namun, ketika pria itu benar-benar merasa nyaman ular menggigit leher pria tersebut.

Saat sedang sekarat, pria itu berkata, "Kau berjanji tidak akan menggigitku dan akan menjadi temanku seumur hidup."

Ular itu dengan tenang menjawab, "Tapi kau tahu aku adalah seekor ular ketika kau membiarkanku masuk."

Tidak pernah ada kata terlambat untuk belajar dari pengalaman hidup, terutama jika itu bisa menyelamatkan kehidupan. (Inspire)
Sent from BlackBerry® on 3

Mundut untuk Melompat Lebih Tinggi

Suatu hari seorang murid dan Gurunya berjalan menuruni gunung menuju ke kota. Di dalam perjalanan, mereka menemukan anak sungai yang aliran airnya tidak terlalu deras. Saat itu Sang Guru melangkahi sungai dengan sangat mudahnya meski sungai tersebut cukup lebar.

Sang murid yang melihat hal tersebut sangat kagum dengan gurunya. Gurupun memintanya untuk mengikuti langkahnya. Murid itu merasa tidak mampu melangkahi sungai tersebut hanya dengan satu langkah lebar, maka ia pun berjalan mundur dua langkah dan berlari kecil melompati sungai tersebut. Hap! Ia pun berhasil melompati sungai tersebut.

Semakin jauh perjalanan, rintangan yang dihadapi pun semakin berat. Murid itu mengikuti gurunya di belakang dengan sangat hati-hati.

Tibalah mereka di sebuah jurang yang cukup terjal, namun tidak terlalu lebar. Di ujung jurang tersebut Sang Guru melangkahkan kaki dengan yakin dan pasti berhasil menyeberangi jurang. Sang murid yang melihatnya sangat terkejut, Guru pun berkata.

"Ayo melangkahlah menuju sisi jurang ini. Lebar jurang ini sama seperti sungai yang kita lalui sebelumnya."

Murid itu menunjukkan raut keraguan di wajahnya. Dengan seksama ia memperhatikan lebar jurang serta kedalamannya dan melihat ke belakang.

Dengan pasti ia mengambil lima langkah ke belakang dan bersiap menyeberangi jurang tersebut dengan berlari dan meloncat sekuat tenaga. Tepat sekali perhitungannya. Ia pun berhasil menyeberangi jurang berkar kecerdikannya.

Sesampainya di seberang jurang, Sang Guru mengelus lembut kepala muridnya sambil berkata, "Wahai muridku, tahukah engkau yang membedakan loncatanmu saat di sungai dan di tepi jurang? Walaupun dengan lebar yang sama, namun kau dapat melihat rintangan yang berbeda dari kedua hal. Karena itu kau mengambil langkah mundur yang lebih banyak saat loncat di tepi jurang untuk memastikan keselamatanmu.

Begitu juga dengan kehidupan. Saat tantangan hidup di depanmu lebih besar, kau harus melangkah mundur sedikit lebih banyak agar mampu  mengatasi segala kemungkinan yang ada dan meloncat lebih tinggi.

Saat kamu mengalami suatu kemunduran dalam hidup, entah itu kegagalan, jatuh, dikhianati, mungkin itulah langkah mundurmu agar dapat melompat lebih tinggi dan meraih setiap kesuksesan." (BMSPS)
Sent from BlackBerry® on 3

Monday, November 11, 2013

Makna Perpisahan

Suatu hari seorang anak muda bertanya kepada Sang Guru, "Guru, ceritakan padaku tentang perpisahan."

Mendengar pertanyaan itu Guru tersenyum. Setelah duduk, meletakkan tongkatnya, dan menghela napas, dengan bijaksana Guru mulai bercerita.

"Perpisahan adalah awal bagi yang  baru. Seperti burung elang saat meninggalkan anak-anaknya. Seperti ular yang membuang kulit luarnya di musim panas. Juga seperti letupan dalam buih, setiap hentakan perpisahan selalu melahirkan pencerahan yang akan terbekal dalam waktu selanjutnya.

Tidak perlu benci, tidak perlu dendam, tidak perlu pembalasan. Seperti air yang selalu mengalir ke bawah, perpisahan adalah alami. Meninggalkan dan ditinggalkan selalu menjadi bagian hidup anak manusia. Sebab, kelak setiap orang pasti akan meninggalkanmu. Atau justru kamu yang akan meninggalkan mereka.

Tidak ada kebersamaan yang abadi. Bumi selalu berputar. Pagi selalu hadir sebagai titik pisah antara malam dan siang. Seperti anak panah yang melesat dari busurnya, anak panah itu akan berlari menuju sasaran, dan busur pun kembali siap menjadi pelontar bagi yang lain. Itulah proses. Itulah roda. Itulah waktu.

Perpisahan pasti berbekas. Setiap keratan dan sayatannya adalah hasil dari pisau-pisau tajam kehidupan yang mengukir lembut setiap jengkal tubuhmu. Terima dan resapi itu, kelak karena perpisahan engkau akan menjumpai bahwa setiap helai hatimu telah menjadi lebih indah dari sebelumnya. Bukankah benang sari harus meninggalkan tangkainya, lalu memeluk erat putik bunga, untuk menjadi buah?"

Setelah beberapa waktu meresapi kata-kata gurunya, aura cerah memancar dari wajah anak muda itu. Ia pun undur diri dan mulai melangkah melanjutkan hidupnya.
Sent from BlackBerry® on 3

Seberapa Jauh Kita Melangkah??

Hari ini adalah hari penting bagi para elang muda. Selama ini elang muda selalu bergantung pada elang tua untuk menggambarkan perjalanannya. Mereka sedang mempersiapkan penerbangan pertamanya dari sarang. Membangun kepercayaan diri ternyata tak muda, apalagi ini untuk memenuhi takdir mereka yang harus bisa terbang.

"Seberapa jauh saya dapat melakukan perjalanan?" tanya seekor elang muda.

"Seberapa jauh Kau dapat melihat?" Elang tua menanggapi.

"Seberapa tinggi aku bisa terbang?" tanya elang muda yang lain.

"Seberapa jauh kau bisa meregangkan sayapmu?" tanya elang tua.

"Berapa lama saya bisa terbang?" tanya elang muda itu lagi.

"Seberapa jauh cakrawala?" balik tanya elang tua.

"Berapa banyak yang harus saya impikan?" elang muda itu tetap bertanya.

"Berapa banyak yang bisa bermimpi?" elang tua itu tersenyum bijaksana.

"Berapa banyak yang bisa saya capai?" terus tanya elang muda itu.

"Berapa banyak yang bisa percaya?" elang tua itu menantang.

Frustasi karena merasa diolok-olok, elang muda bertanya lagi, "Mengapa Anda tidak menjawab pertanyaan saya?"

"Sudah saya lakukan," jawab elang tua.

"Ya. Tapi kau menjawab pertanyaan dengan pertanyaan."

"Aku menjawab yang terbaik yang saya bisa."

"Tapi kau Elang Tua. Kau seharusnya tahu segalanya. Jika kau saja tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan, lalu siapa yang bisa menjawabnya?"

"Kau sendiri," elang tua itu dengan bijak meyakinkan.

"Aku? Bagaimana caranya?" elang muda itu bingung.

"Tidak ada yang bisa memberitahumu seberapa tinggi kau bisa terbang atau berapa banyak kau bermimpi. Akan berbeda pada setiap elang. Hanya Tuhan dan Kau sendiri yang tahu seberapa jauh kau pergi. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang tahu potensimu sendiri atau apa yang ada di hatimu. Kau sendirilah yang bisa menjawab itu. Satu-satunya hal yang membatasimu adalah imajinasimu."

Elang muda masih bingung, dan bertanya, "Apa yang harus saya lakukan?"

"Lihatlah cakrawala, lebarkan sayap, dan terbanglah."
Sent from BlackBerry® on 3

Kekayaan Bukan Jaminan Kebahagiaan

Dikisahkan, ada seorang karyawan yang masih muda usia, rajin, dan pekerja keras. Selama bekerja, pantang bagi dia tiba terlambat dan pulang lebih awal. Setiap hari dia berangkat pagi-pagi sekali dan tiba di rumah hingga larut malam. Hal itu dilakukan enam hari dalam seminggu selama bekerja di perusahaan itu. Suatu hari, karena lelah dan ngantuk luar biasa, dia mengalami kecelakaan yang mengharuskannya beristirahat di rumah sakit.

Di sana dia bersebelahan ranjang dengan seorang pria paruh baya. Setelah saling bersapa, tidak berapa lama, mereka pun terlibat obrolan seru. "Anak muda, dari ceritamu, bapak tahu kamu serorang pekerja keras dan bersemangat. Apa yang membuatmu begitu?" tanya pria tersebut pada si pemuda.

"Saya termotivasi oleh bos saya. Dia orang yang sangat sukses. Kelak saya pun ingin sukses seperti dia, maka saya meneladani sikap dan perilaku bos, agar suatu hari saya bisa sesukses beliau."Jawab anak muda itu dengan penuh semangat.

"Darimana kamu menilai kesuksesan bosmu?"

"Bosku di usia yang sangat muda sudah menghasilkan harta yang berlimpah, memiliki beberapa perusahaan, dan banyak karyawan. Punya relasi orang-orang hebat. Penampilannya juga sangat menawan, dia selalu berpakaian indah. Pokoknya aku sangat mengagumi dan mengidolakan dia."

Lalu, pria itu pun bertanya "Apakah bosmu adalah orang yang bahagia?"

Setelah terdiam sesaat, si pemuda menjawab "Eh...saya kira tidak! Saya jarang sekali melihat atau mendengarnya tertawa. Bahkan tersenyum pun bukan hal yang mudah baginya. Dia menderita sakit maag akut. Keluarganya juga berantakan, istrinya pergi meninggalkan dia. Beberapa kali saya   pernah ke rumah bos untuk mengantarkan dokumen dan lainnya. Biarpun rumahnya besar, megah dan mewah, tetapi terasa kosong, sepi, dan tampak suram."

Pemuda itu melanjutkan berbicara, "Pak, jujur saja, selama ini saya tidak pernah memikirkan tentang kebahagiaan. Bagi saya, sukses adalah kaya, hebat, dan keren. Tetapi, sekarang saya tahu, memiliki rumah dan uang yang banyak, ternyata tidak menjamin kebahagiaan."

"Lihatlah anak muda, Tuhan begitu sayang kepadamu. Kecelakaan kecil hari ini, memberimu waktu untuk berpikir dan membenahi diri. Kerja kerasmu selama ini adalah sikap yang baik dan positif, asalkan kamu tahu untuk apa itu semua. Ingin kaya tidaklah salah, tapi usahakan menjadi orang kaya yang bahagia!"

Memiliki kekayaan sebanyak apapun tidak menjamin kebahagiaan orang. Apalagi bila memperolehnya dengan jalan yang tidak halal atau melanggar hukum alam, hukum negara, serta mengorbankan nama baik dan kehormatan diri sendiri dan keluaga. Rasanya, semua nantinya akan sia-sia.

Mari tetap semangat dalam berkarya dan berikhtiar dengan cara yang positif, baik, dan halal! Bangun kesuksesan dengan seimbang tanpa mengesampingkan kebahagiaan diri sendiri apalagi keluarga.
Sent from BlackBerry® on 3

Saturday, November 9, 2013

Berkah Dari Memberi

Tiga orang muda miskin pada suatu kisah diberi masing-masing tiga butir biji jagung oleh orang bijak, yang sekaligus memperingatkan mereka untuk pergi keluar berkeliling dunia dan menggunakan jagung tersebut untuk memperoleh keberuntungan.

Pemuda pertama memasukkan tiga biji jagung tersebut ke dalam mangkuk kaldu panas dan memakannya.

Pemuda kedua berpikir, saya bisa melakukan yang lebih baik, maka ia menanam tiga biji jagung itu. Dalam beberapa bulan, ia memiliki tiga batang pohon jagung. Ia mengambil jagung-jagung dari batang pohon itu, merebusnya, dan cukup untuk tiga kali makan.

Orang ketiga berkata kepada dirinya sendiri, aku bisa melakukan lebih baik dari itu. Ia juga menanam tiga biji jagung itu. Tapi ketika tiga batang pohon jagung tumbuh, ia mengambil jagung-jagung dari pohon pertama, kemudian menanam kembali semua biji jagungnya. Kemudian ia memberikan pohon jagung yang kedua untuk seorang gadis makan, dan memakan jagung dari pohon ketiga.

Dalam satu batang pohon jagung akhirnya memberinya 200 batang pohon jagung lagi. Dan ia terus menanam kembali biji jagungnya, ia hanya menyisihkan sedikit untuk dimakan. Akhirnya ia pun menanam seratus hektar tanah dengan jagung.

Dengan kekayaannya itu, ia meminang gadis manis tadi dengan membeli tanah milik ayah gadis manis itu. Dan sejak saat itu ia tidak pernah kelaparan lagi.
Sent from BlackBerry® on 3

Terima Kasih Sudah Merawatku

Di sekolah tempat saya bekerja, sepanjang hari banyak deretan siswa yang keluar dari ruangan klinik. Kami membagikan es untuk anak-anak yang luka memar, lalu plester bila mengalami luka, dan simpati serta pelukan.

Sebagai kepala sekolah, kantor saya berada di sebelah kanan pintu klinik, jadi saya sering mampir untuk mengulurkan tangan dan membantu mereka dengan memberikan pelukan.

Suatu pagi saya memberikan plester pada lutut seorang gadis kecil. Rambutnya pirang ikal, dan terlihat ia menggigil karena menggunakan blus tanpa lengan. Saya memakaikan baju hangat yang dibawanya. "Terima kasih sudah merawat saya," bisiknya sambil naik ke pangkuan dan merangkulku.

Setelah itu saya teringat benjolan asing di bawah lengan saya. Kanker, jenis yang agresif menyebar, sudah tiga belas kali menginvasi kelenjar getah bening saya. Saya berpikir perlu tidaknya memberitahu siswa-siswi tentang diagnosa saya. Kata payudara tampak begitu sulit bila dikatakan dengan suara keras kepada mereka, dan kata kanker tampak begitu menakutkan.

Akhirnya saya memutuskan memberitahu pada mereka sendiri. Tidak mudah memang, tapi empati dan kepedulian saya lihat di wajah mereka saat saya jelaskan keputusan saya. Ketika saya memberi mereka kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, sebagian besar dari mereka ingin tahu bagaimana mereka bisa membantu. Saya mengatakan kepada mereka bahwa saya menginginkan surat-surat, gambar, dan doa terbaik dari mereka.

Saya berdiri di pintu keluar dan anak-anak berbaris keluar menyalami saya. Teman pirang kecil saya keluar dari barisan dan berlari memelukku. Lalu ia melangkah mundur untuk melihat wajah saya. "Jangan takut, Bu," katanya sungguh-sungguh. "Saya tahu, kau akan kembali karena sekarang giliran kami merawat Anda."

Tidak ada yang pernah bisa melakukan pekerjaan yang lebih baik. Anak-anak mengirimkan buku cerita lucu saat saya menjalani kemoterapi pertama. Lalu sebuah video dari setiap kelas dengan nyanyian lekas sembuh pada kemoterapi berikutnya. Pada kemoterapi ketiga, sebuah kotak musik lembut diputarkan oleh perawat, di dalamnya mengalun lembut I Will Always Love You.

Saat saya di ruang isolasi di rumah sakit untuk transplantasi sumsum tulang pun, surat-surat dan gambar dari mereka terus berdatangan dan hampir menutupi seluruh dinding ruangan.

Kemudian anak-anak menggambar di atas kertas berwarna, memotongnya, dan menempel membuat pelangi di dalam ruangan kamar. "Saya seperti melangkah ke Disneyland setiap kali masuk ruangan ini," kata dokter tertawa. Belum lagi sebatang pohon apel buatan tinggi yang ditempeli pesan-pesan kecil di tiap rantingnya dari murid-murid dan para guru.

Akhirnya saya cukup sehat untuk kembali bekerja. Saat berjalan menuju ke sekolah, tiba-tiba saya diliputi keraguan. Bagaimana bila anak-anak melupakan saya? Bagaimana bila mereka tidak menginginkan saya yang botak dan kurus

Saya melihat tulisan di spanduk "Selamat datang kembali Bu.." Semakin mendekat, saya memandang pita merah muda di jendela, terikat pada gagang pintu, bahkan di atas pohon. Anak-anak dan para guru mengenakan pita merah muda juga.

Sahabat pirang kecil saya maju di baris pertama menyambut saya. "Anda kembali, Bu, benar-benar kembali!" Ia berteriak, "Lihat, aku sudah bilang 'kan kalau kami akan menjagamu!"

Saat aku memeluknya erat-erat, samar-samar saya mendengar kotak musik saya memainkan lagu I Will Always Love You.

Sumber: intisari-online.com
Sent from BlackBerry® on 3

Menukar Sukacita dengan Hal Sepele

Untuk memperingati ulang tahun pernikahan mereka, sepasang suami istri makan malam di sebuah restoran. Semua berjalan dengan lancar, makanan enak, suasana romantis, mereka bicara tentang hal-hal menyenangkan dan bernostalgia.

Ketika hendak membayar tagihan, sang istri terkejut melihat ada kesalahan sebesar 10 ribu rupiah. Ia menanyakan hal tersebut dan mendapat jawaban yang tidak memuaskan dari si pelayan. Sang suami memilih untuk mengajak istrinya pulang saja, tidak usah diperdebatkan.

Namun, di dalam mobil, sang istri tetap mengomel, termasuk kepada suaminya yang menurutnya tidak membela dirinya. Malam yang sedianya indah itu mendadak jadi tegang. Saat itulah, suaminya berkata, "Sayang, sadarkah bahwa kamu sudah menukar sukacita dan keindahan malam ini hanya dengan 10 ribu rupiah?"

Berapa banyak kita sering bersikap demikian. Sukacita kita "tukar" dengan ucapan seseorang. Sepuluh tahun persahabatan dihapus hanya oleh sepuluh menit perselisihan. Sepuluh tahun kerjasama yang baik hancur oleh masalah uang sekian juta. Hubungan keluarga putus oleh masalah rupiah.

Banyak hal besar dan penting tanpa sadar kita tukar begitu saja dengan hal-hal yang nilainya sebenarnya sama sekali tak sebanding. Tanpa sadar pada akhirnya hanya bisa menyesal karena telah menyia-nyiakan hal penting karena hal kecil, banyak orang juga pada akhirnya hanya bisa menyesal saat perselisihan telah terjadi, hubungan telah rusak dan sukacita menjadi hilang.

Berapa banyak konflik dan kemarahan yang kita rasakan sebenarnya hanya terjadi karena hal yang tak layak dan tak penting seperti itu. Sesungguhnya saat kita marah karena hal-hal seperti kebiasaan, sikap atau ucapan seseorang sampai membuat hubungan kita dengannya menjadi rusak, maka kita sudah menukar posisi orang itu dengan hal-hal tadi.

Demikain layakkah? (YDA)

Sumber:intisari-online.com
Sent from BlackBerry® on 3

Wednesday, November 6, 2013

Disamping Orang Yang Tidak Menyenangkan

Seorang wanita kulit putih berusia 50 tahun tiba di kursi pesawat terbang dalam penerbangan yang ramai. Kursi di sebelahnya duduk seorang pria berkulit hitam.

Merasa tidak nyaman, wanita itu segera memanggil pramugari dan menginginkan pindah dari tempatnya sekarang. Wanita itu berkata, "Aku tidak bisa duduk di sebelah pria kulit hitam."

Pramugari mengatakan, "Biarkan saya melihat apakah saya bisa menemukan tempat duduk lain." Setelah memeriksa pramugari kembali dan mengatakan kepada wanita itu, "Maaf, tidak ada lagi kursi kosong di kelas ekonomi, tapi aku akan menanyakan kepada Kapten dan melihat apakah ada kursi kosong di kelas utama."

Sekitar 10 menit pramugari itu kembali.

"Kapten mengonfirmasikan bahawa tidak ada lagi kursi kosong di kelas ekonomi, tapi ada satu kursi di kelas utama. Kebijakan perusahaan kami tidak pernah memindahkan penumpang dari kelas ekonomi ke kelas utama, tetapi akan menjadi sebuah skandal bagi perusahaan kami bila seseorang duduk di samping orang yang tidak menyenangkan. Kapten setuju untuk memindahkan ke kelas utama."

Sebelum wanita itu bisa mengatakan apa-apa, pramugari menunjuk pria berkulit hitam di sebelahnya, dan berkata, "Karena itu Pak, jika Anda tidak berkeberatan untuk mengambil barang-barang pribadi Anda, kami ingin memindahkan kenyamanan Anda di kelas utama. Kapten tidak ingin Anda duduk di samping orang yang tidak menyenangkan."

Penumpang berkulit hitam itu bertepuk tangan, sementara para penumpang lain memberikan tepuk tangan sambil berdiri.

Sumber: intisari-online.com
Sent from BlackBerry® on 3

Friday, November 1, 2013

Kado untuk Ulang Tahun ke-15

Suatu hari seorang gadis berusia 11 tahun bertanya pada ayahnya, "Pa, apa yang akan saya dapatkan ketika saya berulang tahun yang ke-15?"

Sang ayah menjawab, "Wah, masih jauh Nak, masih banyak waktu untuk itu."

Ketika gadis itu berusia 14 tahun, ia pingsan, dan akhirnya dilarikan ke rumah sakit. Dokter keluar dan mengatakan kepada ayahnya bahwa jantungnya rusak dan mungkin hidupnya tidak lama lagi. Sang ayah menghampiri tempat anaknya berbaring. Anaknya yang tumbuh remaja itu bertanya, "Pa, apakah yang mereka bilang saya akan mati?"

Sang ayah menjawab sambil menangis, "Tidak, kau akan hidup."

Anak gadis itu bertanya, "Bagaimana kau bisa yakin, Pa?"

Ayahnya berdiri dan keluar, sambil menjawab dari balik pintu, "Aku tahu."

Anak gadis itu telah berusia 15 tahun ketika ia sudah mulai pulih dan pulang ke rumah. Ia menemukan surat di tempat tidurnya. Dalam surat tersebut, tertulis: "Putriku tercinta, jika kau membaca surat ini berarti semua berjalan baik seperti yang telah kukatakan padamu.

Suatu hari kau pernah bertanya padaku, apa yang aku berikan padamu saat kau berulang tahun ke-15.  Saat itu aku tidak tahu harus menjawab apa, tapi sekarang yang kuberikan padamu adalah jantungku."

Cintailah orangtua kita. Mereka mengorbankan begitu banyak untuk membuat kita bahagia, tanpa kita sadari. Kita begitu sibuk saat tumbuh dewasa hingga kita lupa bahwa mereka juga bertambah tua. Luangkan waktu yang berkualitas dengan mereka, perlakukan orang tua dengan merawatnya penuh cinta, karena kita akan mengetahui nilai mereka, saat kita melihat kursi yang biasa mereka pakai itu kosong

Sumber: intisari-online.com
Sent from BlackBerry® on 3

Friday, October 25, 2013

Inilah Bedanya Doa Ibu dan Anak

Pada suatu hari, seorang pemuda yang bernama Daniel terlibat dalam kecelakaan. Dia ditabrak oleh sebuah taksi di sebuah jalan raya.

Akibat dari kecelakaan itu dia cedera parah. Kepalanya luka, tangannya patah dan perutnya terburai. Setelah dibawa ke rumah sakit, dokter menemukan bahwa sakitnya terlalu parah dan memperkirakan dia tidak ada harapan lagi untuk hidup. Ibunya, segera dihubungi dan diberitahu tentang kecelakaan yang menimpa anaknya.

Hampir pingsan sang Ibu mendengar berita tentang anaknya itu. Dia segera bergegas ke rumah sakit tempat anaknya dirawat. Berlinang air mata ibu melihat kondisi anaknya. Meskipun telah diberitahu bahwa anaknya sudah tiada harapan lagi untuk diselamatkan, Ibu ini tetap tidak henti-hentinya berdoa dan memohon kepada Tuhan agar anaknya itu selamat.

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, kondisi Daniel tidak banyak berubah. Saban hari sang Ibu menunggui anaknya itu tanpa jemu. Saban malam pula Ibu itu terbangun mendaraskan doa memohon keselamatan anaknya. Dalam keheningan malam, sambil berlinangan air mata, sang Ibu merintih meminta agar anaknya disembuhkan.

Keyakinan sang Ibu terhadap kekuasaan Allah sangat kuat meskipun tubuh anaknya hancur cedera dan dikatakan sudah tidak ada harapan lagi untuk hidup. Namun, Allah benar-benar mau menunjukkan kebesaran dan kekuasaanNya.

Setelah 5 bulan terlantar, mukjizat itu pun terjadi, atas doa doa seorang ibu yang tak pernah putus, akhirnya Daniel menampakkan tanda-tanda kesembuhan dan akhirnya dia sembuh sepenuhnya. Berkat doa seorang ibu yang ikhlas.

Daniel dapat terus hidup sampai berumah tangga dan mempunyai anak. Ibunya, seorang janda semakin hari semakin tua dan uzur.

Suatu hari, sang Ibu yang berusia hampir 75 tahun jatuh sakit dan masuk rumah sakit. Awalnya, Daniel masih mengunjungi dan menjaga ibunya di rumah sakit. Tetapi semakin hari semakin jarang dia datang menjenguk ibunya sampai pada suatu hari pihak rumah sakit menghubunginya untuk memberitahukan kondisi ibunya yang semakin parah.

Daniel segera bergegas ke rumah sakit. Di situ, Daniel menemukan kondisi ibunya semakin lemah. Nafas ibunya turun naik. Dokter memberitahu bahwa ibunya sudah tidak ada waktu yang lama untuk hidup. Ibunya bisa saja setiap saat menghembuskan napasnya yang terakhir.

Melihat kondisi ibunya yang demikian dan konon beranggapan ibunya sedang tersiksa, lantas Daniel terus menadah tangan dan berdoa seperti ini, "Ya Allah, seandainya dia Engkau panggil menghadapMu lebih baik untuk ibu, maka Engkau panggilah ibuku! Aku tidak sanggup melihat penderitaannya. Ya Allah, aku akan merelakan dengan ikhlas dengan kepergiannya. Amin."

Begitulah bedanya doa ibu terhadap anak dan doa anak terhadap orang tuanya. Ketika anak sakit, seburuk apapun kondisinya, walau badan hancur sekalipun, namun orang tua akan tetap mendoakan semoga anaknya diselamatkan dan dipanjangkan umurnya.

Tetapi anak-anak yang dikatakan 'baik' pada hari ini akan mendoakan agar ibu atau bapaknya yang sakit agar segera diambil oleh Allah, padahal orang tua itu baru saja sakit. Mereka meminta pada Allah agar segera di panggil ke surga karena konon sudah tidak tahan melihat 'penderitaan' orang tuanya.

Apa yang akan Anda lakuan saudara jika menghadapi situasi yang seperti ini?

Sumber: Intisari-online.com
Sent from BlackBerry® on 3

Kisah Petani dan 3 Iblis

Kisah ini hanyalah fiksi belaka, namun terdapat inspirasi yang menarik dan mungkin dapat kita jadikan sebuah pelajaran berharga bagi kehidupan kita.

Ada iblis melihat seorang petani setiap hari bekerja dengan keras di lahan pertaniannya. Hasil yang didapatnya sangat minim. Namun petani itu tetap gembira, sangat bersyukur dan merasa puas. Iblis itu lalu mengutus dua iblis kecil untuk mengganggu petani ini.

Iblis kecil pertama ini membuat lahan petani menjadi sangat keras, sengaja untuk membuat petani melepaskan niatnya bertani. Namun petani ini tanpa mengeluh tetap mencangkul seharian tanpa henti. Melihat rencananya gagal setan kecil ini hanya bisa meraba-raba hidungnya lalu meninggalkan petani ini sendirian.

Iblis kecil kedua berpikir, membuat dia lebih susah pasti tidak akan berhasil lagi, lebih bagus saya mengambil semua miliknya, lalu dia mengambil makan siang petani ini yaitu roti dan air minumnya. Dia pikir sekali ini petani pasti akan panik dan memaki.

Ketika si petani berhenti bekerja lalu pergi ke bawah pohon untuk beristirahat, dia menyadari makan siang dan airnya telah hilang, lalu dia berkata, "Tidak tahu siapa yang lebih malang dari nasib saya yang membutuhkan roti dan air minum saya? Jika makanan ini memang bisa mengenyangkan dia, itu adalah hal yang baik." Iblis kecil kedua inipun gagal lagi, lalu meninggalkan tempat itu dengan tangan kosong.

Iblis tua merasa heran, apakah tidak ada hal yang bisa membuat petani ini menjadi jahat? Pada saat ini iblis kecil ketiga muncul dan berkata kepada iblis tua, "Saya ada akal yang bisa membuat petani ini menjadi jahat."

Iblis kecil ini pergi menemui petani dan berteman dengan dia. Petani itu sangat gembira bisa berteman dengannya. Karena iblis kecil ini mempunyai kemampuan untuk memprediksi, ia mengatakan kepada petani tahun depan akan terjadi kekeringan, dia mengajar petani menanam padinya di sawah, petani mendengar nasehatnya melakukan hal itu.

Benar saja, setahun kemudian terjadi kekeringan semua orang gagal panen hanya petani ini yang berhasil memanen, oleh sebab itu dia menjadi kaya.

Iblis kecil juga mengajar petani menjual berasnya diganti dengan anggur, untuk mendapatkan lebih banyak uang. Perlahan-lahan petani mulai tidak bertani lagi, dia hanya mengandalkan nasehat iblis kecil berdagang, untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar tanpa bekerja keras.

Dan setiap ada orang yang menamam tanah dengan anggur di belinya semuanya agar orang lain tidak bisa memproduksi dan memanennya. Sementara kehidupan tetangga petaninya tidak ada peningkataan tetapi sekarang menjadi budak dan buruh saja untuk sang petani tersebut.

Tiap hari petani hanya memikirkan bagaimana bisa cepat kaya raya dan melindas tiap usaha yang muncul menyainginya.

Iblis kecil berkata kepada iblis tua, "Engkau lihat!, sekarang saya akan menunjukkan prestasi saya!" Iblis tua melihat hal ini dengan memuji berkata kepada iblis kecil "Waduh! Engkau sangat hebat! Bagaimana caranya engkau dapat melakukan semua hal itu?"

Iblis kecil berkata, "Saya hanya membiarkan dia memiliki lebih banyak dari yang dibutuhkannya, dengan demikian dapat membangkitkan sifat keserakahannya."

Sumber: intisari-online.com
Sent from BlackBerry® on 3

Wednesday, October 23, 2013

Percayalah Kepada-Nya

Seorang pria baru saja menikah dan kembali ke rumah dengan istrinya. Mereka menyeberangi danau dengan perahu, ketika tiba-tiba badai besar muncul. Pria itu adalah seorang prajurit. Wanita itu sangat ketakutan dan tampak hampir putus asa.

Perahu itu begitu kecil dan badai benar-benar besar, dan setiap saat mereka bisa saja tenggelam. Tetapi pria itu duduk diam, dan tenang, seolah-olah tidak ada yang terjadi.

Wanita itu gemetar dan ia berkata, "Tidakkah engkau takut? Ini mungkin saat terakhir hidup kita! Rasanya kita tidak akan mencapai pantai lainnya. Hanya keajaiban yang bisa menyelamatkan kita. Kematian yang pasti menghadang kita. Apakah engkau tidak takut? Gilakah kau?"

Pria itu tertawa dan mengambil pedang dari sarungnya. Wanita itu semakin bingung, apa yang akan dilakukannya? Pria itu membawa pedang dekat leher wanita itu, begitu dekat sehingga hanya ada celah kecil di antaranya, pedang itu nyaris menyentuh lehernya.

Pria itu bertanya, "Apakah kamu takut?"

Wanita itu mulai tertawa dan berkata, "Mengapa saya harus takut? Jika pedang ini di tanganmu, mengapa aku harus takut? Aku tahu kau mencintaiku."

Pria itu meletakkan pedang kembali, dan berkata, "Itulah jawaban saya. Saya tahu Tuhan mencintai kita, dan badai ini adalah tangan-Nya."

Apapun yang terjadi akan menjadi baik adanya. Bertahan atau tidak, serahkan semuanya di tangan-Nya. Ia tidak mungkin melakukan sesuatu yang salah.

Kembangkan rasa percaya yang dapat mengubah hidup kita.

Sumber: intisari-online.com
Sent from BlackBerry® on 3

Thursday, October 3, 2013

Ngobrol dengan Tuhan

Tuit... tuit... tuit... Tiba-tiba saja gadget canggihku berbunyi di tengah aku sedang sibuk-sibuknya. Yang lebih menyebalkan, panggilan itu datang dari sosok yang tidak kukenal, namanya tidak tersimpan di daftar phonebook. Tapi aku malah penasaran dan membalasanya.

TUHAN: Kamu memanggilKu ?

AKU: Memanggilmu? Tidak.. Ini siapa ya?

TUHAN: Ini TUHAN. Aku mendengar doamu. Jadi Aku ingin berbincang-bincang denganmu.

AKU: Ya, saya memang sering berdoa, hanya agar saya merasa lebih baik. Tapi sekarang saya sedang sibuk, sangat sibuk.

TUHAN: Sedang sibuk apa? Semut juga sibuk.

AKU: Enggak tahu ya. Yang pasti saya tidak punya waktu luang sedikit pun. Hidup jadi seperti diburu-buru. Setiap waktu telah menjadi waktu sibuk.

TUHAN: Benar sekali. Aktivitas memberimu kesibukan. Tapi produktivitas memberimu hasil. Aktivitas memakan waktu, produktivitas membebaskan waktu.

AKU: Saya mengerti itu. Tapi saya tetap tidak dapat menghindarinya. Sebenarnya, saya tidak mengharapkan Tuhan mengajakku chatting seperti ini.

TUHAN: Aku ingin memecahkan masalahmu dengan waktu, dengan memberimu beberapa petunjuk. Di era internet ini, Aku ingin menggunakan medium yang lebih nyaman untukmu daripada mimpi, misalnya.

AKU: Okay, sekarang beritahu saya, mengapa hidup jadi begitu rumit?

TUHAN: Berhentilah menganalisis hidup. Jalani saja. Analisislah yang membuatnya jadi rumit.

AKU: Kalau begitu mengapa kami manusia tidak pernah merasa senang?

TUHAN: Hari ini adalah hari esok yang kamu khawatirkan kemarin. Kamu merasa khawatir karena kamu menganalisis. Merasa khawatir menjadi kebiasaanmu. Karena itulah kamu tidak pernah merasa senang.

AKU: Tapi bagaimana mungkin kita tidak khawatir jika ada begitu banyak ketidakpastian.

TUHAN: Ketidakpastian itu tidak bisa dihindari. Tapi kekhawatiran adalah sebuah pilihan.

AKU: Tapi, begitu banyak rasa sakit karena ketidakpastian.

TUHAN: Rasa sakit tidak bisa dihindari, tetapi penderitaan adalah sebuah pilihan.

AKU: Jika penderitaan itu pilihan, mengapa orang baik selalu menderita?

TUHAN: Intan tidak dapat diasah tanpa gesekan. Emas tidak dapat dimurnikan tanpa api. Orang baik melewati rintangan tanpa menderita. Dengan pengalaman itu, hidup mereka menjadi lebih baik bukan sebaliknya.

AKU: Maksudnya pengalaman pahit itu berguna?

TUHAN: Ya. Dari segala sisi, pengalaman adalah guru yang keras. Guru pengalaman memberi ujian dulu, baru pemahamannya.

AKU: Tetapi, mengapa kami harus melalui semua ujian itu? Mengapa kami tidak dapat hidup bebas dari masalah?

TUHAN: Masalah adalah rintangan yang ditujukan untuk meningkatkan kekuatan mental (Purposeful Roadblocks Offering Beneficial Lessons to Enhance Mental Strength). Kekuatan dari dalam diri bisa keluar dari perjuangan dan rintangan, bukan dari berleha-leha.

AKU: Sejujurnya di tengah segala persoalan ini, kami tidak tahu ke mana harus melangkah...

TUHAN : Jika kamu melihat ke luar, maka kamu tidak akan tahu ke mana kamu melangkah. Lihatlah ke dalam. Melihat ke luar, kamu bermimpi. Melihat ke dalam, kamu terjaga. Mata memberimu penglihatan. Hati memberimu arah.

AKU: Kadang-kadang ketidakberhasilan membuatku menderita. Apa yang dapat saya lakukan?

TUHAN: Keberhasilan adalah ukuran yang dibuat oleh orang lain. Kepuasan adalah ukuran yang dibuat olehmu sendiri. Mengetahui tujuan perjalanan akan terasa lebih memuaskan daripada mengetahui bahwa kau sedang berjalan. Bekerjalah dengan kompas, biarkan orang lain berkejaran dengan waktu.

AKU: Di dalam saat-saat sulit, bagaimana saya bisa tetap termotivasi?

TUHAN: Selalulah melihat sudah berapa jauh telah berjalan, daripada masih berapa jauh harus berjalan. Selalu hitung yang harus kau syukuri, jangan hitung apa yang tidak kau peroleh.

AKU: Apa yang menarik dari manusia?

TUHAN: Jika menderita, mereka bertanya "Mengapa harus aku?". Jika mereka bahagia, tidak ada yang pernah bertanya "Mengapa harus aku?".

AKU: Kadangkala saya bertanya, siapa saya, mengapa saya di sini?

TUHAN: Jangan mencari siapa kamu, tapi tentukanlah ingin menjadi apa kamu. Berhentilah mencari mengapa saya di sini. Ciptakan tujuan itu. Hidup bukanlah proses pencarian, tapi sebuah proses penciptaan.

AKU: Bagaimana saya bisa mendapat yang terbaik dalam hidup ini?

TUHAN: Hadapilah masa lalumu tanpa penyesalan. Peganglah saat ini dengan keyakinan. Siapkan masa depan tanpa rasa takut.

AKU: Pertanyaan terakhir. Sering kali saya merasa doa-doaku tidak dijawab.

TUHAN: Tidak ada doa yang tidak dijawab. Sering kali jawabannya adalah tidak.

AKU: Terima Kasih Tuhan atas chatting yang indah ini.

TUHAN: Oke. Teguhlah dalam iman, dan buanglah rasa takut. Hidup adalah misteri untuk dipecahkan, bukan masalah untuk diselesaikan. Percayalah pada-Ku. Hidup itu indah jika kamu tahu cara untuk hidup.
Sent from BlackBerry® on 3

Sunday, September 29, 2013

Jangan Sekadar Kenali Diri, Ketahui Juga Tujuan Hidup

Januari 2000, para pemimpin di Charlotte, Carolina Utara, mengundang warga favorit mereka, Billy Graham, mengajak makan siang untuk menghormatinya.

Billy awalnya ragu-ragu menerima undangan itu karena ia berjuang dengan penyakit Parkinsonnya. Tetapi para pemimpin Charlotte berkata, "Kami tidak mengharapkan pidato penting. Hanya datanglah dan biarkan kami menghormati Anda." Jadi, ia pun akhirnya setuju.

Setelah hal-hal indah dikatakan tentang dirinya, Dr. Graham melangkah ke mimbar, melihat kerumunan, dan berkata," Hari ini mengingatkan saya akan Albert Einstein, fisikawan besar yang dihormati Majalah Time sebagai 'Manusia Abad Ini'"

Einstein pernah bepergian dari Princeton dengan kereta. Kondektur datang memeriksa tiket penumpang. Ketika kondektur tersebut sampai pada Einstein, ia merogoh saku rompinya. Ia tidak menemukan tiketnya, lalu ia mencari di saku celananya. Di tempat itu juga tidak ada. Lalu ia membuka tasnya dan mencarinya, tapi tidak juga ditemukannya. Ia pun melihat di kursi sebelahnya. Tetap saja Einstein tidak bisa menemukan karcisnya.

Kondektur itu lalu berkata, "Dr. Einstein, saya tahu siapa Anda. Kita semua tahu siapa Anda. Saya yakin Anda membeli tiket. Jangan khawatirkan hal itu lagi."

Einstein mengangguk penuh penghargaan. Kondektur lalu menuju penumpang yang lain. Saat ia siap pindah gerbong, ia berbalik dan melihat fisikawan besar itu masih mencari tiket di bawah kursinya.

Kondektur itu bergegas kembali dan berkata, "Dr. Einstein, Dr. Einstein, jangan khawatir, saya tahu siapa Anda. Anda tidak perlu tiket. Saya yakin Anda membeli satu."

Einstein memandangnya dan berkata, "Anak muda, saya juga tahu siapa aku. Yang saya tidak tahu, ke mana aku akan pergi."

Lalu, Billy Graham melanjutkan, "Lihat baju yang saya kenakan? Ini adalah baju baru bermerek. Anak-anak saya, dan cucu-cucu saya mengatakan bahwa saya sudah sedikit jorok di usia tua saya. Saya harus sedikit lebih teliti. Jadi saya pergi keluar dan membeli jas baru untuk makan siang ini dan satu kesempatan lagi.

Kalian tahu apa kesempatan itu? Ini adalah baju yang akan kupakai saat aku akan dikuburkan. Tapi ketika kalian mendengar aku mati, aku tidak ingin kalian segera ingat setelan apa yang aku kenakan.

Aku ingin kalian ingat ini :

'Aku tidak hanya tahu siapa aku.. aku juga tahu ke mana aku akan pergi'."

Sumber: intisari-online.com
Sent from BlackBerry® on 3

Wednesday, September 18, 2013

Mari Lakukan Semua dengan Cinta

Ada seorang wanita yang menikah dengan pria yang tidak dicintainya. Ia menikah hanya menuruti keinginan orangtuanya. Suaminya menyuruhnya untuk bangun pukul lima pagi tiap hari, membuatkan sarapan untuknya dan menyajikannya tepat pukul 06.00. Sang suami mengharapkan ia selalu siap melayaninya.

Hidup wanita itu menderita, karena hanya berusaha melayani setiap kebutuhan dan permintaan suaminya. Sampai suatu waktu suaminya meninggal dunia.

Beberapa tahun kemudian, wanita itu menikah kembali. Kali ini dengan seorang pria yang sangat dicintainya. Suatu hari, ketika sedang membereskan dan membersihkan kertas-kertas kuno, dia menemukan selembar kertas berisi peraturan yang harus dilakukan sebagai istri. Peraturan itu dibuat oleh mendiang suaminya.

Dengan hati-hati, dia membaca peraturan itu. "Bangun pukul lima. Hidangkan (sarapan) pada pukul enam tepat." Dia terus membaca dan tiba-tiba berhenti serta merenung.

"Lho, bukankah apa yang saya lakukan sekarang pun persis dengan apa yang saya lakukan dulu? Mengapa sekarang saya bisa melakukannya dengan sukacita, tanpa merasa terpaksa?" katanya.

Ia tersenyum geli setelah menyadari perjalanan hidupnya. Lantas ia menjawab dalam hatinya, "Ini karena cinta. Saya lakukan semua ini karena cinta. Saya merasakan sukacita atas apa yang aku lakukan ini."

Pernahkah kita merasa melakukan sesuatu karena terpaksa? Apa hasil yang kita peroleh? Tentu saja kita tidak akan mengalami sukacita. Kita tidak merasa bahagia setelah melakukan semuanya. Kita justru merasa tertekan. Kita merasa apa yang telah kita lakukan itu tidak membuahkan sesuatu bagi hidup kita.

Sebaliknya, kalau kita melakukan sesuatu dengan semangat yang dilandasi oleh cinta, kita akan lakukan apa saja demi cinta itu. Tidak perlu diminta, kita akan lakukan sesuatu untuk orang-orang yang kita cintai. Meski berat pekerjaan itu, kita akan merasa ringan melakukannya karena menyenangkan.

Demikian halnya dalam bekerja. Bila kita melakukannya karena cinta akan pekerjaan itu, maka apa yang kita kerjakan akan terasa ringan. Dan tentunya beres pada waktunya.

Mari kita lakukan segala sesuatunya demi dan karena cinta agar hidup kita lebih bahagia.

Sumber: intisari-online.com

Friday, September 13, 2013

Jangan Lepaskan Tanganku

Suatu hari, seorang ayah mengajak anaknya bermain ke alam liar tak jauh dekat rumahnya.
Dengan membawa bekal secukupnya, mereka berencana bermain di sebuah sungai indah yang airnya sangat jernih.

"Ayah, mari kita menyusuri sungai ini. Di seberang sana banyak bunga-bunga indah. Aku ingin memetiknya untuk ibu," kata Devy.

Sang ayah mengangguk, "Sebentar coba ayah lihat dulu apakah benar pohon ini kuat menahan kita berdua..untuk menyeberang sungai.

"De, coba pegang tangan ayah agar kamu tidak jatuh,"

"Tidak ayah. Ayahlah yang seharusnya memegang tanganku,"

"Lho, apa bedanya?"

"Beda ayah. Jika aku yang memegang tangan ayah, bila sesuatu terjadi padaku, maka tanganku bisa terlepas. Tetapi, bila ayah yg memegang tanganku, aku percaya ayah tak akan melepaskan aku sampai kapanpun, tak peduli apapun yang terjadi padaku..."

Demikian halnya dalam kehidupan kita. Tuhan yang memegang tangan kita tidak akan pernah melepaskan peganganNya pada kita, sehingga kita tidak perlu takut lagi apapun yang terjadi. (*)

Sumber: intisari-online.com

Kita Tak Pernah Sendiri

Pernah dengar legenda ritual pemuda Passage India Cherokee? Ketika saatnya seorang pemuda memasuki masa peralihan, ayahnya membawanya ke hutan, dengan menggunakan penutup mata dan meninggalkannya sendirian.

Ia diminta untuk duduk di tunggul sepanjang malam dan tidak membuka penutup mata sampai sinar matahari pagi bersinar melaluinya. Ia tidak bisa menangis untuk meminta bantuan siapapun.

Setelah ia bisa bertahan hidup semalam, ia menjadi laki-laki dewasa. Ia tidak bisa mengatakan kepada anak-anak lain tentang pengalaman ini, karena setiap anak harus datang menuju kedewasaannya sendiri.

Anak laki-laki secara alami mengalami ketakutan. Ia bisa mendengar segala macam suara. Binatang-binatang buas pasti ada di sekelilingnya. Bukan tidak mungkin sesamanya pun akan menyakitinya.

Angin bertiup membawa bau rumput kepadanya, tapi ia duduk dengan tenang, tidak pernah membuka penutup matanya. Ini yang dia yakini satu-satunya cara untuk bisa menjadi seorang laki-laki sejati!

Akhirnya, setelah malam yang mengerikan, matahari muncul dan ia pun membuka penutup matanya. Saat itulah ia menemukan ayahnya duduk di tunggul di sampingnya. Ia berada di situ sepanjang malam, melindungi anaknya dari bahaya.

Kita juga tidak pernah sendirian. Bahkan ketika kita tidak tahu, Tuhan tetap mengawasi kita, duduk di samping kita. Ketika masalah datang, yang harus kita lakukan adalah menjangkau-Nya.

Sumber: intisari-online.com

Friday, August 30, 2013

Buat Hidup Menyenangkan Dengan Selalu Bersyukur

Begitu memasuki mobil mewahnya, seorang Direktur bertanya pada sopir pribadinya, bagaimana kira-kira cuaca hari ini.

Si sopir menjawab, "Cuaca hari ini adalah cuaca yang saya sukai."

Merasa penasaran dengan jawaban tersebut, Direktur itu bertanya lagi, "Bagaimana kamu bisa begitu yakin?"

Sopirnya menjawab, "Begini, Pak. Saya sudah belajar bahwa saya tidak selalu mendapatkan apa yang saya sukai, karena itu saya selalu menyukai apapun yang saya dapatkan."

Jawaban singkat tadi merupakan wujud perasaan syukur sang sopir. Syukur merupakan kualitas hati yang terpenting. Dengan bersyukur kita akan senantiasa diliputi rasa damai, tenteram, dan bahagia.

Sebaliknya, perasaan tidak bersyukur akan senantiasa membebani kita. Kita akan selalu merasa kurang dan tidak merasa bahagia.

Mari kita lihat keadaan sekeliling kita, pikirkan yang kita miliki, dan syukurilah. Kita akan merasakan nikmatnya hidup. Pusatkan perhatian kita pada sifat-sifat baik atasan, pasangan, dan orang-orang di sekitar kita. Maka hidup akan menjadi lebih menyenangkan.

Tuesday, August 27, 2013

Setiap Orang Punya Cerita

Hidup itu terbungkus oleh banyak lapisan. Terkadang kita hanya melihat lapisan luarnya saja dan tidak tahu bagaimana isi di dalamnya.

Kita hanya melihat seorang pengusaha hebat, rumahnya besar, mobilnya mewah, hidupnya bahagia. Padahal dia mungkin sedang stres dan hidupnya penuh hutang, kerja kerasnya hanya untuk membayar bunga pinjaman, semua asetnya sudah menjadi milik bank.

Lalu, pasangan anggun yang hadir di sebuah acara reuni begitu serasi dan mempesona, mereka pasti hidup harmonis dan bahagia. Padahal, hidup mereka penuh dengan kebencian, saling menuduh, mengkhianati, dan menyakiti, bahkan sudah dalam proses perceraian dan bagi harta.

Ada juga seorang pemuda, lulusan sekolah terkenal dengan nilai tertinggi, pasti mudah memperoleh pekerjaan, dengan gaji besar, hidupnya pasti bahagia. Padahal, ia sudah terkena PHK sepuluh kali, jadi korban fitnah di lingkungan kerjanya. Dan sudah dua bulan belum mendapakan pekerjaan baru.

Ada seorang ibu muda, yang selalu pergi ke diskotik, punya banyak waktu, tidak pernah pusing dengan pekerjaan rumah, hidupnya sangat santai. Dia pasti bahagia. Padahal, batinnya hampa dan kesepian, jiwanya merintih, karena suaminya tidak pernah menghargai dan menghasihinya.

Begitu juga dengan tetangga. Anaknya sudah besar-besar, bapak-ibunya sudah boleh santai dan tenang. Mereka pasti bahagia. Namun kenyataannya orangtua mereka tak pernah bisa tidur nyenyak, karena kelakuan anak-anaknya yang tidak bermoral dan menyalahgunakan narkoba.

Kita selalu tertipu oleh keindahan di luar dan tidak tahu bagaimana realita yang ada di dalam. Sesungguhnya semua keluarga punya masalah. Semua orang punya cerita duka. Begitulah hakekat hidup.

Janganlah membicarakan masalah orang lain, sebenarnya siapapun tidak mau mengalami masalah. Tapi, manusia tak luput dari masalah. Jangan mengeluh karena masalah. Hayatilah makna di balik semua masalah karena semua masalah akan membuat hidup menjadi bermakna.

Jangan bandingkan hidup kita dengan orang lain, karena orang lain belum tentu lebih bahagia dari kita.

Sumber: intisari-online.com

Wednesday, August 14, 2013

Yang Tahu Kesalahan Kita, Hanya Kita dan Tuhan saja

Ada seorang pelukis yang sangat terkenal karena lukisannya yang indah, halus, teliti, detail, dan seindah objek apapun yang dilukisnya. Raja sangat menyukai dan mengagumi karya-karya si pelukis.

Sebagai tanda penghormatan, penghargaan, dan keinginan untuk mengabadikan karya seni seorang seniman besar yang pernah ada di negeri itu, raja membuatkan sebuah monumen besar yang nantinya di atas monumen itu terpampang lukisan yang akan dikerjakan oleh si pelukis. Raja berharap, seluruh rakyat negeri itu akan mengenang dan menikmati karya seni yang tinggi hingga bertahun-tahun ke depan, sampai ke generasi selanjutnya.

"Baiklah rajaku, hamba akan memenuhi harapan baginda," janji si pelukis. Setelah monumen berdiri dengan megah di tengah kota, si pelukis mulai membuat sketsa kasar, menghaluskan, dan menambahkan berbagai ornamen cantik di sana-sini. Disusul dengan membuat campuran berbagai macam cat warna, mengoleskannya dengan seksama.

Masyarakat pun setiap hari bergantian berkerumun dan dibuat terkagum-kagum atas lukisan besar yang sedang dibuat itu. Dan bila lukisan telah utuh dikerjakan, setiap hari si pelukis datang ke sana, ada saja detail yang dibenahinya, pokoknya lukisan yang indah itu serasa belum memuaskan si pelukis.

Temannya yang ikut membantu pekerjaan besar itu menyapa dan bertanya kepadanya, "Sobat, begitu lama kamu mengerjakan proyek ini. Lukisanmu ini ada di atas bangunan yang begitu tinggi, orang-orang yang menikmati lukisanmu memuji keindahannya dan tidak melihat sedikitpun kekurangannya. Sudahlah, anggap saja sudah selesai tuntas. Dari tempat yang begitu tinggi, Jika ada kekurangan sedikit-sedikit, memangnya siapa yang akan tahu?"

"Yang tahu kekurangannya adalah aku dan Tuhanku," jawab si pelukis serius.

Sebenarnya melukis sama seperti menjalani kehidupan ini. Setiap perbuatan atau kesalahan yang kita lakukan, belum tentu orang lain tahu, tetapi setidaknya kita sendiri yang tahu dan pastinya Tuhan juga tahu. Jika ingin hasil kerja yang terbaik, kerjakan sebaik-baiknya, semaksimal mungkin. Bukan atas dasar penilaian orang lain. Jika ingin berbuat baik, lakukan dengan ketulusan yang ada di dalam diri, karena hanya kita tahu dan Tuhan pun pasti tahu.

Sumber: intisari-online.com

Monday, August 12, 2013

Wujud dari Cinta

Kisah ini mungkin sudah sering kali kita baca. Tapi tidak ada salahnya kita membacanya lagi untuk mengingatkan kembali apa yang kita butuhkan dari pasangan kita:

Suami saya adalah seorang insinyur, saya mencintai sifatnya yang alami dan saya menyukai perasaan hangat yang muncul dihati saya ketika saya bersandar di bahunya yang bidang.

Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan dua tahun dalam masa pernikahan, saya harus akui, bahwa saya mulai merasa lelah. Alasan-alasan saya mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan.

Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan. Suami saya jauh berbeda dari yang saya harapkan. Rasa sensitifnya kurang. Selain itu, ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal.

Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya, bahwa saya menginginkan perceraian. "Mengapa?" dia bertanya dengan terkejut. "Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan" Dia terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.

Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan darinya? Akhirnya dia bertanya, "Apa yang dapat saya lakukan untuk merubah pikiranmu?"

Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan, "Saya punya pertanyaan, jika kau dapat menemukan jawabannya di dalam hati saya, saya akan merubah pikiran saya: Seandainya, saya menyukai setangkai bunga indah yang ada di tebing gunung dan kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati. Apakah kamu akan melakukannya untuk saya?"

Dia termenung dan akhirnya berkata, "Saya akan memberikan jawabannya besok." Hati saya langsung gundah mendengar responnya. Keesokan paginya, dia tidak ada dirumah, dan saya menemukan selembar kertas dengan coret-coretan tangannya di bawah sebuah gelas yang berisi susu hangat yang bertuliskan....

"Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya."

Kalimat pertama ini menghancurkan hati saya. Saya melanjutkan untuk membacanya.

"Kamu bisa mengetik di komputer dan selalu mengacaukan program di PC-nya dan akhirnya menangis di depan monitor, saya harus memberikan jari-jari saya supaya bisa membantumu dan memperbaiki programnya."

"Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar rumah, dan saya harus memberikan kaki saya supaya bisa mendobrak pintu, dan membukakan pintu untukmu ketika pulang."

"Kamu suka jalan-jalan ke luar kota tetapi selalu nyasar di tempat-tempat baru yang kamu kunjungi. Saya harus menunggu di rumah agar bisa memberikan mata saya untuk mengarahkanmu."

"Kamu selalu pegal-pegal pada waktu 'teman baikmu' datang setiap bulannya, dan saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kakimu yang pegal."

"Kamu senang diam di rumah, dan saya selalu kuatir kamu akan menjadi 'aneh'. Dan harus membelikan sesuatu yang dapat menghiburmu di rumah atau meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu yang aku alami."

"Kamu selalu menatap komputermu, membaca buku dan itu tidak baik untuk kesehatan matamu. Saya harus menjaga mata saya agar ketika kita tua nanti, saya masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti ubanmu."

"Tanganku akan memegang tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai, menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajahmu".

"Tetapi sayangku, saya tidak akan mengambil bunga itu untuk mati. Karena, saya tidak sanggup melihat air matamu mengalir menangisi kematianku."

"Sayangku, saya tahu, ada banyak orang yang bias mencintaimu lebih dari saya mencintaimu."

"Untuk itu sayang, jika semua yang telah diberikan tanganku, kakiku, mataku, tidak cukup bagimu. Aku tidak bisa menahan dirimu mencari tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakanmu."

Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi saya tetap berusaha untuk membacanya. "Dan sekarang, sayangku, kamu telah selasai membaca jawaban saya. Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkanku untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri disana menunggu jawabanmu."

"Jika kamu tidak puas, sayangku, biarkan aku masuk untuk membereskan barang-barangku, dan aku tidak akan mempersulit hidupmu. Percayalah, bahagiaku bila kau bahagia.".

Saya segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti kesukaanku. Oh, kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai saya lebih dari dia mencintaiku.

Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari hati kita karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.

Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita, dan bukan mengharapkan wujud tertentu. Karena cinta tidak selalu harus berwujud "bunga"

Sumber: intisari-online.com

Tuesday, August 6, 2013

Pertapa Muda dan Kepiting

Suatu ketika di sore hari yang terasa teduh, tampak seorang pertapa muda sedang bermeditasi di bawah pohon, tidak jauh dari tepi sungai.

Saat sedang berkonsentrasi memusatkan pikiran, tiba-tiba perhatian pertapa itu terpecah kala mendengarkan gemericik air yang terdengar tidak beraturan.

Perlahan-lahan, ia kemudian membuka matanya.
Pertapa itu segera melihat ke arah tepi sungai di mana sumber suara tadi berasal.

Ternyata, di sana tampak seekor kepiting yang sedang berusaha keras mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meraih tepian sungai sehingga tidak hanyut oleh arus sungai yang deras.

Melihat hal itu, sang pertapa merasa kasihan.
Karena itu, ia segera mengulurkan tangannya ke arah kepiting untuk membantunya.

Melihat tangan terjulur, dengan sigap kepiting menjepit jari si pertapa muda.

Meskipun jarinya terluka karena jepitan capit kepiting, tetapi hati pertapa itu puas karena bisa menyelamatkan si kepiting.

Kemudian, dia pun melanjutkan kembali pertapaannya.
Belum lama bersila dan mulai memejamkan mata, terdengar lagi bunyi suara yang sama dari arah tepi sungai.

Ternyata kepiting tadi mengalami kejadian yang sama.

Maka, si pertapa muda kembali mengulurkan tangannya dan membiarkan jarinya dicapit oleh kepiting demi membantunya.

Selesai membantu untuk kali kedua, ternyata kepiting terseret arus lagi.

Maka, pertapa itu menolongnya kembali sehingga jari tangannya makin membengkak karena jepitan capit kepiting.

Melihat kejadian itu, ada seorang tua yang kemudian datang menghampiri dan menegur si pertapa muda, "Anak muda, perbuatanmu menolong adalah cerminan hatimu yang baik.

Tetapi, mengapa demi menolong seekor kepiting engkau membiarkan capit kepiting melukaimu hingga sobek seperti itu?"

"Paman, seekor kepiting memang menggunakan capitnya untuk memegang benda.
Dan saya sedang melatih mengembangkan rasa belas kasih.
Maka, saya tidak mempermasalahkan jari tangan ini terluka asalkan bisa menolong nyawa makhluk lain, walaupun itu hanya seekor kepiting," jawab si pertapa muda dengan kepuasan hati karena telah melatih sikap belas kasihnya dengan baik.
Mendengar jawaban si pertapa muda, kemudian orang tua itu memungut sebuah ranting.

Ia lantas mengulurkan ranting ke arah kepiting yang terlihat kembali melawan arus sungai.

Segera, si kepiting menangkap ranting itu dengan capitnya.

"Lihat Anak Muda. Melatih mengembangkan sikap belas kasih memang baik, tetapi harus pula disertai dengan kebijaksanaan.

Bila tujuan kita baik, yakni untuk menolong makhluk lain, bukankah tidak harus dengan cara mengorbankan diri sendiri. Ranting pun bisa kita manfaatkan, betul kan ?"

Seketika itu, si pemuda tersadar.
"Terima kasih, Paman. Hari ini saya belajar sesuatu.

*Mengembangkan cinta kasih harus disertai dengan kebijaksanaan*

*Di kemudian hari, saya akan selalu ingat kebijaksanaan yang Paman ajarkan."

Pembaca yang budiman, Mempunyai sifat belas kasih, mau memerhatikan dan menolong orang lain adalah perbuatan mulia, entah perhatian itu kita berikan kepada anak kita, orangtua, sanak saudara, teman, atau kepada siapa pun.
Tetapi, kalau cara kita salah, sering kali perhatian atau bantuan yang kita berikan bukannya memecahkan masalah, namun justru menjadi bumerang.

Kita yang tadinya tidak tahu apa-apa dan hanya sekadar berniat membantu, malah harus menanggung beban dan kerugian yang tidak perlu.
Karena itu, adanya niat dan tindakan berbuat baik, seharusnya diberikan dengan cara yang tepat dan bijak.
Dengan begitu, bantuan itu nantinya tidak hanya akan berdampak positif bagi yang dibantu, tetapi sekaligus membahagiakan dan membawa kebaikan pula bagi kita yang membantu.

Sumber: http://www.thecrowdvoice.com/post/pertapa-muda-dan-kepiting-21719040.html

Hal Kecil yang Mengubah Seseorang

Kisah ini diceritakan oleh seorang pemuda bernama Don.
Ketika masih menjadi mahasiswa di suatu sekolah tinggi, aku melihat seorang anak dari kelasnya sedang berjalan pulang. Namanya Kyle. Ia membawa semua buku-bukunya. Aku sempat berpikir, Kyle benar-benar bisa menjadi kutu buku bila semuanya dibawa pulang. Padahal aku sudah punya rencana di akhir pekan, dengan pertandingan sepakbolanya.

Ketika sedang berjalan, tiba-tiba aku melihat sekelompok anak-anak berjalan ke arah Kyle. Mereka berlari ke arahnya, lalu menyenggol tangan Kyle yang mengakibatkan semua bukunya jatuh berantakan. Kacamatanya terlempar jauh dan mendarat di rerumputan sekitar tempat itu. Aku melihat kesedihan di matanya.

Aku berlari menghampiri Kyle dan menyerahkan kacamata yang ditemukannya. Ia menatapku, dan berkata, "Hei terima kasih!" Ada senyum lebar di wajahnya. Senyum yang menunjukkan rasa terima kasih yang besar. Aku membantunya mengambil buku-bukunya, dan bertanya di mana ia tinggal.

Ternyata, ia tinggal di dekatku, padahal aku tidak pernah melihatnya. Rupanya Kyle bersekolah di sekolah swasta sebelumnya. Kami pun berjalan pulang bersama, berbicara sepanjang perjalanan pulang, dan aku membantu membawakan buku-bukunya. Ia ternyata cukup baik. Ketika aku mengajaknya bermain bola dengan kelompokku, ia menyanggupinya.

Selama empat tahun akhirnya kami bersahabat baik. Ketika selesai sekolah, maka kami pun memikirkan untuk melanjutkan kuliah. Kyle memutuskan untuk pergi ke negeri seberang, dan saya ke luar pulau. Aku tahu bahwa kami tetap akan berteman baik meski jarak memisahkan kami. Tapi yang jelas ia harus mempersiapkan pidato untuk kelulusannya.

Saat wisuda, aku melihat Kyle. Dia tampak hebat. Ia benar-benar menjadi orang besar dan semua gadis pasti menyukainya. Aku melihat ia tampak gugup. Maka aku pun membesarkan hatinya, "Hai, orang besar, Kau benar-benar akan menjadi besar!" Ia menatapku dan tersenyum.

"Terima kasih," katanya.

Saat memulai pidato, ia menyebutkan seorang teman adalah hadiah yang terbaik yang bisa kita berikan kepada mereka. Ia menceritakan sebuah kisah. Ia menceritakan bagaimana hari pertama kami bertemu. Ia telah merencanakan untuk bunuh diri selama akhir pekan. Ia berbicara bagaimana ia membersihkan lokernya sehingga ibunya tidak perlu melakukannya nanti dan membawa pulang barang-barangnya. Ia melihatku dan tersenyum kecil. "Untungnya, saya diselamatkan. Teman saya menyelamatkan saya dari perbuatan yang tidak seharusnya saya lakukan."

Aku terkesiap mendengarnya. Rupanya anak ini benar-benar lemah. Aku melihat ibu dan ayahnya menatapku dan tersenyum bersyukur. Aku benar-benar tidak menyadarinya.

Jangan pernah meremehkan kekuatan dari tindakan kita. Dengan satu gerakan kecil kita dapat mengubah hidup seseorang. Menjadi lebih baik atau buruk. Tuhan menempatkan kita dalam kehidupan masing-masing untuk mempengaruhi satu sama lain dalam berbagai cara. Carilah yang baik dalam diri orang lain. (*)

Sumber: intisari-online.com

Kado Cinta Terakhir

Di sebuah ruang rumah sakit, ada seorang anak kecil yang sedang berdoa, "Tuhan, aku memiliki seorang teman yang botak. Ia sangat ingin memiliki rambut panjang sepertiku. Tuhan, ijinkan aku membantu temanku. Amin."

Anak kecil itu sungguh bahagia ketika tiap pagi saat ia bangun tidur, didapatinya rambut-rambut panjang di bantalnya. Dia segera memungut helai-helai rambut itu dan menyimpannya pada sebuah kotak. Setiap hari berlalu seperti itu sampai kotak itu penuh dengan rambut.

Dengan sabar ia menjalin dan menata rambut itu lalu menempelkannya pada sebuah bando dengan pita pink. Dia pun menuju ke ruangan lain dan memberikan bando itu kepada temannya yang botak. "Lihat, kau sangat cantik. Sekarang kau memiliki rambut yang indah."

Tidak lama kemudian, anak kecil pemberi bando tersebut meninggal dalam keadaan kepala tak berambut. Ya, anak kecil itu menderita kanker dan tidak bersedih hati ketika rambut-rambutnya mulai rontok. Ia justru bersyukur dengan adanya rambut-rambut yang rontok itu sehingga bisa memberi hadiah untuk temannya.

Hidup mati manusia tidak ada yang bisa memprediksi. Kita tidak bisa menjadwalkan sebuah kematian. Saat kita bisa hidup saat ini, maka berikanlah cinta yang kita miliki kepada orang-orang tersayang. Cinta yang ada di dalam hati kita saat ini adalah cinta terakhir karena nasib kita esok ada di tangan Tuhan.

Jangan pernah membendung cinta yang ada di dalam hati. Jangan pernah menunda untuk mengasihi orang lain. Saat kita mencintai maka kita akan dicintai. Saat kita mengasihi maka kita akan dikasihi. Saat kita memberikan hidup kita kepada Tuhan, maka Tuhan juga akan memberikan rahmat-Nya kepada kita

Sumber: intisari-online.com