Saturday, July 16, 2011

Cerita Inspiratif - Yang Terbaik

Sudah menjadi hal yang umum, jika ada frasa atau ungkapan 'yang terbaik' maka itu diartikan menjadi yang terbaik dalam pengertian lewat atau untuk mengalahkan orang lain.
 
Beberapa hari yang lalu saya ikut serta dan sebagian menjadi penonton dan penikmat beberapa perlombaan, hiburan, dan sebagian besar saya anggap sebagai kegembiraan. Beberapa perlombaan itu adalah sepakbola, paduan suara, dan tari poco-poco.
 
Ketiga perlombaan ini adalah permainan tim atau hal yang dilakukan secara bersama-sama, tentu dengan kekuatan dan kekhasan individu-individu masing-masing.
 
Terjadi hal-hal yang menarik di sekitar lomba-lomba ini. Ketiga lomba ini, boleh disebut agak berbeda-beda tingkat kesulitannya, dalam hubungannya dengan nilai atau penilaian tampilan.
 
Pertandingan sepakbola dipimpin oleh wasit, tapi hasil sangat nyata saat pertandingan yang ditampilkan para pemain. Wasit hanya memandu agar permain sesuai aturan atau agar permainan berlangsung sesuai peraturan itu. Atau wasit mengarahkan agar permainan berlangsung bukan atas keinginan satu tim.
 
Paduan suara, berbeda dari sepakbola, akan dinilai oleh biasanya tiga orang juri. Jadi penilaian berdasarkan pandangan para juri ini, yang tentu mungkin ada semacam panduan atau kriteria-kriteria yang sudah ditentukan. Tapi tetap saja, penilaian ini berdasarkan 'selera' atau persepsi para juri.
 
'Selera' atau persepsi para juri di sini menjadi menarik, karena 'selera' dan persepsi ini sangat banyak hal-hal yang menentukan yang membentuk persepsi mereka. Apa yang dimaksud dengan penguasaan panggung? Apa yang dimaksud dengan penghayatan lagu? Apakah lagu yang sama harus dihayati dengan cara yang sama oleh semua orang?
 
Apakah kalau lagunya cadas (rock) maka penyanyinya harus meloncat-loncat dan berteriak-teriak? Apakah kalau lagunya tenang dan syahdu, penyanyi tidak tepat kalau duduk atau berdiri saja, tanpa gerakan melangkah bahkah tanpa gerakan tangan yang melambai-lambai?
 
Selain hal yang harus ada – fairness dan integritas – maka, untuk membentuk persepsi, siapa pun membutuhkan pengetahuan. Dan untuk menilai penghayatan bagi seseorang, orang lain tidak akan bisa mengukurnya dengan tepat. Karena penghayatan adalah personal. Siapa yang bisa mengukur dengan tepat penghayatan seseorang akan sebuah lagu?
 
Tarian poco-poco lebih menarik diperhatikan daripada sepakbola atau paduan suara. Jika sepakbola para pemainnya bisa saling menggantikan, yang jelas, pemain di lapangan tidak melebihi jumlah maksimal yang ditentukan. Tapi paduan suara jika pesertanya berkurang, maka peserta nyanyi berkurang maka hanya mengurangi kekuatannya. Tapi jika peserta tarian poco-poco misalnya berkurang, maka berkurangnya satu atau dua orang akan 'mengacaukan' keseluruhan tarian. Mengapa? Karena tarian adalah satu secara keseluruhan, karena menyangkut semua urut-urutan gerak dan gaya dan pola tapi terutama menyangkut formasi posisi para penari.
 
Lebih daripada semua hasil dari usaha kebersamaan ini, ada yang lagi yang begitu penting yang sering terlupakan atau terabaikan: yakni mengenai apa yang diperoleh dari itu semua.
 
Hampir semua peserta, barangkali menginginkan juara – tepatnya juara satu. Tapi di saat bersamaan, juga lupa bahwa yang menjadi juara satu hanya satu tim. Maka sebenarnya, setiap peserta harus siap untuk menjadi juara dua bahkan tidak menjadi juara.
 
Yang lebih penting tadi – apa yang diperoleh dari aksi itu – adalah akan menjadi bagaimana selama dan setelah kegiatan itu daripada hasil berupa trofi atau pengumuman juara.
 
Ketika peluit ditiup pertanda berakhir atau ketika juri mengumumkan hasil, maka dari pengalaman, bukan hasil itu yang paling dikenang atau diingat atau menjadi pelajaran yang paling penting, tapi proses dan segala yang terjadi selama latihan atau selama perlombaan.
 
Ketika latihan-latihan yang berulang-ulang dan biasanya mengalami perbaikan tahap demi tahap, maka saat-saat itulah yang membentuk diri peserta. Bagaimana menjaga kata-kata ketika seorang rekan tidak sama gerakannya. Bagaimana menunggu rekan yang datang terlambat. Bagaimana mendengarkan rekan yang terkadang perkataannya, mungkin menyakitkan hati bagi rekan lainnya. Bagaimana menjaga agar keakraban tidak berhenti atau buyar saat seseorang mengundurkan diri, umpamanya.
 
Ketika ini terus-menerus dihayati, maka saat-saat itulah sebenarnya inti dari segala yang berbentuk kerjasama tim. Apa yang terjadi selama latihan itu sangat membentuk diri masing-masing, dan ada lagi yang sangat penting di sana: Saat-saat itulah kita mengenal rekan kita dengan lebih baik.
 
Kalau ini selalu menjadi penghayatan, maka setiap peserta akan dengan terbuka untuk menerima kelemahan atau kekurangan rekan. Sering diungkapkan bahwa pada untaian rantai, maka pada mata rantai yang paling lemahlah terletak batas kekuatan untaian rantai itu.
 
Jika mengingat ini, maka apa yang bisa diperbuat maksimal bukanlah mengalahkan atau mengungguli tim atau orang lain, tapi menampilkan atau menghasilkan yang terbaik yang bisa dilakukan. Karena bagaimana pun dalam dunia manusia ini tidak semua bisa menjadi yang tercepat, terkuat, terjauh, terbaik, kalau dibandingkan dengan yang lain. Selalu ada batas di mana seseorang tidak bisa mengungguli yang lain.  Bagaimana pun tidak bisa semua orang menciptakan rekor lari sprint jarak 100 meter. Tapi setiap orang akan bisa mencapai waktu tercepat lari 100 meter bagi masing-masing. Bagaimana pun kita semua tidak bisa mengungguli Sarah Brightman, Chloë Agnew, Katherine Jenkins, Hayley Westenra atau Russell Watson, Andrea Bocelli, dalam hal merdunya suara, tapi kita semua bisa menyanyi mengeluarkan yang terbaik dari diri kita.
 
Jika kita sudah melakukan yang terbaik dari diri kita, maka kita pun akan bisa menerima kekuatan dan kelemahan kita, dan sekaligus juga bisa menerima dan mengapresiasi kekuatan dan kelebihan orang atau tim lain. Dan sangat mungkin, pemahaman dan penghayatan ini jauh lebih penting daripada hanya mengejar juara. Pertanyaan penting: apakah kita sudah mengeluarkan yang terbaik itu?
 
 
"Makna dari sesuatu hal tidak terdapat di dalam hal tersebut,
tetapi dalam sikap kita terhadap hal tersebut."
 
 ~ Antoine de Saint-Exupery, penyair Prancis
 
 
Ditulis oleh Frans Nadaek
 
 
NB: Copy atau share harap sertakan nama penulis dan sumbernya ya. Terima kasih

Tuesday, July 12, 2011

Cerita Inspirasi - Mengenal dan Di Kenal Allah

Ilustrasi..........,,,,
Seorang pemuda membaca di surat kabar tentang rencana perayaan Ulang tahun Walikota yang diadakan di Hotel mewah. Pemuda ini merecanakan untuk menghadirinya. Dan tiba pada hari H nya pemuda ini datang dengan pakain yang rapi dan membawa bingkisan hadiah yang indah. Namun di pintu masuk dia di cegat oleh petugas keamanan yang menanyakan surat undangan khusus karena tidak semua orang yang di undang. Lalu pemuda ini berkata "saya membaca pengumuman di koran", hal itu tidak berarti anda di undang ke pesta ulang tahun itu, kata sang petugas ke amanan, hanya kenalan - kenalan Pak Walikota yang menerima undangan khusus yang di izinkan "masuk" lanjut sang petugas lagi. Tetapi saya mengenal Pak Walikota kok, sahut Pemuda itu kepada petugas keamanan. "O ya??? Dari mana Anda mengenalnya??? tanya petugas sambil tersenyum" :), jawab pemuda itu "saya melihat penampilannya di TV, membaca komentarnya di Surat Kabar, saya tahu dimana kantornya dan saya juga tahu apa Hobby nya". Ehmmmmm..., jadi anda mengaku kenal dengan pribadi Walikota?? kata petugas tanya petugas lebih lanjut. Pemuda tersebut  tersipu malu dan ia mnejawab " Wahhh.., apakah Pak Walikota juga mengenal saya ya???" lalu pemuda itu permisi pulang.
Ilustrasi di atas merupakan satu gambaran pada hari kiamat nanti. Banyak orang berseru kapada Tuhan dan mengaku mengenal Nya, namun dari pihak Tuhan ternyata mereka tidak di kenal. Tuhan Yesus berkata: "Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama Mu, dan mengusir setan demi nama MU, dan mengadakan mujizat demi nama Mu juga? pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! enyahlah dari pada KU kamu sekalian pembuat kejahatan.               (Mat 7: 22- 23).
Jelaslah bahwa mengaku mengenal Tuhan belum tentu di kenal Tuhan. Pengenalan sejati sesungguhnya menuntut Relasi, Interaksi, dan Komunikasi dua arah secara terus menerus. Dengan cara menyediakan waktu teduh atau saat teduh setiap hari. Sudahkah anda mempunyai waktu teduh setiap hari?? :)
 
Tuhan Yesus memberkati......,
 
 
 
 
 
 


Inspirasi - Nilai Sebuah Kepercayaan


Dikisahkan, ada seorang pemuda yang dulunya hanya seorang office boy di sebuah perusahaan Jepang, tetapi sekarang ia telah berhasil menjadi seorang pengusaha sukses di bidang jasa.

Saat ditanya, bagaimana itu bisa terjadi, si pengusaha bercerita sambil bernostalgia. "Sebenarnya, pendidikan saya hanya SMP saja, itupun lulusan dari kampung. Saat diterima kerja sebagai pesuruh di kota besar ini, saya sangat senang sekali. Kata teman-teman di kantor, saya selalu bersemangat, murah senyum, dan siap membantu siapa saja yang memerlukannya. Bahkan bekerja lembur dan tidur di kantor pun, saya jalani dengan senang.

Tugas, yang pada mulanya hanya sebatas pesuruh, mengantar ini mengantar itu, menyediakan minuman, menyusun file-file, suatu hari meningkat menjadi pembantu adiministrasi saat ada anak kantor yang mengalami musibah dan tidak dapat menyelesaikan tugasnya, saya belajar mati-matian menggunakan komputer untuk membantunya mengetik.

Bos saya orang Jepang. Dan saya lah yang paling sering berada di ruangan bos, membantu dan menemaninya bekerja hingga malam hari. Perintah-perintah bos diucapkan dalam bahasa Jepang.

Pada awalnya saya tidak mengerti sama sekali. Dan, dari sanalah saya terpacu untuk belajar berbahasa Jepang. Karyawan dari Jepang yang bekerja di situ, sangat menghargai siapapun yang mau belajar bahasa mereka. Setiap hari, mereka mengajari sambil mentertawakan kebodohan saya jika salah dalam berucap kata. Oleh-oleh yang dibawa dari Jepang adalah buku-buku berbahasa Jepang yang saya minta.

Kira-kira empat tahun kemudian, tugas saya pun mengalami perubahan. Walaupun Tetap membantu serabutan, tetapi naik kelas menjadi asisten administrasi penghubung. Setiap ada tamu dari negeri sakura datang, saya yang menemani mereka menjadi penterjemah. Lama-kelamaan, saya dipercayai mengurus banyak hal, menghadap pejabat, menyampaikan pesan-pesan penting antar departemen dan sebagainya.

Sekian tahun kemudian, atas persetujuan dan bantuan Bos dan kepercayaan yang telah terbentuk selama ini, saya meminta izin untuk mengundurkan dan memulai usaha sendiri di bidang jasa, yakni mengurus berbagai perijinan hingga rekruting karyawan, khususnya untuk perusahaan Jepang yang hendak berinvestasi di Indonesia.

Bisnis saya bisa berkembang pesat seperti sekarang ini, tentu saja saya bersyukur atas semua ini, dan tetap belajar segala sesuatu agar bisnis saya terus berkembang dan berkembang.

Pembaca yang budiman,

Sebuah contoh proses perjuangan dari seorang karyawan yang biasa-biasa saja, sampai akhirnya bisa membangun usahanya sendiri dan sukses, namun semua itu tidak dia bangun dengan cara yang instan. Semasa masih menjadi karyawan, dia mau bekerja keras, jujur, dapat dipercaya, penuh tanggung jawab, dan mau belajar sesuatu yang baru serta pandai menempatkan diri sehingga kualitas karakternya yang positif itulah yang merubah nasibnya.

Sama halnya jika kita ingin berhasil. Mari kita mulai dari dimana kita berada saat ini. Belajar dan bekerja dengan sungguh-sungguh, mampu menjaga sekecil apapun kepercayaan yang diberikan.

Begitu integritas kita terbangun, maka apapun yang kita tekuni, lambat atau cepat pasti akan mendapat tempat dan pasti kesuksesan demi kesuksesan akan segera datang menyusul.


By Andrie Wongso

Inspirasi - Konfusian: Menang tapi Kalah, Benar tapi Salah: 3 x 8 = 23



* Konfusian:: Menang tapi Kalah, Benar tapi Salah: 3 x 8 = 23

Yan Hui adalah murid kesayangan Confusius yang suka belajar, sifatnya baik.
Pada suatu hari ketika Yan Hui sedang bertugas,
dia melihat satu toko kain sedang dikerumunin banyak orang.
Dia mendekat dan mendapati pembeli dan penjual kain sedang berdebat.
Pembeli berteriak: "3x8 = 23, kenapa kamu bilang 24?"

"Yan Hui mendekati pembeli kain dan berkata:
"Sobat, 3x8 = 24, tidak usah diperdebatkan lagi".
Pembeli kain tidak senang lalu menunjuk hidung Yan Hui
dan berkata: "Siapa minta pendapatmu?
Kalaupun mau minta pendapat mesti minta ke Confusius.
Benar atau salah Confusius yang berhak mengatakan!"

Yan Hui: "Baik, jika Confusius bilang kamu salah, bagaimana?"
Pembeli kain: "Kalau Confusius bilang saya salah, kepalaku aku potong
untukmu.
Kalau kamu yang salah, bagaimana?"
Yan Hui: "Kalau saya yang salah, jabatanku untukmu".
Keduanya sepakat untuk bertaruh, lalu pergi mencari Confusius.

Setelah Confusius tahu duduk persoalannya,
Confusius  berkata kepada Yan Hui sambil tertawa: "3x8 = 23.
Yan Hui, kamu kalah. Kasihkan jabatanmu kepada dia."
Selamanya Yan Hui tidak akan berdebat dengan gurunya.
Ketika mendengar Confusius bilang dia salah,
diturunkannya topinya lalu dia berikan kepada pembeli kain.
Orang itu mengambil topi Yan Hui dan berlalu dengan puas.

Walaupun Yan Hui menerima penilaian Confusius tapi hatinya tidak sependapat.
Dia merasa Confusius sudah tua dan pikun sehingga dia tidak mau lagi
belajar darinya.
Yan Hui minta cuti dengan alasan urusan keluarga.
Confusius tahu isi hati Yan Hui dan memberi cuti padanya.

Sebelum berangkat, Yan Hui pamitan dan Confusius memintanya cepat
kembali setelah urusannya selesai, dan memberi Yan Hui dua nasehat :
"Bila hujan lebat, janganlah berteduh di bawah pohon. Dan jangan membunuh."
Yan Hui bilang baiklah, lalu berangkat pulang.

Di dalam perjalanan tiba2 angin kencang disertai petir,
kelihatannya sudah mau turun hujan lebat. Yan Hui ingin berlindung di
bawah pohon
tapi tiba2 ingat nasehat Confusius dan dalam hati berpikir
untuk menuruti kata gurunya sekali lagi. Dia meninggalkan pohon itu.
Belum lama dia pergi, petir menyambar dan pohon itu hancur.
Yan Hui terkejut, nasehat gurunya yang pertama sudah terbukti benar.

Apakah saya akan membunuh orang? bisiknya dalam hati.
Yan Hui tiba dirumahnya sudah larut malam dan tidak ingin mengganggu
tidur istrinya.
Dia menggunakan pedangnya untuk membuka kamarnya.
Sesampai didepan ranjang, dia meraba dan mendapati ada seorang di sisi
kiri ranjang.
Dia sangat marah, dan mau menghunus pedangnya.
Pada saat mau menghujamkan pedangnya, dia ingat lagi nasehat Confusius:
"jangan membunuh!"
Dia lalu menyalakan lilin dan ternyata yang tidur disamping istrinya
adalah adik istrinya.

Pada keesokan harinya, Yan Hui kembali ke Confusius, berlutut dan berkata:
"Guru, bagaimana guru tahu apa yang akan terjadi?"
Confusius berkata: "Kemarin hari sangatlah panas, diperkirakan akan
turun hujan petir,
makanya guru mengingatkanmu untuk tidak berlindung dibawah pohon.
Kamu kemarin pergi dengan amarah dan membawa pedang,
maka guru mengingatkanmu agar jangan membunuh".
Yan Hui berkata: "Guru, perkiraanmu hebat sekali, murid sangatlah kagum."
Confusius bilang: "Aku tahu kamu minta cuti bukanlah karena urusan keluarga.
Kamu tidak ingin belajar lagi dariku.Cobalah kamu pikir.
Kemarin guru bilang 3x8=23 adalah benar, kamu kalah dan kehilangan
jabatanmu.
Tapi jikalau guru bilang 3x8=24 adalah benar, si pembeli kainlah yang kalah
dan itu berarti akan hilang 1 nyawa!
Menurutmu, jabatanmu lebih penting atau kehilangan 1 nyawa yang lebih
penting?"

Yan Hui sadar akan kesalahannya dan berkata :
"Guru mementingkan yang lebih utama,
tapi murid malah berpikir guru sudah tua dan pikun. Murid benar2 malu."

Sejak itu, kemanapun Confusius pergi Yan Hui selalu mengikutinya.

Cerita ini mengingatkan kita:
Jikapun aku bertaruh dan memenangkan seluruh dunia,
tapi aku kehilangan kamu, apalah artinya!
Dengan kata lain, kamu bertaruh memenangkan apa yang kamu anggap kebenaran,
tapi malah kehilangan sesuatu yang lebih penting.

Banyak hal ada kadar kepentingannya.
Janganlah gara2 ngotot atau bertaruh mati2an untuk prinsip kebenaran itu,
tapi akhirnya malah menyesal, sudahlah terlambat.
Banyak hal sebenarnya tidak perlu dipertentangkan atau dipertaruhkan.
Mundur selangkah, malah yang didapat adalah kebaikan bagi semua orang.

Bersikeras melawan pelanggan. Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga.
(Saat kita kasih sample barang lagi, kita akan mengerti itu!).

Bersikeras melawan boss. Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga.
(Saat penilaian bonus akhir tahun, kita akan mengerti)

Bersikeras melawan suami. Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga.
(suami tidak betah di rumah)

Bersikeras melawan teman. Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga.
(Bisa-bisa kita kehilangan seorang teman for good!)

Bersikukuh kita teguh jadi abu.



Cerita Inspirasi - Siapa yg memilih anakNya akan mendapatkan semuanya


Beberapa tahun yang lalu, ada seorang duda yang sangat kaya. Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang sangat ia kasihi dan memiliki kegemaran yang sama dengannya yaitu mengkoleksi lukisan-lukisan terkenal. Mereka berkeliling dunia untuk mencari dan mengumpulkan lukisan-lukisan itu. Karya-karya tak ternilai dari Picasso, Van Gogh, Monet dan banyak lainnya menghiasi dinding rumah mereka. Duda itu sangat bangga dengan keahlian anaknya memilih karya-karya bermutu.

Ketika musim dingin tiba, perang melanda negeri mereka. Anak muda itu pergi untuk membela negerinya. Setelah beberapa minggu, ayahnya menerima telegram bahwa anaknya telah hilang. Kolektor seni itu dengan cemas menunggu berita berikutnya, dan ternyata yang dicemaskan terjadi, anaknya telah tewas ketika sedang merawat seorang temannya yang terluka. Keinginan untuk merayakan Natal bersama anaknya sirna sudah. Ia merasa sedih dan kesepian.

Pada hari Natal pagi hari, terdengar ketokan di pintu yang membangunkan orang tua itu. Ketika ia membuka pintu, seorang serdadu berdiri di depannya dengan membawa bungkusan besar. Serdadu itu memperkenalkan diri, "Saya adalah teman anak bapak. Saya adalah orang yang sedang diselamatkannya ketika ia tewas. Bolehkah saya masuk sebentar? Ada sesuatu yang ingin saya perlihatkan." Serdadu itu menuturkan bahwa anak orang tua itu telah menceritakan padanya kecintaannya, juga ayahnya, pada barang-barang seni.

"Saya adalah seorang seniman," kata serdadu itu, "dan saya ingin memberikan pada Anda barang ini." Dibukanya bungkusan yang dibawanya itu dan ternyata di dalamnya ada lukisan foto anak orang tua itu. Memang bukan karya yang sangat bagus dibandingkan dengan lukisan-lukisan yang telah dimilikinya. Tetapi lukisan itu cukup rinci menggambarkan wajah anaknya. Dengan terharu orang tua itu memajang lukisan itu di atas perapian, menyingkirkan lukisan-lukisan lain yang bernilai ribuan dolar.

Pada hari-hari berikutnya, orang tua itu menyadari bahwa walaupun anaknya tak berada lagi di sisinya ia tetap hidup dihatinya. Ia bangga mendengar anaknya telah menyelamatkan puluhan serdadu yang terluka sampai sebuah peluru merobek jantungnya. Lukisan foto anaknya itu menjadi miliknya yang paling berharga.

Pada musim semi berikutnya, orang tua itu sakit dan meninggal. Koleksi lukisannya akan dilelang. Dalam surat wasiatnya orang tua itu mengatakan bahwa lukisan-lukisan itu akan dilelang pada hari Natal, hari orang tua itu menerima lukisan yang paling disayanginya itu. Penggemar seni di seluruh dunia menunggu saat pelelangan itu.

Saat yang dinantikan itu pun tiba. Penggemar seni berdatangan dari berbagai penjuru dunia. Lelang dimulai dengan lukisan yang tak ada dalam daftar di museum di seluruh dunia, yaitu lukisan anak orang tua itu. Juru lelang bertanya, "Siapa yang akan mulai dengan penawaran?" Ruangan itu sunyi. Juru lelang melanjutkan, "Siapa yang akan mulai penawaran dengan $100?" Menit-menit berlalu dan tak ada seorang pun yang berbicara. Terdengar suara protes, "Siapa yang berminat pada lukisan tak bermutu itu? Itu hanya lukisan foto anak orang tua itu. Lupakan saja lukisan itu dan lanjutkan dengan lukisan-lukisan lain yang bermutu." Terdengar suara-suara yang menyetujui usul itu. "Tidak, kita harus menjual ini terlebih dahulu," kata juru lelang. Akhirnya, seorang tetangga orang tua itu berkata, "Bagaimana kalau saya menawarnya sepuluh dolar. Saya hanya punya uang sebanyak itu. Karena saya kenal baik anak itu, saya ingin memilikinya." Juru lelang itu bertanya, "Ada yang menawar lebih tinggi?" Kembali ruangan sunyi. "Kalau begitu saya hitung, satu, dua, . tiga, jadilah." Tepuk tangan terdengar riuh di ruangan itu, dan terdengar suara, "Nah, akhirnya kita sampai pada pelelangan harta yang sebenarnya." Tetapi juru lelang itu mengumumkan pelelangan telah selesai. Seseorang memprotes dan bertanya, "Apa maksud Anda? Di sini ada koleksi lukisan yang bernilai jutaan dolar dan Anda mengatakan telah selesai. Kita datang kesini bukan untuk lukisan anak orang tua itu. Saya ingin ada penjelasan." Juru lelang itu menjawab, "Ini sangat sederhana. Menurut surat wasiat orang tua itu, siapa yang memilih anaknya . akan mendapat semuanya."

Memang, pesan pada hari Natal itu sama seperti yang disampaikan pada kita selama berabad-abad: Kasih seorang Bapa pada Anak-Nya yang telah mengorbankan diri untuk menyelamatkan orang lain. Dan karena kasih Bapa itu, siapa yang menerima Anak-Nya akan menjadi ahli waris-Nya dan menerima seluruhnya.

Yohanes 1:12 - Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;

Galatia 4:7 - Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah.

Diambil dari renungan harian CMN Bandung


Cerita Motivasi - INNOVATION WAR: NOKIA VS. BLACKBERRY

Demam Blackberry (Bb) di tanah air tampaknya kian tak tertahankan. Laju penjualannya terus melesat, dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan pengguna Bb tertinggi di dunia (!) Para pejabat RIM (Research In Motion) – produsen Bb yang berlokasi nun jauh di Ontario, Kanada sana – sampai tertegun-tegun, bahwa ada ledakan populasi pengguna Bb di sebuah negeri katulistiwa bernama Indonesia.

Dan kisah menjulangnya produk Blackberry itu dengan segera membuat produk smartphone keluaran Nokia seperti terpelanting, tercabik penuh luka. Jika tren ini terus berlanjut – dan banyak pengamat percaya ini akan terus berlanjut – masa depan produk smartphone Nokia niscaya akan tergolek dalam bayang-bayang kehancuran.

Syair dan kidung kematian mungkin masih terlalu pagi untuk dilantunkan. Namun, dalam perang inovasi yang brutal, everything is possible. Jika Nokia tak jua mampu mengelak, pendekar tangguh dari Finliandia ini bisa pelan-pelan tergeletak wafat dalam pusara kematian. Dan di atas batu nisannya, tercetak kalimat : Nokia - Rest in Peace. Who knows?

Semua kisah yang membawa kepiluan bagi Nokia itu berawal dari satu produk yang bernama Blackberry. Ada dua faktor utama yang berperan dalam melambungnya produk Bb ini. Yang pertama tentu saja adalah : produk yang inovatif dengan desain amat elegan. Teknologi email dan browsing-nya sangat user friendly, dan penempatan papan keyboardnya juga terlihat sangat pas (untuk seri Bold dan Curve). Desainnya juga sangat cantik nan menawan, membuat produk smartphone Nokia Communicator menjadi terlihat sangat jadul.

Faktor kedua, yang juga tak kalah penting, adalah apa yang dapat disebut sebagai "imitation effect". Tentu efek ini bukan khas Indonesia, namun lazim menghinggap pada benak para konsumen di berbagai penjuru dunia. Efek ini intinya begini : kalau orang laen pake Bb, gue mesti pake juga dong. Sebab kalo gue ndak pake, gue bakal kelihatan ketinggalan jaman, gitu.

Efek semacam itu dengan segera akan menciptakan viral : atau promosi yang menyebar dengan sendirinya melalui jaringan para konsumennya. Efek semacam ini pelan-pelan bergerak seperti bola salju dan pada titik tertentu, akan menciptakan momentum ledakan penjualan. Gladwell menyebutnya sebagai tipping point : atau titik dimana efek viral itu melaju tak tertahankan.

 Dan persis efek semacam itulah yang dengan indah dimanfaatkan oleh produsen Bb. Mereka hampir tak pernah mengeluarkan biaya untuk iklan; sebab yang menjadi salesman produk mereka adalah ribuan penggunanya yang tersebar disetiap sudut kota. Dan asyiknya "ribuan salesman/salesgirl" ini tidak perlu dibayar. Namun seperti kita lihat : efeknya sangat dramatis bagi laju penjualan Bb. (Ini tentu berbeda dengan smartphone Nokia yang jor-joran mengeluarkan puluhan milyar untuk pasang iklan dimana-mana; namun hasilnya tak juga maksimal).

Menyadari serbuan Bb yang kian tak tertahankan, Nokia mencoba merilis seri E, yang merupakan rangkaian produk smartphone dengan beragam keunggulan. Namun sayang, laju penjualannya ndak seperti yang diharapkan. Inilah yang membuat pangsa pasar smartphone Nokia secara global kian tergerus (dari sekitar 49 % pada tahun 2006 menjadi 41 % pada tahun 2009 ini; sementara pangsa Bb melaju hampir tiga kali lipat, dari 7 % pada tahun 2006 menjadi 20% pada tahun 2009).

Tren diatas tak pelak telah membuat Nokia segera berbenah; sebab jika mereka terus gagal membalikkan tren itu, maka masa depan mereka benar-benar berada dalam kekelaman. Sebab pada sisi lain, secara global Nokia juga harus menahan laju produk dahsyat lainnya, yakni iPhone dari Apple yang juga terus menggerus pangsa pasar Nokia.

Serangkaian kisah diatas tampaknya kian menegaskan arti penting inovasi. Tanpa kecerdikan melakukan inovasi, setiap perusahaan – betapapun hebatnya – pasti akan terjungkal dalam semak-semak kehinaan. Perang inovasi memang sungguh brutal. Ia selalu akan meninggalkan para pecundang yang tak sigap merespon dinamika pasar. Pecundang semacam pasti akan selalu tersingkir, dan terkaing-kaing dalam lembah kenestapaan.

Sebab itulah, kita sungguh percaya dengan mantra ini : INNOVATION. How can you survive without it?

WRITTEN BY YODHIA ANTARIKSA



Cerita Inspirasi - Kenapa Harus Ke Gereja?

 
Cerita 1

Seorang Katolik menulis surat kepada Editor sebuah surat kabar dan mengeluhkan kepada para pembaca bahwa dia merasa sia-sia pergi ke gereja setiap minggu.

Tulisnya, "saya sudah pergi ke gereja selama 30 tahun dan selama itu saya telah mendengar 3000 khotbah. Tapi selama hidup, saya tidak bisa mengingat satu khotbah pun. Jadi saya rasa saya telah memboroskan begitu banyak waktu - demikian pun para pastor itu telah memboroskan waktu mereka dengan khotbah-khotbah itu."

Surat itu menimbulkan perdebatan yang hebat dalam kolom pembaca.
Perdebatan itu berlangsung berminggu-minggu sampai akhirnya ada seseorang yang menulis demikian: "Saya sudah menikah selama 30 tahun. Selama ini istri saya telah memasak 32.000 jenis masakan. Selama hidup saya tidak bisa mengingat satu pun jenis masakan itu yang dilakukan istri saya. Tapi saya tahu bahwa masakan-masakan itu telah memberi saya kekuatan yang saya perlukan untuk bekerja. Seandainya istri saya tidak memberikan makanan itu kepada saya, maka saya sudah lama meninggal."

Sejak itu tak ada lagi komentar tentang khotbah.


Cerita 2

Nenek Granny sedang menyambut cucu-cucunya pulang dari sekolah. Mereka adalah anak-anak muda - anak muda yang sangat cerdas dan sering menggoda nenek mereka. Kali ini, Tom mulai menggoda dia dengan berkata, "Nek, apakah nenek masih pergi ke gereja pada hari minggu?"
"Tentu!"
"Apa yang nenek peroleh dari gereja? Apakah nenek bisa memberitahu kami tentang Injil minggu lalu..?"
"Tidak, nenek sudah lupa. Nenek hanya ingat bahwa nenek menyukainya."
"Lalu apa khotbah dari pastor?"
"Nenek tidak ingat. Nenek sudah semakin tua dan ingatan nenek melemah.
Nenek hanya ingat bahwa ia telah memberikan khotbah yang memberi kekuatan, Nenek menyukai khotbah itu."
Tom menggoda, "Apa untungnya pergi ke gereja jika nenek tidak mendapatkan sesuatu dariNya?"
Nenek itu terdiam oleh kata-kata itu dan ia duduk di sana termenung.
Dan anak-anak lain tampak menjadi malu. Kemudian nenek itu berdiri dan keluar dari ruangan tempat mereka semua duduk, dan berkata, "Anak-anak, ayo ikut nenek ke dapur."

Ketika mereka tiba di dapur, dia mengambil tas rajutan dan memberikannya kepada Tom sambil berkata, "Bawalah ini ke mata air, dan isilah dengan air, lalu bawa kemari!"
"Nenek, apa nenek tidak sedang melucu? Air didalam tas rajutan....!?
"Nek, apa ini bukan lelucon?" tanya Tom.
"Tidak.., lakukanlah seperti yang kuperintahkan.
Saya ingin memperlihatkan kepadamu sesuatu."

Maka Tom berlari keluar dan dalam beberapa menit ia kembali dengan tas yang bertetes-teskan ..
"Lihat,nek," katanya. "Tidak ada air di dalamnya."
"Benar," katanya.
"Tapi lihatlah betapa bersihnya tas itu sekarang.
Anak-anak, tidak pernah kamu ke gereja tanpa mendapatkan sesuatu yang baik, meskipun kamu tidak mengetahuinya."


Cerita 3

KISAH NATAL

Suatu ketika, ada seorang pria yang menganggap Natal sebagai sebuah takhayul belaka. Dia bukanlah orang yang kikir. Dia adalah pria yang baik hati dan tulus, setia kepada keluarganya dan bersih kelakuannya terhadap orang lain. Tetapi ia tidak percaya pada kelahiran Kristus yang diceritakan setiap gereja di hari Natal. Dia sunguh-sungguh tidak percaya.
"Saya benar-benar minta maaf jika saya membuat kamu sedih," kata pria itu kepada istrinya yang rajin pergi ke gereja.
"Tapi saya tidak dapat mengerti mengapa Tuhan mau menjadi manusia.
Itu adalah hal yang tidak masuk akal bagi saya "

Pada malam Natal, istri dan anak-anaknya pergi menghadiri kebaktian tengah malam di gereja.
Pria itu menolak untuk menemani mereka.
"Saya tidak mau menjadi munafik," jawabnya.
"Saya lebih baik tinggal di rumah. Saya akan menunggumu sampai pulang."

Tak lama setelah keluarganya berangkat, salju mulai turun. Ia melihat keluar jendela dan melihat butiran-butiran salju itu berjatuhan.
Lalu ia kembali ke kursinya di samping perapian dan mulai membaca surat kabar.
Beberapa menit kemudian, ia dikejutkan oleh suara ketukan. Bunyi itu terulang tiga kali. Ia berpikir seseorang pasti sedang melemparkan bola salju ke arah jendela rumahnya. Ketika ia pergi ke pintu masuk untuk mengeceknya, ia menemukan sekumpulan burung terbaring tak berdaya di salju yang dingin.
Mereka telah terjebak dalam badai salju dan mereka menabrak kaca jendela ketika hendak mencari tempat berteduh.

Saya tidak dapat membiarkan makhluk kecil itu kedinginan di sini, pikir pria itu. Tapi bagaimana saya bisa menolong mereka?
Kemudian ia teringat akan kandang tempat kuda poni anak-anaknya. Kandang itu pasti dapat memberikan tempat berlindung yang hangat.
Dengan segera pria itu mengambil jaketnya dan pergi ke kandang kuda tersebut. Ia membuka pintunya lebar-lebar dan menyalakan lampunya. Tapi burung-burung itu tidak masuk ke dalam. Makanan pasti dapat menuntun mereka masuk, pikirnya. Jadi ia berlari kembali ke rumahnya untuk mengambil remah-remah roti dan menebarkannya ke salju untuk membuat jejak ke arah kandang. Tapi ia sungguh terkejut.
Burung-burung itu tidak menghiraukan remah roti tadi dan terus melompat-lompat kedinginan di atas salju.

Pria itu mencoba menggiring mereka seperti anjing menggiring domba, tapi justru burung-burung itu berpencaran kesana-kemari, malah menjauhi kandang yang hangat itu.
"Mereka menganggap saya sebagai makhluk yang aneh dan menakutkan," kata pria itu pada dirinya sendiri, "dan saya tidak dapat memikirkan cara lain untuk memberitahu bahwa mereka dapat mempercayai saya.
Kalau saja saya dapat menjadi seekor burung selama beberapa menit, mungkin saya dapat membawa mereka pada tempat yang aman."

Pada saat itu juga, lonceng gereja berbunyi. Pria itu berdiri tertegun selama beberapa waktu, mendengarkan bunyi lonceng itu menyambut Natal yang indah. Kemudian dia terjatuh pada lututnya dan berkata, "Sekarang saya mengerti," bisiknya dengan terisak.
"Sekarang saya mengerti mengapa KAU mau menjadi manusia."

Saudaraku, sering kita mengalami kejenuhan untuk pergi ke gereja dan merasa tak ada gunanya, semoga cerita di atas ini bisa lebih meneguhkan kita akan pentingnya ke gereja.



Cerita Motivasi - Kupu-kupu...

Suatu ketika, terdapat seorang pemuda di tepian telaga. Ia tampak termenung. Tatapan matanya kosong, menatap hamparan air di depannya. Seluruh penjuru mata angin telah di lewatinya, namun tak ada satupun titik yang membuatnya puas. Kekosongan makin senyap, sampai ada suara yang menyapanya.
"Sedang apa kau disini anak muda?" tanya seseorang. Rupanya ada seorang kakek tua. "Apa yang kau risaukan..?"
Anak muda itu menoleh ke samping, "Aku lelah Pak Tua. Telah berkilo-kilo jarak yang kutempuh untuk mencari kebahagiaan, namun tak juga kutemukan rasa itu dalam diriku. Aku telah berlari melewati gunung dan lembah, tapi tak ada tanda kebahagiaan yang hadir dalam diriku. Kemanakah aku harus mencarinya ? Bilakah kutemukan rasa itu?"
Kakek Tua duduk semakin dekat, mendengarkan dengan penuh perhatian. Di pandang nya wajah lelah di depannya. Lalu, ia mulai bicara, "Di depan sana, ada sebuah taman. Jika kamu ingin jawaban dari pertanyaanmu, tangkaplah seekor kupu-kupu buatku.
Mereka berpandangan. "Ya...tangkaplah seekor kupu-kupu buatku dengan tanganmu" sang Kakek mengulang kalimatnya lagi.
Perlahan pemuda itu bangkit. Langkahnya menuju satu arah, taman. Tak berapa lama, dijumpainya taman itu. Taman yang  semarak dengan pohon dan bunga-bunga yang bermekaran. Tak heran, banyak kupu-kupu yang berterbangan disana. Sang kakek, melihat dari kejauhan, memperhatikan tingkah yang diperbuat pemuda yang sedang gelisah itu.
Anak muda itu mulai bergerak. Dengan mengendap-endap, ditujunya sebuah sasaran. Perlahan. Namun, Hap! sasaran itu luput. Di kejarnya kupu-kupu itu ke arah lain. Ia tak mau kehilangan buruan. Namun lagi-lagi. Hap!. Ia gagal. Ia mulai berlari tak beraturan. Diterjangnya sana-sini. Ditabraknya rerumputan dan tanaman untuk mendapatkan kupu-kupu itu. Diterobosnya semak dan perdu di sana. Gerakannya semakin liar.
Adegan itu terus berlangsung, namun belum ada satu kupu-kupu yang dapat ditang kap. Sang pemuda mulai kelelahan. Nafasnya memburu, dadanya bergerak naik-turun dengan cepat. Sampai akhirnya ada teriakan, "Hentikan dulu anak muda. Istirahatlah." Tampak sang Kakek yang berjalan perlahan. Ada sekumpulan kupu-kupu yang berter bangan di sisi kanan-kiri kakek itu. Mereka terbang berkeliling, sesekali hinggap di tubuh tua itu.

"Begitukah caramu mengejar kebahagiaan? Berlari dan menerjang? Menabrak-nabrak tak tentu arah, menerobos tanpa peduli apa yang kau rusak?" Sang Kakek menatap pemuda itu. "Nak, mencari kebahagiaan itu seperti menangkap kupu-kupu. Semakin kau terjang, semakin ia akan menghindar. Semakin kau buru, semakin pula ia pergi dari dirimu."

"Namun, tangkaplah kupu-kupu itu dalam hatimu. Karena kebahagiaan itu bukan benda yang dapat kau genggam, atau sesuatu yang dapat kau simpan. Carilah keba hagiaan itu dalam hatimu. Telusuri rasa itu dalam kalbumu. Ia tak akan lari kemana-mana. Bahkan, tanpa kau sadari kebahagiaan itu sering datang sendiri."

Kakek Tua itu mengangkat tangannya. Hap, tiba-tiba, tampak seekor kupu-kupu yang hinggap di ujung jari. Terlihat kepak-kepak sayap kupu-kupu itu, memancarkan keindahan ciptaan Tuhan. Pesonanya begitu mengagumkan, kelopak sayap yang mengalun perlahan, layaknya kebahagiaan yang hadir dalam hati. Warnanya begitu indah, seindah kebahagiaan bagi mereka yang mampu menyelaminya.

Mencari kebahagiaan adalah layaknya menangkap kupu-kupu. Sulit, bagi mereka yang terlalu bernafsu, namun mudah, bagi mereka yang tahu apa yang mereka cari. Kita mungkin dapat mencarinya dengan menerjang sana-sini, menabrak sana-sini, atau menerobos sana-sini untuk mendapatkannya. Kita dapat saja mengejarnya dengan berlari kencang, ke seluruh penjuru arah. Kita pun dapat meraihnya dengan bernafsu, seperti menangkap buruan yang dapat kita santap setelah mendapatkannya.

Namun kita belajar. Kita belajar bahwa kebahagiaan tak bisa di dapat dengan cara-cara seperti itu. Kita belajar bahwa bahagia bukanlah sesuatu yang dapat di genggam atau benda yang dapat disimpan. Bahagia adalah udara, dan kebahagiaan adalah aroma dari udara itu. Kita belajar bahwa bahagia itu memang ada dalam hati. Semakin kita mengejarnya, semakin pula kebahagiaan itu akan pergi dari kita. Semakin kita berusaha meraihnya, semakin pula kebahagiaan itu akan menjauh.

Cobalah temukan kebahagiaan itu dalam hatimu. Biarkanlah rasa itu menetap, dan abadi dalam hati kita. Temukanlah kebahagiaan itu dalam setiap langkah yang kita lakukan. Dalam bekerja, dalam belajar, dalam menjalani hidup kita. Dalam sedih, dalam gembira, dalam sunyi dan dalam riuh. Temukanlah bahagia itu, dengan perla han, dalam tenang, dalam ketulusan hati kita.
Saya percaya, bahagia itu ada dimana-mana. Rasa itu ada di sekitar kita. Bahkan mungkin, bahagia itu "hinggap" di hati kita, namun kita tak pernah memperdulikannya. Mungkin juga, bahagia itu berterbangan di sekeliling kita, namun kita terlalu acuh untuk menikmatinya.

 

Pemenang Dalam Diri

Sore hari di tengah telaga, ada dua orang yang sedang memancing. Mereka adalah ayah dan anak yang sedang menghabiskan waktu mereka disana. Dengan perahu kecil, mereka sibuk mengatur pancing dan umpan. Air telaga bergoyang perlahan dan membentuk riak-riak kecil di air. Gelombangnya mengalun menuju tepian, menyentuh sayap-sayap angsa yang sedang berjalan beriringan. Suasana begitu tenang, hingga terdengar sebuah percakapan.

"Ayah."
"Hmm..ya.." Sang ayah menjawab pelan. Matanya tetap tertuju pada ujung kailnya yang terjulur. "Tadi malam ini,aku bermimpi aneh. Dalam mimpiku, ada dua ekor singa yang sedang berkelahi. Gigi-gigi mereka, terlihat runcing dan tajam. Keduanya sibuk mencakar dan menggeram, saling ingin menerkam. Mereka tampak ingin saling menjatuhkan." ucap sang anak.

Anak muda ini terdiam sesaat. Lalu, mulai melanjutkan cerita, "singa yang pertama, terlihat baik dan tenang. Geraknya perlahan namun pasti. Badannya pun kokoh dan bulunya teratur. Walaupun suaranya keras, tapi terdengar menenangkan buatku."

Ayah mulai menolehkan kepala, dan meletakkan pancingnya di pinggir haluan."Tapi, singa yang satu lagi tampak menakutkan buatku. Geraknya tak beraturan, sibuk menerjang kesana-kemari. Punggungnya pun kotor, dan bulu yang koyak. Suaranya parau dan menyakitkan."

"Aku bingung, maksud dari mimpi ini apa?. Lalu, singa yang mana yang akan memenangkan pertarungan itu, karena sepertinya mereka sama-sama kuat?"

Melihat anaknya yang baru beranjak dewasa itu bingung, sang Ayah mulai angkat bicara. Dipegangnya punggung pemuda di depannya. Sambil tersenyum, ayah berkata, "pemenangnya adalah, yang paling sering kamu beri makan."

Ayah kembali tersenyum, dan mengambil pancingnya. Lalu, dengan satu hentakan kuat, di lontarkannya ujung kail itu ke tengah telaga. Tercipta kembali pusaran-pusaran air yang tampak membesar. Gelombang riak itu kembali menerpa sayap-sayap angsa putih di tepian telaga.

Sahabat Resensi, setiap diri kita memiliki "singa" saling bertolak belakang. Masing-masing ingin menjadi pemenang, dengan menjatuhkan salah satunya. Singa-singa itu adalah gambaran dari sifat yang kita miliki. Kebaikan dan keburukan. Dua sifat ini sama-sama memiliki peluang untuk menjadi pemenang dan kita pun dapat mengambil sikap untuk memenangkan salah satunya. Semua tergantung dengan singa mana yang sering kita beri makan.

Salah satu santapan dari singa yang buruk adalah sinetron. Sinetron memiliki naskah yang dangkal, emosional berlebihan, pendidik yang baik dalam hal kekerasan, kelicikan, alur cerita yang dipanjang-panjangkan, yang makin hari makin tidak berkualitas. Sinetron yang baik bisa dihitung dengan jari.

Belum lagi, kita juga disuguhkan oleh tayangan gosip, yang membuka-buka aib orang lain. Juga tayangan yang mempertontonkan keburukan dan kekerasan.

Ingat, keburukan yang koar-koarkan akan menghasilkan keburukan yang serupa.

Sahabat,

Regards,
Bongiovanni apriliano
GBU

Sent by BlackBerry® Kepler 3G

Saturday, July 9, 2011

Inspirasi - Teladan Seorang Ayah

Yang ayah wariskan kepada anak-anaknya bukan kata-kata atau kekayaan, tetapi sesuatu yang tak terucapkan yaitu teladan sebagai seorang pria dan seorang ayah – Will Rogers

Setahuku, botol acar besar itu selalu ada di lantai di samping lemari di kamar orang tuaku. Sebelum tidur, Ayah selalu mengosongkan kantong celananya lalu memasukkan semua uang recehnya ke dalam botol itu. Sebagai anak kecil, aku senang mendengar gemerincing koin yang dijatuhkan ke dalam botol itu. Bunyi gemericingnya nyaring jika botol itu baru terisi sedikit. Nada gemerincingnya menjadi rendah ketika isinya semakin penuh. Aku suka jongkok di lantai di depan botol itu, mengagumi keping-keping perak dan tembaga yang berkilauan seperti harta karun bajak laut ketika sinar matahari menembus jendela kamar tidur.

Jika isinya sudah penuh, Ayah menuangkan koin-koin itu ke meja dapur, menghitung jumlahnya sebelumnya membawanya ke bank. Membawa keping-keping koin itu ke bank selalu merupakan peristiwa besar. Koin-koin itu ditata rapi di dalam kotak kardus dan diletakkan di antara aku dan Ayah di truk tuanya. Setiap kali kami pergi ke bank, Ayah memandangku dengan penuh harap. “Karena koin-koin ini kau tidak perlu kerja di pabrik tekstil. Nasibmu akan lebih baik dari pada nasibku. Kota tua dan pabrik tekstil di sini takkan bisa menahanmu.” Setiap kali menyorongkan kotak kardus berisi koin itu ke kasir bank, Ayah selalu tersenyum bangga. “Ini uang kuliah putraku. Dia takkan bekerja di pabrik tekstil seumur hidup seperti aku.”

Pulang dari bank, kami selalu merayakan peristiwa itu dengan membeli es krim. Aku selalu memilih es krim cokelat. Ayah selalu memilih yang vanila. Setelah menerima kembalian dari penjual es krim, Ayah selalu menunjukkan beberapa keping koin kembalian itu kepadaku. “Sampai di rumah, kita isi botol itu lagi.” Ayah selalu menyuruhku memasukkan koin-koin pertama ke dalam botol yang masih kosong. Ketika koin-koin itu jatuh bergemerincing nyaring, kami saling berpandangan sambil tersenyum. “Kau akan bisa kuliah berkat koin satu penny, nickle, dime, dan quarter,” katanya. “Kau pasti bisa kuliah. ayah jamin.” Tahun demi tahun berlalu. Aku akhirnya memang berhasil kuliah dan lulus dari universitas dan mendapat pekerjaan di kota lain. Pernah, waktu mengunjungi orang tuaku, aku menelepon dari telepon di kamar tidur mereka. Kulihat botol acar itu tak ada lagi. Botol acar itu sudah menyelesaikan tugasnya dan sudah di pindahkan entah ke mana. Leherku serasa tercekat ketika mataku memandang lantai di samping lemari tempat botol acar itu biasa di letakkan.

Ayahku bukan orang yang banyak bicara, dia tidak pernah menceramahi aku tentang pentingnya tekad yang kuat, ketekunan, dan keyakinan. Bagiku, botol acar itu telah mengajarkan nilai-nilai itu dengan lebih nyata dari pada kata-kata indah.

Setelah menikah, kuceritakan kepada Susan, istriku, betapa pentingnya peran botol acar yang tampaknya sepele itu dalam hidupku. Bagiku, botol acar itu melambangkan betapa besarnya cinta Ayah padaku. Dalam keadaan keuangan sesulit apa pun, setiap malam Ayah selalu mengisi botol acar itu dengan koin. Bahkan di musim panas ketika ayah diberhentikan dari pabrik tekstil dan ibu terpaksa hanya menyajikan buncis kalengan selama berminggu-minggu, satu keping pun tak pernah di ambil dari botol acar itu. Sebaliknya, sambil memandangku dari seberang meja dan menyiram buncis itu dengan saus agar ada rasanya sedikit, ayah semakin meneguhkan tekadnya untuk mencarikan jalan keluar bagiku. “Kalau kau sudah tamat kuliah,” katanya dengan mata berkilat-kilat, “kau tak perlu makan buncis kecuali jika kau memang mau.”

Liburan Natal pertama setelah lahirnya putri kami Jessica, kami habiskan di rumah orang tuaku. Setelah makan malam, Ayah dan Ibu duduk berdampingan di sofa, bergantian memandangku cucu pertama mereka. Jessica menagis lirih. Kemudian susan mengambilnya dari pelukan Ayah. “Mungkin popoknya basah,” kata Susan, lalu dibawanya Jessica ke kamar tidur orang tuaku untuk di ganti popoknya. Susan kembali ke ruang keluarga denga mata berkaca-kaca. Dia meletakkan Jessica ke pangkuan Ayah, lalu menggandeng tanganku dan tanpa berkata apa-apa mengajakku ke kamar.

“Lihat,” katanya lembut, matanya memandang lantai di samping lemari. Aku terkejut. Di lantai, seakan tidak pernah di singkirkan, berdiri botol acar yang sudah tua itu. Di dalamnya ada beberapa keping koin. Aku mendekati botol itu, merogoh saku celanaku, dan mengeluarkan segenggam koin. Dengan perasaan haru, kumasukkan koin-koin itu kedalam botol. Aku mengangkat kepala dan melihat Ayah. Dia menggendong Jessica dan tanpa suara telah masuk ke kamar. Kami berpandangan. Aku tahu, Ayah juga merasakan keharuan yang sama. Kami tak kuasa berkata-kata.


—–> : Sebuah cerita yang luar biasa!! Inilah sebuah cerita yang menunjukkan besarnya cinta seorang ayah ke anaknya agar anaknya memperoleh nasib yang jauh lebih baik dari dirinya. Tetapi dalam prosesnya, Ayah ini tidak saja menunjukkan cintanya pada anaknya tetapi juga menunjukkan sesuatu yang sangat berharga yaitu pelajaran tentang impian, tekad, teladan seorang ayah, disiplin dan pantang menyerah. Saya percaya anaknya belajar semua itu walaupun ayahnya mungkin tidak pernah menjelaskan semua itu karena anak belajar jauh lebih banyak dari melihat tingkah laku orang tuanya dibanding apa yang dikatakan orangtuanya. Semoga cerita ini menginspirasi kita semua.

sumber: unknown

Inspirasi - Ketika Harus Kalah

Sebagai penggemar American Idol, rasanya ada yang kurang ketika saya belum menuliskan komentar saya mengenai Season 10 yang lalu. Walaupun tidak semua episodenya saya ikuti, tetapi saya punya idola sendiri. Pia Toscano yang cantik dan bersuara emas, terpaksa harus gugur tereliminasi. Mungkin bagi banyak orang, penampilannya jadi membosankan karena pilihan lagunya. Begitu juga dengan Si Jenius yang nyentrik tetapi sangat original, Casey Abrams yang kemudian menjadi idola saya karena menjunjung tinggi originalitas yang dimilikinya juga keberaniannya untuk selalu tampil beda. Walaupun akhirnya lomba ini dimenangkan oleh Scotty McCreery, tetapi saya tetap menaruh simpati pada mereka yang memang berbakat namun sudah dieliminasi.

Kita selalu terpaku pada pemenang-pemenang lomba. Termasuk American Idol ini. Mudah untuk mengingat siapa saja pemenang pertama dan kedua karena mereka masuk final dan bertanding berdua saja di episode-episode terakhir acara tersebut. Tetapi, bagaimana nasib mereka yang kalah?

Yang harus kalah karena tereliminasi, bukan berarti akhir dari segalanya. Ada yang memang kembali ke pekerjaan mereka semula. Ada yang malah mencuat jadi lebih ternama, siapa juga yang menyangka? Chris Daughtry yang memang keren dan original itu punya seabrek fans dan kemampuan menyanyinya tak perlu lagi diragukan. Albumnya pun meledak di mana-mana. Belum lagi Jennifer Hudson yang malah juga terkenal setelah dieliminasi tetapi lolos audisi untuk berperan di film ‘Dream Girls’. Ketenarannya tidak kalah, bahkan boleh dikatakan melebihi beberapa pemenang American Idol sebelumnya yang sudah tak sepopuler dulu lagi.

Dalam hidup, ketika harus ‘kalah’ dalam suatu kompetisi. Entah tidak mendapatkan posisi yang diidamkan di kantor, ketika tidak menjadi juara pertama dalam suatu lomba, ketika bukan lagi pemegang ranking satu di sekolah/kuliah/ S1-S3, mungkin banyak orang akan cenderung frustrasi. Sedih, kecewa, ketika harus berhadapan dengan kenyataan bahwa mereka kalah dengan orang lain. Belum lagi jika kita merasa terus saja ‘kalah’ dibandingkan teman selevel kita dulu (teman SD, SMP, SMA yang bertemu saat reunian misalnya). Baik dari prestasi maupun prestise, rasanya ingin menutup muka dengan cadar agar tak lagi dikenali.

Kalah dan menang adalah hal biasa dalam hidup ini. Malah, boleh dibilang, pengalaman ‘kalah’ memberikan banyak pelajaran penting dalam hidup. Bahwa tak perlu bersombong diri, karena diriku ini bukan yang terhebat. Masih ada, bahkan banyak yang lebih hebat. Terutama yang Maha Hebat yaitu Sang Pencipta, Tuhan sendiri. Tak perlu merasa minder dengan kekalahan, kalau mungkin ambillah pelajaran di baliknya. Kalah, tak harus berarti akhir dari segalanya. Tak jarang, kekalahan itu malah merupakan awal dari sesuatu yang baru-yang sama sekali berbeda dengan apa yang pernah kita pikirkan dan rencanakan sebelumnya. Terkadang Tuhan seolah bisa begitu saja membelokkan hidup kita. Tentu saja itu merupakan upaya-Nya untuk masuk rencana-Nya yang lebih indah ketimbang apa yang pernah kita pikirkan dengan keterbatasan otak kita sebagai manusia.

Bukan berarti kita tidak perlu memupuk mental pejuang untuk menang. Tetapi, kita pun bersiap juga, ketika kalah kita hadapi dengan lapang dada. Kalah, bukan berarti kiamat. Kalah, bisa jadi suatu cara untuk membuka suatu kesempatan lain yang tak pernah tersentuh sebelumnya. Asalkan kita percaya, asalkan kita berjuang dengan sekuat tenaga dan tak bermalas-malasan, suatu hari nanti kita akan melihat keindahan rencana-Nya… Yang mampu membuat kita mengerti, mengapa kita harus ‘kalah’ ketika itu untuk melihat suatu kemenangan baru bersama-Nya di masa depan nanti.

Semoga kita miliki mentalitas yang kuat menghadapi apa pun dalam hidup ini. Menang bukanlah segala-galanya. Kalah juga bukan berarti akhir dunia. Kekalahan dan kelemahan manusia, tak jarang dijadikan-Nya suatu celah untuk masuk dan menyatakan kebesaran-Nya. Bahwa Dia memang yang utama. Semoga kita bisa memenangkan pertandingan kehidupan ini dan selalu mengharumkan nama-Nya. Termasuk menghadapi kekalahan dengan lapang dada tetapi tetap berusaha memetik suatu pelajaran berharga di dalamnya.


-fonnyjodikin-

*tautannya ada di: http://fjodikin.blogspot.com/2011/06/ketika-harus-kalah.html
* copas, forward, share? Mohon sertakan sumbernya. Trims.

Inspirasi - Penjaja Kerak Telor

Dalam perjalanan pulang sore ke rumah....keluar dari pintu tol PRJ sepanjang jalur lambat berderetlah penjaja kerak telor yang menandakan bahwa saat ini di Jakarta ada perhelatan akbar setahun sekali yaitu Jakarta Fair di Kemayoran. Dengan pikulan dan penerangan dari lampu minyaknya yang berkelap kelip diterpa angin dan kadang diterjang hujan gerimis maupun agak deras mereka dengan sabar menunggu rejeki dari pengendara mobil untuk berhenti sejenak memesan atau makan langsung penganan khas Betawi tersebut yang termasuk penganan langka.
Mereka begitu sabar dalam menunggu termasuk tungkunya yang tetap menyala.

Setiap tahun kami selalu menyempatkan perut untuk menikmati makanan tersebut.
Sebelum krisis saya menikmati dengan harga 3 ribu per buah perlahan menanjak dan hari ini sudah 12 ribu rupiah ( 4 kali lipat ) , cukup siknifikan dengan harga dollar pada saat ini. Bila dibandingkang dengan pendapat kami sebagai dosen yang mungkin ada kenaikan antara 10 hingga 15% saja ( dalam 12 tahun ), harga tersebut termasuk luar biasa tingginya.

Tapi apakah mereka makmur....? Mereka sama saja menikmati rejeki tersebut dengan kesederhanaannya serta persaingan yang makin ketat.

Kalau tidak salah tahun lalu 10 ribu sehingga kaget juga dengan harga tersebut.
Tapi putriku langsung deal OK saja.
Katanya : " Ma' sama mereka usahakan jangan ditawar,,,biarlah mereka menikmati keuntungan yang setahun sekali tersebut. Keuntungannya tidak seberapa yang mungkin buat kami beda sekian ribu tidak terlalu berarti tetapi bagi mereka cukup besar dan sangat berarti rejeki setahun sekali ini ".
Saya langsung menanggapi dan menyetujuinya.
Bangga rasanya dia mempunyai pandangan demikian serta cukup loyal pada kalangan pedagang kecil. Mudah-mudahan dari kalangan remaja putri dan calon ibu-ibu rumah tangga masa kini berpendapat yang sama dengannya apalagi bila merekapun mempunyai karier serta mempunyai penghasilan sendiri.

Kadang saya sangat kesal melihat mereka yang menawar barang sebegitu gencarnya dan habis-habisan pada pedagang kecil termasuk pedagang sayuran di pasar tetapi untuk makan di restauran yang mahal mereka bangga dan merasa puas dengan harga yang cukup tinggi.Memang sih seni tawar menawar sangat mengasyikkan dan seru tetapi bila sampai pada titik sekian biarlah merekapun menikmati keuntungan yang layak pula.

Khususnya untuk remaja putri bagaimana kalau kita berbagi dengan memberikan peluang untuk berbelanja pada mereka yang dari pedagang kecil ...memberikan sedikit keuntungan yang lumayan bagi mereka. Dengan berbagi tersebut merekapun berbesar hati untuk menikmati rejeki salurannya dari kita.

Bila mampir ke PRJ atau meliwati jalur lambat sepanjang arah PRJ marilah kita mampir menikmati KERAK TELOR dari penjaja yang sederhana yang menunggu rejekinya hanya setahun sekali ini. Rasa kerak telor yang khas dan sangat enak yummy...yummy...yummy


Melani Jofatma

Inspirasi - I Love You More Than Last Year, Honey ...

Mawar merah adalah kecintaannya, nama orangnya sendiri pun "Mawar". Dan setiap tahun suaminya selalu mengirimkan mawar-mawar itu, diikat dengan pita indah. Pada tahun suaminya meninggal, dia mendapat kiriman mawar lagi. Kartunya tertulis "Be My Valentine like all the years before".

Sebelumnya, setiap tahun suaminya mengirimkan mawar, dan kartunya selalu tertulis, "Aku mencintaimu lebih lagi tahun ini, ... Kasihku selalu bertumbuh untukmu seturut waktu yang berlalu ..." Dia tahu ini adalah terakhir kali suaminya mengirimkan mawar-mawar itu. Dia tahu suaminya memesan semua itu dengan bayar di muka sebelum hari pengiriman. Suaminya tidak tahu kalau dia akan meninggal. Dia selalu suka melakukan segala sesuatu sebelum waktunya. Sehingga ketika suaminya sangat sibuk sekalipun,segala sesuatunya dapat berjalan dengan baik.

Lalu Mawar memotong batang mawar-mawar itu dan menempatkan semuanya dalam satu vas bunga yang sangat indah. Dan meletakkan vas cantik itu disebelah potret suaminya tercinta. Kemudian dia akan betah duduk berjam-jam dikursi kesayangan suaminya sambil memandangi potret suaminya dan bunga-bunga mawar itu.

Setahun telah lewat, dan itu adalah saat yang sangat sulit baginya. Dengan kesendiriannya dijalaninya semua. Sampai hari ini Valentine ini.. Beberapa saat kemudian, bel pintu rumahnya berbunyi,... seperti hari-hari Valentine sebelumnya Ketika dibukanya, dilihatnya buket mawar di depan pintunya. Dibawanya masuk, dan tiba-tiba seakan terkejut melihatnya.

Kemudian dia langsung menelpon toko bunga itu... Ditanyakannya kenapa ada seseorang yang begitu kejam melakukan semua itu padanya, membuat dia teringat kepada suaminya..dan itu sangat menyakitkan ...

Lalu pemilik toko itu menjawabnya, "Saya tahu kalau suami Nyonya telah meninggal lebih dari setahun yang lalu. Saya tahu anda akan menelpon dan ingin tahu mengapa semua ini terjadi ... Begini Nyonya, ... bunga yang anda terima hari ini sudah di bayar di muka oleh suami anda. Suami anda selalu merencanakan nya dulu dan rencana itu tidak akan berubah. Ada standing order di file saya, dan dia telah membayar semua... maka anda akan menerima bunga-bunga itu setiap tahun. Ada lagi yang harus anda ketahui, ... Dia menulis surat special untuk anda ... ditulisnya bertahun-tahun yang lalu...dimana harus saya kirimkan kepada anda satu tahun kemudian jika dia tidak muncul lagi di sini memesan bunga mawar untuk anda... Lalu, tahun kemarin, saya tidak temukan dia di sini, ... maka surat itu harus saya kirimkan setahun lagi ... yaitu tahun ini, ... surat yang ada bersama dengan bunga itu sekarang... bersama dengan Nyonya saat ini." Mawar mengucapkan terima kasih dan menutup telepon,... dia langsung menuju ke buket bunga mawar itu,...

Sedangkan air matanya terus menetes. Dengan tangan gemetar diambilnya surat itu Di dalam surat itu dilihatnya tulisan tangan suaminya menulis, "Dear kekasihku, ... Aku tahu ini sudah setahun semenjak aku pergi. Aku harap tidak sulit bagimu untuk menghadapi semua ini. Kau tahu, semua cinta yang pernah kita jalani membuat segalanya indah bagiku, Kau adalah istri yang sempurna bagiku. Kau juga adalah seorang teman dan kekasihku yang memberikan semua kebutuhanku. Aku tahu ini baru setahun, ... Tapi tolong jangan bersedih ...Aku ingin kau selalu bahagia, ... Walaupun saat kau hapus air matamu ... Itulah mengapa mawar-mawar itu akan selalu dikirimkan kepadamu. Ketika kau terima mawar itu, ingatlah semua kebahagiaan kita, dan betapa kita begitu diberkati ... Aku selalu mengasihimu ... dan aku tahu akan selalu mengasihimu ... Tapi, ... istriku, kau harus tetap berjalan ... kau punya kehidupan... Cobalah untuk mencari kebahagiaan untuk dirimu. Aku tahu tidak akan mudah tapi pasti ada jalan. Bunga mawar itu akan selalu datang setiap tahun, ... dan hanya akan berhenti ketika pintu rumahmu tidak ada yang menjawab dan pengantar bunga berhenti mengetuk pintu rumahmu ... Tapi kemudian dia akan datang 5 kali hari itu, takut kalau engkau sedang pergi ... Tapi jika pada kedatangannya yang terakhir dia tetap tidak menemukanmu ... Dia akan meletakkan bunga itu ke tempat yang ku suruh ... meletakkan bunga-bunga mawar itu ditempat dimana kita berdua bersama lagi.. untuk selamanya ...

I LOVE YOU MORE THAN LAST YEAR, ... HONEY ..."


Repost from Yohanes Suryadi

Inspirasi - Jejak Kaki di Karpet

Sebuah kisah nyata... Ada seorang ibu rumah tangga yang memiliki 4 anak laki-laki. Urusan belanja, cucian, makan, kebersihan & kerapihan rumah dapat ditanganinya dengan baik. Rumah tampak selalu rapih, bersih & teratur dan suami serta anak-anaknya sangat menghargai pengabdiannya itu.


Cuma ada satu masalah, ibu yg pembersih ini sangat tidak suka kalau karpet di rumahnya kotor. Ia bisa meledak dan marah berkepanjangan hanya gara-gara melihat jejak sepatu di atas karpet, dan suasana tidak enak akan berlangsung seharian. Padahal, dengan 4 anak laki-laki di rumah, hal ini mudah sekali terjadi terjadi dan menyiksanya.


Atas saran keluarganya, ia pergi menemui seorang psikolog bernama Virginia Satir, dan menceritakan masalahnya. Setelah mendengarkan cerita sang ibu dengan penuh perhatian, Virginia Satir tersenyum & berkata


kepada sang ibu : "Ibu harap tutup mata ibu dan bayangkan apa yang akan saya katakan" Ibu itu kemudian menutup matanya. "Bayangkan rumah ibu yang rapih dan karpet ibu yang bersih mengembang, tak ternoda, tanpa
kotoran, tanpa jejak sepatu, bagaimana perasaan ibu?" Sambil tetap menutup mata, senyum ibu itu merekah, mukanya yg murung berubah cerah. Ia tampak senang dengan bayangan yang dilihatnya.


Virginia Satir melanjutkan; "Itu artinya tidak ada seorangpun di rumah ibu.Tak ada suami, tak ada anak-anak, tak terdengar gurau canda dan tawa ceria mereka. Rumah ibu sepi dan kosong tanpa orang-orang yang ibu
kasihi".


Seketika muka ibu itu berubah keruh, senyumnya langsung menghilang, napasnya mengandung isak. Perasaannya terguncang. Pikirannya langsung cemas membayangkan apa yang tengah terjadi pada suami dan anak-anaknya.


"Sekarang lihat kembali karpet itu, ibu melihat jejak sepatu & kotoran disana, artinya suami dan anak-anak ibu ada di rumah, orang-orang yang ibu cintai ada bersama ibu dan kehadiran mereka menghangatkan hati ibu". Ibu itu mulai tersenyum kembali, ia merasa nyaman dengan visualisasi tsb.


"Sekarang bukalah mata ibu" Ibu itu membuka matanya "Bagaimana, apakah karpet kotor masih menjadi masalah buat ibu?"


Ibu itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Aku tahu maksud anda" ujar sang ibu, "Jika kita melihat dengan sudut yang tepat, maka hal yang tampak negatif dapat dilihat secara positif".


Sejak saat itu, sang ibu tak pernah lagi mengeluh soal karpetnya yang kotor, karena setiap melihat jejak sepatu disana, ia tahu, keluarga yg dikasihinya ada di rumah.


Kisah di atas adalah kisah nyata. Virginia Satir adalah seorang psikolog terkenal yang mengilhami Richard Binder & John Adler untuk menciptakan NLP (Neurolinguistic Programming) . Teknik yang dipakainya di atas disebut Reframing, yaitu bagaimana kita 'membingkai ulang' sudut pandang kita, sehingga sesuatu yg tadinya negatif dapat menjadi positif, salah satu caranya dengan mengubah sudut pandangnya.


Terlampir beberapa contoh pengubahan sudut pandang : Saya BERSYUKUR;

1.Untuk istri yang mengatakan malam ini kita hanya makan mie instan, karena itu artinya IA BERSAMAKU bukan dengan orang lain.


2.Untuk suami yang hanya duduk malas di sofa menonton TV, karena itu artinya IA berada DI RUMAH dan bukan di bar, kafe, atau di tempat mesum.


3.Untuk anak-anak yang ribut mengeluh tentang banyak hal, karena itu artinya mereka DI RUMAH dan tidak jadi anak jalanan.


4.Untuk Tagihan Pajak yang cukup besar, karena itu artinya SAYA BEKERJA dan DIGAJI TINGGI.


5.Untuk sampah dan kotoran bekas pesta yang harus saya bersihkan, karena itu artinya keluarga kami dikelilingi BANYAK TEMAN.


6.Untuk pakaian yang mulai kesempitan, karena itu artinya saya CUKUP MAKAN.


7.Untuk rasa lelah, capai dan penat di penghujung hari, karena itu artinya saya masih MAMPU bekerja keras.


8.Untuk semua kritik yang saya dengar tentang pemerintah, karena itu artinya masih ada KEBEBASAN BERPENDAPAT.


9.Untuk bunyi alarm keras jam 5 pagi yg membangunkan saya, karena itu artinya saya masih bisa terbangun, masih HIDUP.


10.Untuk setiap permasalahan hidup yang saya hadapi, karena itu artinya Tuhan sedang membentuk dan menempa saya untuk menjadi lebih baik lagi.

(Sumber: Note Lutfi S. Fauza)

Cerita Motivasi - Menghindari hujan

Masa berkesusahan, menderita, kesulitan dalam kehidupan dapat menimpa siapa saja. Masa-masa itu tidak mengenal musim. Tidak pula mengenal dan memilih-milih siapa yang akan dikunjunginya. Baik si kaya maupun si miskin atau yang pas-pasan dapat terjangkit masa-masa sulit. Mereka dapat datang kapan pun mereka mau. Bahkan hampir selalu mereka datang tanpa kompromi atau undangan khusus. Mereka datang seperti pencuri yang mencuri kebahagiaan kita di kala kita terlena.



Suatu kali ada seorang pengendara motor melintas di sebuah jalan raya yang relatif sepi. Kala itu memang mendung menggelayut tebal di kaki langit. Pemuda itu berpakaian rapi. Kelihatannya ia dalam perjalanan seusai menghadiri satu acara. Tiba-tiba pengendara itu menarik gas dan memacu sepeda motornya dengan kencang.



Usut punya usut, ternyata kala itu gerimis mulai turun. Tak jauh di belakangnya, sebuah dinding putih berkabut tampak bergerak. Dinding itu terbentuk dari garis hujan deras. Gerimis adalah kepala hujan yang mencari jalan untuk dibasahi dengan airnya.



Sekencang-kencangnya motor itu dipacu, tetap saja laju gerimis dapat mendahuluinya. Terlihat jalanan yang akan dilalui pemuda itu mulai terbasahi oleh titik-titik air hujan. Pemuda itu seakan tak peduli. Motornya meraung keras. Lajunya pun makin kencang. Di ujung jalan, akhirnya dinding hujan itu sudah berhasil menyusul pemuda bersepeda motor tadi. Masih tampak, bagaimana pakaian parlente itu berwarna makin gelap. Tanda si pemakainya sudah basah kuyup.



Tanpa disadari, kadang kita pun berperilaku seperti pemuda berpakaian parlente tadi. Kita ingin melarikan dari kejaran air hujan yang mulai turun. Kita lalu memacu sepeda motor sekencang-kencangnya demi menyelamatkan diri dari air hujan yang akan mengguyur tubuh kita. Namun sekencang apapun kita menjauh dari hujan, kalau kita tidak berteduh atau memakai jas hujan, toh badan kita akan terguyur hujan pula.



Kiasan itu menggambarkan sikap kita saat menghadapi masa-masa sulit dan berkesusahan. Tak seorang pun berharap mendapat kesusahan. Tak seorangpun yang normal berani dengan tegar menantang masa kesusahan itu. Bahkan banyak orang berdoa agar selalu dijauhkan dari kesusahan itu. Kalau bisa lari sekencang-kencangnya agar kesusahan itu tak jadi menghampiri kita.



Sebagaimana datangnya hujan, datangnya masa kesusahan pun tak bisa ditolak. Tak ada waktu untuk menghindar. Tak ada cara untuk melarikan diri. Tak ada tempat berteduh. Sebagaimana seorang tamu yang bertandang ke rumah, tidak ada jalan lain kecuali menerimanya. Suka atau tidak suka kita harus membukan pintu hati dan mempersilahkan tamu kesusahan itu masuk. Semasam apapun wajah kita.



Semakin kita melawan semakin kita merasakan perlawanan dari sang kesusahan. Dia datang bukan untuk dilawan, melainkan harus dipeluk Sakit memang menerima kunjungan tamu kesusahan. Tiada jalan lain yang lebih bijak daripada merengkuhnya bak saudara kandung yang mengkhianati kita. Alangkah bijaknya kalau kita mau memeluk kesusahan itu bak sahabat lama. Hanya berdamai dengan sang kesusahan maka hidup kita akan relatif tenang, sekalipun tamu kesusahan sedang menginap di rumah hati kita.



Tamu tidak akan tinggal selamanya di rumah hati kita. Pada waktunya pulang, dia akan pulang. Dia akan meninggalkan buah kebajikan sebagai kenangan dan ungkapan terima kasih pada tuan rumah. Perdamaian itu yang akan membuat hati kita ikhlas untuk menerima kesusahan sebagaimana kita menyambut kegembiraan. Tidak ada pilihan lain kecuali berdamai dengan hati yang ikhlas.



Ditulis oleh Leo Wahyudi S