Tuesday, April 10, 2012

Inspirasi - Sulap

Temanku Whit adalah seorang pesulap profesional, dan ia disewa sebuah restoran di Los Angeles untuk bermain sulap tiap sore untuk menghibur pengunjung restoran sementara mereka makan. Suatu sore ia menghampiri sebuah keluarga, dan setelah memperkenalkan diri, ia mengeluarkan setumpuk kartu dan mulai beraksi. Ketika berhadapan dengan seorang gadis kecil yang duduk di meja tersebut, ia diberitahu bahwa Wendy, anak tersebut, adalah seorang gadis buta. Whit menyahut,”Tak apa-apa. Kalau dia mau, saya ingin mencoba suatu tipuan sulap.” Sambil berbalik pada si anak, Whit berkata, “Wendy, kamu mau membantu saya melakukan tipuan ini?”

Sambil malu-malu, Wendy mengangkat bahu dan berkata,”Mau”. Whit duduk di kursi di seberang Wendy, lalu berkata, “Saya akan menunjukkan sebuah kartu, Wendy, dan kartunya bisa berwarna merah dan hitam. Saya ingin kamu menggunakan kekuatan batinmu dan mengatakan apa warna kartu itu, merah atau hitam. Mengerti kan?” Wendy mengangguk. Whit menunjukkan kartu raja keriting dan berkata,”Wendy, ini kartu merah atau kartu hitam?”

Sesaat kemudiaan, si anak buta menyahut,”Hitam”. Keluarga itu tersenyum. Whit mengangkat kartu tujuh hati dan berkata,”Ini kartu merah atau kartu hitam?” Wendy berkata,”merah” Lalu Whit mengangkat kartu ketiga, tiga wajik dan berkata,”merah atau hitam ?” Tanpa ragu-ragu, Wendy berkata,”merah !”. Keluarganya tertawa dengan gugup. Whit mengangkat tiga kartu lagi dan Wendy menebak ketiganya dengan benar ! Keluarganya hampir tak percaya betapa jitu tebakannya.

Pada kartu ketujuh, Whit mengangkat lima hati dan berkata,”Wendy, saya ingin kamu menebak nilai dan jenis kartu ini. apakah hati, wajik, keriting atau daun.” Sejenak kemudian, Wendy menyahut dengan yakin, “kartunya lima hati” Keluarganya menghembuskan napas yang tertahan.

Mereka tercengang ! Ayahnya menanyakan pada Whit apakah dia menggunakan tipuan atau sulap sungguhan. Whit menyahut, “Bapak harus tanya sendiri pada Wendy” Si ayah berkata,”Wendy, bagaimana caranya?” Wendy tersenyum dan berkata. “Sulap!”. Whit berjabatan tangan dengan seluruh keluarga, memeluk Wendy, meninggalkan kartu namanya, lalu mengucapkan salam perpisahan. Jelas ia telah menciptakan saat gaib yang tak kan pernah terlupakan oleh keluarga itu. Pertanyaannya, tentu, bagaimana Wendy tahu warna kartu itu ? karena Whit belum pernah bertemu Wendy sebelum peristiwa di restoran itu, ia tentu tak bisa memberi tahu sebelumnya kapan ia akan mengeluarkan kartu merah atau kartu hitam. dan karena Wendy buta, tak mungkin ia bisa melihat warna atau nilai kartu saat Whit menunjukkannya. jadi bagaimana caranya?

Whit mampu menciptakan mukjijat sekali seumur hidup ini dengan menggunakan kode rahasia dan berpikir cepat. Pada awal kariernya, Whit menciptakan kode kaki untuk menyampaikan informasi kepada orang lain tanpa kata2. Ia belum sempat menggunakan kode itu sampai peristiwa di restoran itu. Saat Whit duduk di seberang Wendy dan berkata,” Saya akan menunjukkan sebuah kartu, Wendy, dan kartunya bisa merah atau hitam,” ia mengetuk kaki Wendy (di bawah kaki meja) sekali saat ia berkata “merah” dan dua kali saat ia mengatakan “hitam”

Untuk meyakinkan bahwa Wendy mengerti, ia mengulang tanda rahasia itu dengan berkata, “Saya ingin kamu menggunakan kekuatan batinmu dan katakan, apa warna kartu itu, merah (tuk) atau hitam (tuk tuk). Kamu mengerti?” Waktu Wendy mengangguk, ia tahu bahwa Wendy sudah mengerti kodenya dan mau ikut bermain. Keluarganya menganggap waktu Whit bertanya apakah Wendy “mengerti,” dia merujuk perintah lisannya. Bagaimana ia memberitahu kartu lima hati pada Wendy ? Sederhana. Ia mengetuk kaki Wendy lima kali untuk memberitahu bahwa kartunya bernilai lima. Waktu ia menanyakan apakah kartunya hati, daun, keriting atau wajik, ia memberitahu jenisnya dengan mengetuk kaki Wendy pada saat ia mengatakan “hati”

Sulap atau keajaiban sesungguhnya dari cerita ini adalah efeknya pada Wendy. PERISTIWA ITU BUKAN HANYA MEMBERINYA KESEMPATAN UNTUK BERSINAR SEJENAK DAN MERASA ISTIMEWA DI DEPAN KELUARGANYA, TAPI JUGA MEMBUATNYA MENJADI SEORANG BINTANG DI RUMAH. DIA YANG SELAMA INI MERASA MENJADI BEBAN DALAM KELUARGANYA, KINI MERASA SEJAJAR DENGAN MEREKA KARENA PERISTIWA ITU.

Beberapa bulan setelah kejadian itu, Whit menerima sebuah paket dari Wendy. Isinya satu set kartu Braille, bersama sepucuk surat. Di dalam surat itu, Wendy berterima kasih karena Whit telah membuatnya merasa istimewa, dan menolongnya “melihat” untuk beberapa saat. WALAUPUN HINGGA SAAT ITU WENDY TETAP TIDAK BISA MELIHAT, NAMUN SULAP WHIT TELAH MENUMBUHKAN KEPERCAYAN DIRINYA YANG SELAMA INI HILANG. Wendy menutup isi suratnya dengan berkata bahwa ia ingin Whit menerima kartu braille tersebut supaya ia bisa memikirkan sulap lain untuk orang buta.

Sumber: Disadur dari Chicken Soup for The Soul by Michael Jeffreys

Inspirasi - Jadwal Otak

Seorang teman pada awal tahun 2002 pernah meminjam salah satu buku bisnis saya. Dia mengatakan ingin belajar bisnis, karena kebetulan dia lulusan dari teknologi pangan. Seminggu kemudian ketika saya kerumahnya, buku tersebut masih `utuh’ belum tersentuh, terletak diatas meja dengan sedikit debu diatasnya. Dia mengatakan bahwa minggu ini dia sibuk sekali. Mungkin pada akhir pekan dia akan mulai membaca.

Setahun kemudian ketika saya kesana, ternyata debu diatas buku tersebut bertambah tebal. Dan teman saya masih belum mempunyai waktu untuk membaca karena kesibukannya. Saya akhirnya ambil kembali buku tersebut, karena saya memang sedang membutuhkan informasi didalamnya.

Lalu, bagaimana dengan teman saya ? Saya katakan kepadanya, bahwa seumur hidup dia TIDAK AKAN PERNAH PUNYA WAKTU untuk membacanya. Benarkah ? Atau mungkin saya yang terlalu `pelit’ untuk meminjamkan lagi buku saya kepadanya.

Setiap orang sudah punya `jadwal tetap harian’ di dalam otaknya, mulai dari bangun pagi, gosok gigi, mandi, sarapan, menstarter mobil, ke kantor, bekerja, hingga tidur malam. Pada awal teman saya tadi meminjam buku, dia berusaha memasukkan `menu baru’ ke dalam `jadwal tetap’nya. Menu baru itu akan tetap disitu jika kita melakukan aktivitas tersebut, namun jika tidak `peringkat’nya akan terus menurun.

Setelah satu tahun, peringkat menu `baca buku’ itu pasti sudah terlempar dari 100 besar. Sangatlah sulit untuk mendongkrak kembali ke urutan 10 besar jika tidak ada alasan yang sangat kuat.

Berapa banyak dari kita yang berperilaku seperti itu ? Menunda hal-hal kecil seperti membaca buku, memotong rumput, membersihkan rumah, menata lemari pakaian, dll sampai akhirnya pekerjaan tersebut tertunda terus hingga berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

Seringkali juga pekerjaan tersebut akhirnya tidak jadi dilaksanakan. Ada tiga hal yang bisa mendorong kita untuk melakukan pekerjaan yang sering tertunda tersebut, yaitu Alasan, Prioritas dan Komitmen.

Alasan
Setiap orang jika menjumpai hal baru selalu timbul satu pertanyaan di benaknya “What’s in it for me ?” Apa manfaat hal baru tersebut untuk saya ? Adakah manfaat tersebut membawa saya ke kehidupan yang lebih baik ? Adakah manfaat tersebut membutuhkan kerja keras ? Adakah manfaat tersebut dapat dinikmati dalam jangka panjang atau pendek ?

Prioritas
Merupakan urutan yang anda letakkan bagi hal baru tersebut. Anda bisa menentukan prioritas hal baru tersebut dengan menanyakan ke diri sendiri beberapa pertanyaan berikut : Seberapa penting hal baru ini dibanding dengan hal yang sudah ada ? Kalaupun lebih penting, haruskah saya kerjakan sekarang ? Dapatkah hal baru ini ditunda kapan- kapan ? Masa iya saya harus menunda pergi ke mall karena harus harus baca buku ?

Komitmen
Komitmen adalah janji anda kepada diri sendiri. Komitmen sendiri terbagi menjadi 3 jenis, yaitu :

* saya akan lakukan jika saya ada waktu
Komitmen ini yang kerapkali dilakukan oleh orang-2 yang merasa dirinya sangat sibuk. Mereka akan melakukan tugas baru tersebut disela-sela jadwal mereka yang padat. Itupun kalau memang ada waktu luang. Mengapa mereka melakukan ini ? Sudah jelas, mereka tidak punya alasan ! Itulah mengapa alasan diletakkan di tempat pertama.

* saya akan lakukan semaksimal mungkin
Komitmen kedua ini yang kerap dikatakan orang-2 yang sudah punya alasan, dan berusaha mengerjakan sesuatu sebaik mungkin. Tapi komitmen ini juga tidak cukup kuat. Ibaratnya anda mengisi bak air, pada komitmen kedua ini mungkin anda hanya sanggup mengisi setengahnya saja, karena memang sampai disitu saja anda menganggap kerja anda sudah 100 %.

* saya akan lakukan sampai selesai.
Kelihatannya yang ketiga ini cukup sederhana, tapi justru ini yang tersulit. Pada komitmen ketiga ini, anda mungkin harus bekerja lebih keras dan lebih lama, untuk mengisi bak air itu sampai penuh. Anda mungkin bekerja sampai 120 % untuk menyelesaikannya.

Oke, Alasan, Prioritas dan Komitmen. Kalau ketiga hal ini sudah saya laksanakan, adakah hal-hal baru tersebut bisa saya selesaikan ?

Belum, ada langkah terakhir, yaitu action. Sekuat apapun komitmen anda, tentu tidak akan berjalan tanpa tindakan dari anda. Lakukan hal-hal diatas secara terus menerus, karena suatu hal baru akan menjadi kebiasaan jika sering dilakukan.

Selamat bekerja !

- Sonny V. Sutedjo -
(artikel pernah dimuat di Majalah Pengusaha Feb. 2004)

Inspirasi – Nilai Sebutir Nasi

by Andrie Wongso


Dikisahkan di sebuah kerajaan kecil, sang raja mempunyai seorang anak yang sangat dimanjakan. Di hadapan raja dan permaisuri, sikap si pangeran kecil ini baik dan menyenangkan. Tetapi di belakang mereka, sikapnya berubah total menjadi anak yang kurang ajar. Merasa sebagai putera mahkota kerajaan, dia tumbuh menjadi anak yang tidak tahu sopan santun dan tidak mau menghargai orang lain.

Walau dibenci dan dijauhi, tetapi pangeran kecil ini masih punya satu-satunya sahabat seusia yang setia kepadanya, yaitu anak laki-laki dari pengasuhnya. Suatu hari, pangeran kecil meminta si bocah untuk "menemaninya makan" siang di ruang makan istana. Dalam artian, si bocah diminta menunggu dan melihat si pangeran makan dari pojok ruangan.

Sesaat sebelum makan, pangeran kecil terlihat seperti menundukkan kepala seolah sedang berdoa. Sejenak kemudian, sang pangeran mulai melahap segala hidangan yang tersaji di meja makan. Semua jenis makanan dicicipinya. Beberapa kali, ia hanya mencuil dan menggigit makananannya, lalu memuntahkan dan membuang sisanya di meja. Meja makan jadi berantakan dan sisa-sisa makanan berserakan di mana-mana. Sang pangeran seperti sedang mengolok-olok sahabatnya yang hanya berdiri memandanginya. Tapi bukannnya merasa terhina, si bocah kecil itu malah tersenyum-senyum sedari tadi. Pangeran kecil pun jadi tersinggung!

"Hai... apa yang kamu tertawakan? Dari tadi kamu tertawa-tawa melihat aku makan. Bahkan saat aku berdoa dan mengucap syukur, kamu juga tertawa."

Kata si bocah kecil dengan berani, "Pangeran tadi berdoa dan mengucap syukur. Tapi cara makan dan memperlakukan makanan, kok tidak sesuai? Jadi, buat apa berdoa dan bersyukur sebelum makan?"

"Ah... sok tahu kamu! Makananku berlimpah ruah. Aku boleh melakukan apa saja terhadap makanan itu," jawab pangeran kecil. "Ayo sekarang ikut aku ke gudang, aku akan tunjukkan berlimpahnya bahan makanan yang aku punya."

Maka, kedua sahabat itu pun segera pergi ke gudang bahan makanan kerajaan. Sesampai di gudang bahan makanan, ternyata ada seorang pegawai istana yang sedang menerima pajak beras dari beberapa petani. Maka, si pangeran berpura-pura menjadi raja yang bijak.

"Hai...rakyatku.. terima kasih ya. Bagaimana panen padi kalian?"
"Panen kali ini buruk sekali, Pangeran," jawab seorang petani, ketakutan. "Sawah ladang dihancurkan hama. Kami tidak tahu anak istri kami besok makan apa. Kami, hanya bertahan hidup dengan sedikit makanan. Jadi, mohon ampuni kami yang hanya mampu mempersembahkan sekantong beras ini. Tetapi beras yang kami persembahkan ini adalah beras terbaik yang kami miliki."

Mendengar jawaban itu, pangeran kecil tersentak dan baru tersadar. Ternyata rakyatnya sangat menderita dan terancam kelaparan, sementara dirinya malah menyia-nyiakan dan membuang-buang makanan yang begitu berharga itu. Si pangeran kecil kemudian lari meninggalkan tempat itu karena merasa malu pada diri sendiri. Dan sejak itu, perlahan-lahan tingkahnya berubah menjadi lebih sopan dan mau menghargai orang lain. Setiap kali hendak makan, ia mengingatkan dirinya sendiri, "Jangan sisakan sebutir nasi di piringmu!"

=====================

Pembaca yang bijaksana,

Sejak kecil, kita telah dididik untuk selalu berdoa dan mengucap syukur atas semua berkat yang diberikan Tuhan. Namun perlu diingat kembali, mengucap syukur bukan sekadar berdoa, bukan pula hanya sekadar melaksanakan formalitas. Tetapi lebih dari itu, rasa syukur kita harus disertai dengan sikap menghargai dan menghormati orang lain dalam kehidupan sehari-hari.

Sebelum butiran nasi yang kita makan sehari-hari memuaskan dan mengenyangkan perut kita, misalnya, pikirkan betapa banyak kerja dan kegiatan yang mendahuluinya. Bila kita mampu menghargai arti sebutir nasi serta orang-orang yang menghasilkannya, maka dasar pengertian dan kebijaksanaan itu akan melahirkan sikap mental positif dalam kehidupan kita.

Intinya, doa dan syukur harus didasarkan pada perbuatan nyata dan pengertian yang benar mengenai apa yang kita lakukan. Jika setiap doa yang kita ajarkan kepada anak-anak kita disertai dengan pengertian kebijakan untuk menghargai segala usaha dan jerih payah orang lain, serta tidak menyia-nyiakan berkat yang sedang kita nikmati, niscaya, mereka kelak akan tumbuh menjadi orang-orang yang luhur budi pekertinya.

Salam sukses, luar biasa!

Sumber: http://m.andriewongso.com/artikel/aw_artikel/5136/Nilai_Sebutir_Nasi/